___🍓🍓🍓__"Sayang ... Mas Imam," jerit wanita itu mendekati Mas Imam yang tersungkur.Dia yang terkena hantaman vas bunga menggeliat pelan sambil memegangi kepalanya. Mengerang lalu berusaha bangkit dengan dibantu istri barunya."Aku akan melaporkanmu ke polisi karena sudah menyerang suamiku," ungkap wanita itu marah."Silakan aku tidak takut, tindakan kasar masih Imam sudah tidak bisa kuterima lagi, dia sudah kehilangan akal sehatnya.""Kamu itu yang gila," tuding Ibu mertuanya, " ... andai terjadi sesuatu pada imam, aku akan membuat kamu menyesal," ucapnya mendelik sambil membantu Mas Imam berdiri.Pria itu tidak mengatakan apa-apa hanya berdiri dan menatapku dengan pandangan syok, tentu saja dia tidak menyangka apa yang akan kulakukan."Ayo pulang, Buk, Sari," ajaknya.Karena mendengar keributan, beberapa tetangga terlihat keluar dari rumah mereka, dan nyaris masuk ke dalam rumah kami andai saja Mas Imam tidak segera mengajak istri dan mertuanya pergi."Ada apa ini, Bu Yanti?"Me
___🍓🍓🍓___Tidak terasa gagang telepon terlepas dari tangan dan tubuhku tubuhku tersungkur lemas ke kursi, jiwaku terenggut oleh sesuatu yang tidak bisa kupahami, mendadak pikiranku kosong."Ada apa Bunda, apa yang terjadi?" tanya anak-anak yang langsung mendekat dan mengguncang bahuku."A-ayah, sudah menjatuhkan talaknya," jawabku.Kedua anakku saling pandang, lalu menghampiri dan berusaha menguatkan."Jangan sedih, Bunda, justru bagus karena ayah sudah menerangkan keputusannya, jadi Bunda tidak galau lagi.""Ya, benar juga.""Untuk apa juga meminta ayah tega dengan kita, kalo ayah sendiri tidak mau, percayalah,jika pada akhirnya dia tidak betah dengan istrinya yang itu pasti ujung-ujungnya akan cari Bunda juga," ungkap Vito."Dan di hari ayah mencari bunda di situlah kita pun akan mencampakkan dia," timpal Erwin dengan mata berkilat, terlihat sangat marah dan benci pada Mas Imam."Sudah Bund, yang menangisi orang yang tidak pantas kita tangisi, Dia sedang berbahagia dengan keluarg
___🍓🍓🍓🍓___Semua orang terkejut, menyaksikan makanan kecil yang tumpah ruah ke lantai, mendengar caciannya aku langsung mendongak dan membantah."Nyonya rumah sudah memberi Saya makanan itu," ucapku."Mana mungkin Nyonya akan memberi makanan mahal sebegitu banyaknya, pasti kamu ngambil sendiri kan? Secara makanan itu tergeletak begitu saja di meja dapur," ucapnya."Duh, Tante biarin aja dia pergi," ucap salah seorang wanita."Gak bisa, wanita ini memang biang kerok, dia sengaja datang kemari untuk mengganggu anakku," ucapnya menunjuk wajahku, dengan hebohnya dia berteriak, mengatakan jika aku mengambil kesempatan dan memanfaatkan kebaikan hati orang lain untuk meraup makanan."Kau tidak oercaya tanyakan saja Nyonya rumah, maaf ya, saya bukan pencuri dan tidak akan pernah mencuri. Atau ... Kalian yang saat ini sedang menutupi aib kalian, dasar maling teriak maling!"Plak!Dia menampar wajahku dengan kerasnya, orang orang terkejut, kaget, dan menutup mulut mereka dengan tangan.Sa
__🍓🍓🍓🍓__Dua hari aku habiskan untuk mengemas hati dan memikirkan apa yang akan kulakukan, antara lebih dulu menggugat perceraian atau melaporkan perbuatan Mas Imam pada pihak berwajib.Aku tahu bahwa masalah ini bisa dibawa ke pengadilan agama, bahkan kantor polisi atas pemalsuan dokumen sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 pasal 93 Tentang Perubahan Administrasi Kependudukan yang berbunyi : Setiap Penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat atau dokumen kepada Instansi pelaksana dalam melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak lima puluh juta. Ditambah juga Mas Imam bisa dijerat pasal 97 Setiap penduduk yang dengan sengaja mendaftarkan diri sebagai kepala keluarga atau anggota keluarga lebih dari satu KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) atau untuk memiliki KTP lebih dari satu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (6) dipidana dengan pidana penjara
Orang-orang yang kebetulan berkerumun mencibir dan menyoroti mertua Mas Imam dengan nada cemoohan."Wuu ... Nggak ingat umur apa, masih mau mencuri," ujar seorang wanita."Ya, ampun, tobat Nek sudah ada bukti yang jelas kenapa masih tidak mau mengaku?" timpal yang lain.Wanita tua itu terlihat kaget bingung dan malu, dia berusaha menjelaskan namun tidak ada seorangpun yang mau mendengarkan orang orang mencibir dan menyoroti sementara penjual itu menuntut dia membayar.."Iya Pak saya akan bayar," ujarnya terbata-bata sambil mengeluarkan dompet. Namun karena mendengar keriuhan dan tertawaan orang, wanita itu jadi gemetar dan dompet yang dipegang jatuh koin-koin berserakan dan ibu itu berusaha meraih uangnya yang tercerai-berai di antara orang orang yang berdiri.Melihat dia yang kelimpungan dengan uangnya orang-orang bukan yang membantu tapi malah menertawakan.Tiba-tiba Sari datang dan kaget melihat keadaan ibunya yang di kerumuni massa."Ada apa ini? permisi ....""Ibu itu mencuri, d
Senin pagi, aku mendapatkan panggilan dari perusahaan Mas Imam, menurut informasi, aku harus ke sana untuk menemui manager cabang dan bicara. Tapi, entah untuk apa. Seusai membereskan rumah dan memastikan anak anak sudah sarapan, aku bergegas menuju kantoras Imam dengan menumpang taksi online.Sesampainya di sana, kutemui resepsionis dan memberi tahu bahwa aku dipanggil manager, setelah tiga puluh menit menunggu, dan manager datang, aku langsung menemui di dalam ruangannya."Silakan duduk Ibu Yanti," ucapnya."Terima kasih Pak.""Jadi, saya memanggil Ibu Yanti untuk memberi tahu bahwa Ibu berhak mendapatkan tunjangan bulanan dari perusahaan kami.""Benarkah, Pak, Alhamdulillah," ucapku bahagia."Iya, Bu. Namun itu hanya tunjangan, gaji pokok dan bonus tetap masuk ke rekening Pak Imam. Ini adalah bentuk bantuan dan kebijakan perusahaan atas nasib ibu Yanti dan anak-anak, maaf jika tak bisa membantu lebih."Aku tahu, sebagian dari kebaikan perusahaan ini adalah bentuk agar aku tak t
Aku kembali ke rumah, diantar dua orang polisi, anak anak syok, tetangga juga heboh, dan berita yang terdengar menyebar cepat. Bahwa aku nyaris dibunuh suami sendiri."Ya, Allah, Mbak yanti ..." Tetangga menatap iba, ada juga yang geleng-geleng kepala entah apa maksudnya, mungkin tidak habis pikir atau malah senang."Bunda, gimana keadaan Bunda?" Anak ana memeriksa, mereka nampak sedih dan hancur hatinya, terlebih ketika melihatku yang lebam dan terluka."Allahu Akbar, kenapa ayah begitu keji akhir akhir ini," gumam Erwin."Bersiaplah untuk kehidupan yang lebih sulit dari ini, mungkin kita akan terusir dari rumah ini Nak," ucapku."Apa? Kita akan diusir?""Ya, bisa jadi mengingat cara Ayah, kayaknya kita memang harus berakhir dengan pergi jauh dari sini.""Kalo memang harus begitu, ya sudah, mau bagaimana lagi," timpal Vito."Mulailah berkemas Nak," pintaku pelan."Iya, Bund."Kebetulan tetangga yang datang ke rumah untuk melihat keadaanku, mendengar itu, mereka hanya bisa mendecak
"Eh, Mbak, ... Saya dengar kabar Pak Imam dipecat dari kantornya," ucap Mbak Dita yang mendatangi ke rumah ketika aku sedang sibuk membuat cream kue."Oh ya, kok bisa, Mbak?""Mungkin perbuatan Suaminya Mbak sudah diketahui oleh bosnya.""Kalau benar maka mungkin dia akan semakin dendam kepada kami," balasku menggigit bibir."Bisa jadi juga, itu adalah titik balik pak imamnya mendapatkan hidayah untuk bertaubat," ucap tetangga dekat rumah itu."Tapi, Mbak, tahu dari mana?""Kan' suami saya pekerjaannya hampir sama dengan Pak Imam, cuma beda perusahaan aja, tapi mereka sering kok berasa di lokasi yang sama," ujar wanita itu."Iya, juga ya," gumamku pelan."Oh, ya, Mbak sudah punya rencana pindah?" tanyanya dengan mimik ingin tahu."Uhm, mungkin ... Tapi saya belum tau ke mana." Kulirik beberapa barang yang sudah masuk ke dalam kardus, sebagian sudah dikemas rapi dan sebagian lain belum dilakban."Sabar ya, Mbak. Saya sangat prihatin dan menyesalkan kejadian ini, mudah-mudahan Mbak bis