Kak secepatnya dikirimkan ya kak😊See you, next part ➡️
"Lo mau apa lagi, dari gue? Semuanya udah lo rampas. Senyuman gue juga gak ada artinya lagi." Tina terus memberontak, ingin secepatnya mengakhiri tingkah bodohnya itu.Will langsung memeluknya. "Aku gak tahu harus gimana lagi, aku gak tahu harus memakai cara apalagi? Aku juga tidak tahu bagaimana caranya, agar kamu mau memaafkan kebodohanku ini."Tina mendorong tubuh Will menjauh darinya. "Tidak ada, yang perlu kamu lakukan hanyalah diam saja. Meski jauh di dalam lubuk hatiku sangat membencimu Will, tapi sebenarnya aku masih mencintaimu. Jadi jangan lakukan apapun, lupakan saja semuanya. Biarlah lukaku ini sembuh dengan sendirinya, dengan berjalannya waktu." Akhirnya Tina berani mengatakan hal itu padanya.Tentu saja kata-kata Tina sedikit membuat hati Will merasa lega. Setidaknya Will merasa Tina sedang mencoba mengampuni dirinya sendiri, meskipun lelaki itu belum tahu kebenarannya. Apakah Tina telah memaafkannya atau tidak? Tapi yang jelas hal itu sudah tidak penting baginya. Yang t
Pak Selamet mulai mengabsen satu persatu. Namun, nama Keyla tak disebutkan Will bangkit. "Pak nama Keyla kenapa tidak disebutkan?" tanya Will mewakili pertanyaan teman mereka yang lain."Oh itu. Keyla sudah pindah sekolah," kata Pak Selamet."Pindah ke mana Pak?" tanya Ino, Tino, Padil, Tina, dan Will bersamaan."Ada apa ini, kenapa kalian kompak sekali. Lagipula bukankah kalian selalu bersama, kenapa bertanya pada Bapak?" Pak Selamet malah balik bertanya."Pak saya izin keluar sebentar." Will langsung lari pergi ke rumah Keyla."Tunggu! Mau keman. " Pertanyaan Pak Selamet terpotong, saat Tino ikut berdiri."Saya juga mau izin kelua. " Perkataan Tino langsung terhenti. Saat Pak Selamet memegang penggarisnya. Tino langsung duduk kembali. Diam di tempat, sangat patuh.***Will tiba di depan rumah Keyla. Ia terus menekan-nekan tombol bel, tapi tidak ada satupun orang yang keluar dari sana. Will mulai panik, ia kembali mencari. Sampai malam tiba, Keyla tak ditemukan olehnya ia pun memilih
Keyla membungkukkan badannya mulai mencari kembali, ia melihat sepasang sepatu lelaki di sana sepasang sepatu itu berdiri tepat di depan matanya. Ia mendongak lalu mendapati sang dosen sedang menatapnya, terasa aneh, padahal mereka baru saja saling bertemu, tapi kenapa? Kenapa ia merasa sudah mengenal lama orang itu."Akhirnya kau menatapku," katanya sambil tersenyum pada Keyla. Keyla mengangkat wajahnya sambil berdiri. Siapa dia sebenarnya? Kenapa wajahnya mengingatkan pada seseorang, tapi siapa? "Namamu?" tanya dosennya."Keyla Prawijaya," kata Keyla mencoba mengambil dompetnya."Mau ini?" tanyanya kembali menunjukkan dompetnya."Iya, dompet yang ada ditanganmu itu milikku. Bisakah kembalikan pada pemiliknya." "Harusnya kau bertanya nama seseorang yang sudah menemukan dompetmu?" katanya kembali, tapi kali ini terlihat dia ingin menggoda Keyla."Kamu ingin menggodaku?" "Menurutmu?" Kesal dibuat dosennya itu. Keyla mencoba menahan diri, bagaimana pun juga. Dia hanyalah seorang dosen
Pipi keduanya sedikit memerah. Tentu saja, wajah mereka berdua sangat dekat. Pada akhirnya Keyla berusaha memalingkan wajahnya dari tatapan Adam, begitu pun sebaliknya. "Ehem." Adam berdeham sambil mencari topik awal dari percakapan mereka."Baru saja ditinggal sebentar, langsung terluka seperti itu?" tanya Adam sedikit tidak berani melirik ke dalam matanya."Bukan urusan Bapak, lagi pula kenapa Bapak bawa saya kemari?" kata Keyla berbalik bertanya. Ia tidak mampu menatap kedua pasang bola mata itu."Harusnya berterima kasih terlebih dahulu, sebelum pindah ke topik lainnya." Adam menolak menjawab pertanyaannya.Keyla mendesah. "Terima kasih, lalu beri tahu saya Pak. Kenapa Bapak ada di sini?""Bisa tolong ceritakan apa yang sebenarnya terjadi, padamu?" "Jatuh. Sudahlah, lagi pula semua ini tidak ada urusannya dengan Bapak."Adam merasa Keyla menyembunyikan sesuatu hal darinya. "Dengan wajah babak belur seperti itu, yakin hanya terjatuh?" Adam merasa harus sedikit menggodanya. Mungkin
Adiknya selangkah mendekati kakaknya. "Maksudmu kau menemukannya, di mana? Apa dia baik-baik saja, katakan padaku?" "Hey! Berhentilah bicara omong kosong. Bagaimana mungkin aku tahu, kau sendiri tidak memberi tahuku siapa namanya." Sergah Adam mencegah adiknya memikirkan gadis itu. Terakhir kali. Adiknya sampai hampir gila, bahkan ingin loncat dari teras rumahnya sendiri karena dilarang mengejar gadis itu. Lebih baik ia secepatnya menghentikan topik itu, lebih cepat lebih baik."Keyla Prawijaya!" Teriak adiknya.Adam menoleh. "Siapa?""Gadis itu. Gadis yang ada dalam buku diaryku, jika kau mengetahui keberadaannya. Tolong beri tahu aku, sungguh aku sudah lelah mencarinya sampai ke Singapura. Tapi keberadaannya sulit untuk ditemukan, jadi ... jika kau tahu, jangan rahasiakan dia dariku. Aku janji tidak akan melakukan hal gila, seperti waktu itu." "Will, sebenarnya aku hanya bercanda. Haha." Adam terpaksa berbohong pada adiknya. Ia belum siap memberi tahukan keadaan gadis itu, takut
"Bagus, sikap patuh seperti itu baru anak didik yang baik." Adam langsung pergi dari sana.Keyla berpikir sebaliknya. Biarlah saja dia pergi, biarkanlah seperti apa yang diinginkannya. Kali ini Keyla mengalah untuk menang, karena apa? Jam kelas mereka kan berbeda. Suasana hati Keyla tidak terasa buruk, apa ia merindukan mengerjai seseorang? Ia menggelengkan kepalanya. Cukup! Jangan sampai ia memikirkannya lagi, Keyla hanya ingin melupakan segalanya tentang dirinya.Kelas terakhir. Keyla membereskan bukunya, dihadapan sudah ada tiga orang gadis di sana. Tentu saja Fatin dan juga kedua temannya. Namun, seseorang melewati mereka dan kini orang itu berada tepat dihadapannya. Lelaki itu memberikannya beberapa tumpuk buku, Keyla langsung memegang buku-buku itu. Ketiga gadis itu hanya melongo melihat dosen tertampan dan juga termuda di fakultasnya, kini menghampiri Keyla.Adam menoleh, Keyla tidak "Kenapa diam saja? Ayo cepat jalan!""Dengarkan penjelesanku dulu, tap, " ucapan Keyla terpoton
"Dengar baik-baik, jika tidak menuruti permintaanku. Maka, bukan hanya Fatin dan kedua temannya yang akan dendam padamu. Namun, semua mahasiswa yang berada di sekolah ini sepertinya aku tidak perlu menjelaskannya padamu." Adam mengatakannya dengan penuh percaya diri tingkat dewa."Iya, iya baiklah. Jadi lepaskan tanganku sekarang," ucap Keyla berdecih keheranan dengan tingkah lakunya.Sebenarnya Keyla masih sangat penasaran dengan laki-laki bernama Adam William itu, sampai sekarang ia belum berhasil menemukan jawaban atas rasa penasarannya yang dulu. Ia bermaksud meluapak masalah itu sebelum ia sendiri menjadi gila karena memikirkannya terus-menerus, namun kini bertambah satu hal lagi yang membuatnya menjadi lebih penasaran. Keyla memastikan oh ya, ia punya janji makan siang dengan orang tua murid yang akan menjadi murid lesnya. Adam mengantarnya ke sebuah lestoran yang dekat dengan rumahnya, tapi pertanyaannya sekarang. Kenapa orang yang sangat menyebalkan itu duduk disebelahnya? Ap
Keyla mengangkat wajahnya kembali. "Iiih, siapa yang mau jadi wanitamu?""Tentu saja kamu," ucap Adam sedikit menggodanya."Aku bukan wanitamu!" Teriak Keyla sampai suaranya keluar dari mobil.Adam menutup telinganya. "Pokoknya aku mau mengantarmu sampai depan rumahmu, jika tidak aku akan membuatmu terkejut.""Terkejut, dengan cara?" tanya Keyla polos, ia sedikit tersenyum malu mungkinkah Adam akan memberikan hadiah."Membuat nilaimu masuk dalam tingkat D semua, pasti kau akan terkejut.""Sial! Harusnya aku tak percaya padamu, baiklah belok ke kiri, lalu ke kanan dan ikuti saja jalannya. Ada rumah berwarna putih cream, ya di situlah rumahku. Tamat ...." Keyla mengatakannya dengan mata hampir tertutup pipinya sedikit bulat, sambil menggerutu di dalam hati.Tiba di depan rumah Keyla, lelaki itu langsung pamit ia ingin secepatnya bersiap-siap untuk makan malam. Keyla memegang gagang pintu. "Aku pulang.""Mama sedang masak." Ibunya masih memperhitungkan mau masak apa. Ibunya sedang membua