Home / Romansa / Jangan Seperti Pelangi / Gengs Cewek Cuantiq

Share

Gengs Cewek Cuantiq

Author: dinaqomaria
last update Last Updated: 2021-09-03 14:44:43

Violet berjalan menyusuri gang sempit menuju terminal depan kampusnya. Dua hari ke depan, dia akan melaksanakan sidang. Jadi, dia ingin kongkow dulu bersama Gengs Cewek Cuantiq. Begitu mereka menamai gengnya. Geng yang terdiri dari Elisa, Evy , Riri dan Violet.

Contoh anak muda ceria, bersemangat, aktif, kreatif. Gimana tidak kreatif? Saat angkatan mereka sedang terfokus dengan skripsi, geng ini bisa membagi perhatiannya pada dua hal sekaligus. Skripsi dan kerja sambilan.

Elisa, mempunyai job samping sebagai mc pada acara-acara yang diadakan oleh kampus mereka maupun di luar kampus. Baik itu seminar, bedah buku ataupun acara live music.

Evy, sangat menyukai tari dan selalu berpartisipasi bila kampus mengadakan acara. Sering ikut pagelaran tari di berbagai kampus, terkadang dia menyelenggarakan konser tari sendiri yang digabung dengan musik modern dari band musiknya Riri.

Riri, selalu menyukai hal yang berhubungan dengan band musik. Dan dia tergabung dalam band musik kampus, jadi selain ikut berkontribusi pada acara yang diadakan di kampus. Mereka juga sering terlibat pada acara di kafe dan lain-lain.

Terakhir, Violet. Violet ini adalah penulis muda yang berbakat dikampusnya. Tulisannya sering masuk bulletin kampus, majalah remaja dan cerpen. Violet adalah penggerak Pemuda Menulis, persatuan pemuda-pemuda kampus yang hobby menulis. Tapi kini, mereka juga mempunyai adik didik yang masih SMP dan SMA.

Violet berdiri di depan ruang dekan yang minimalis. Map plastik berisi berkas penelitian didekapnya kuat.

"Permisi..." Violet mendorong pintu ruangan. Dua pasang mata melihat dia kaget. Siapa lagi kalau bukan pak Sam dan si dosen cantik, bu Anita.

"Eh, maaf pak. Saya udah janjian dengan pak Juan. Hmm kalau gitu, saya tunggu diluar aja. Permisi pak, bu..."

Saat Violet akan berbalik, dia mendengarkan bisik-bisik Anita.

"Kamu, tidak akan bisa lepas dari saya..." Violet tergugu di depan pintu. Dia menunduk saat bu Anita melewatinya.

"Violet, silakan masuk. Saya mau bicara..." suara pak Sam terdengar dari dalam, Violet pun masuk dengan canggung.

"Iya, pak?" tanyanya tanpa berani menatap mata pak Sam. pak Sam menatap Violet yang berdiri menatap lantai.

"Dengar Violet. Saya tidak tahu, apa ketidaksengajaan kamu benar-benar suatu kebetulan. Tapi, saya harap...apa yang kamu lihat dan dengar, jangan pernah kamu anggap. Cukup kamu ketahui. Karena saya tidak ingin membuat siapapun menjadi canggung saat bertemu saya. Paham?"

"I...iya pak. Paham..."

"Baiklah, karena si jomblo belum datang. Apa kamu mau konsultasi ke saya?"

"Apa jomblo yang dia maksud itu, pak Juan? Widih...boleh dicoba nih" gumam Violet dalam hati.

"Oh, iya pak. Dengan senang hati..."

mereka pun mulai membahas sedikit demi sedikit isi dari skripsi Violet. Setelah dirasa cukup, Violet pun pergi meninggalkan ruangan misterius tersebut.

Dia melihat ponselnya. Isi chatt group cuantiqnya penuh dengan rencana short meeting mereka. Kali ini, mereka akan bertemu di kafe dekat perpustakaan Nasional di Salemba. Tempat enak untuk nongkrong membicarakan sesuatu.

Disana sudah duduk manis Elisa, Evy dan Riri. Mengobrol sambil sesekali bercanda dan menikmati minuman yang mereka pesan.

"Hei, jomblo. Sini, cepat! Ada kabar bagus!" Elisa berteriak memanggil Violet. Evy menarik bangkunya agar lebih dekat dengan mereka.

"Ada apa?" - Violet -

"Ada job bagus nih. Adik kelas kita mau adakan pagelaran musik yang diselingi oleh drama. Dengan tema "Musikku Inspirasiku". Nah...bisa gak, kamu buat naskah singkatnya?"

- Riri -

"Durasi berapa lama?" - Violet -

"Dua jam" - Elisa -

"Isinya begini. Prolog, cerita, musik, tari sebelum penutupan kita akhiri dengan puisi. Gimana?" - Evy -

"Untuk Mc atau prolog, aku yaa..."

jawab Elisa bangga. Mereka saling pandang dan tersenyum geli.

"Dimana dan kapan?" - Violet -

"Minggu, di ball room senayan."

- Elisa -

Ck...ck...ck...hebat. Pasti pagelaran besar nih, sayang kalau gak diambil. Rumayan untuk uang saku.

"Ok, nanti aku coba buat naskah kasarnya dulu yaa. Baru kita bicarakan detailnya. Yang penting, duitnya ok."

Violet mengedipkan sebelah matanya ke arah teman-temannya.

"Eittss gampang itu, sih. Udah aku tekankan dari awal." mereka melakukan tos setelah mendengar kata-kata Elisa. Makanan siap saji pun terhidang di hadapan mereka.

"Kali ini, biar aku yang traktir. Aku baru dapat hasil ngemsi di acara Meeting Pemegang Sahamnya tante Anita."

Mereka melongo mendengar kata-kata Elisa. Sempat-sempatnya curi star, saat mereka sedang sibuk menyiapkan sidang paripurna demi toga.

"Sebenarnya tante kebanggaan kamu itu, pekerjaannya apa?" tanya Violet penasaran.

"Widiih banyak. Dia dosen, suka ikut seminar, dan terlibat dalam perusahaan besar. Antam. Keren, kan?"

"Udah nikah?"

"Belum. Masih single. Padahal usianya sudah 35 tahun lho..."

Violet mengangguk-anggukkan kepala, masih penasaran maka dia bertanya lagi.

"Udah punya pacar?"

"Udah dong...cuma mereka belum mikirkan ke arah pernikahan. Begitu kata tanteku. Nih, photo mereka,"

Elisa memperlihatkan photo tante Anita dan pacarnya yang ganteng dan yang jelas bukan pak Sam. Pacarnya terlihat seusia. Pak Sam? Lebih pantas menjadi bapaknya.

"Hmm udah siang nih, pulang yuk?" Evy menyudahi makannya, dan hendak beranjak pergi.

" Eits...belum, dong. Kan kita mau ke Perpusnas. Cari referensi skripsi"

- Riri -

"Ok, deh. Yuuk cau. Udah kubayar ya!" Elisa menggamit tangan Violet yang duduk di sebelahnya. Mereka pun berjalan santai menuju Perpusnas.

Suasana yang lengang. Banyak mahasiswa yang lalu-lalang sepanjang sudut perpus, membuat siapapun yang datang akan senang dan tenang.

Mereka mengambil bangku dekat jendela, berdiskusi untuk bahan tanya-jawab saat sidang nanti. Violet berjalan menyisiri lorong buku, matanya tiba-tiba bertatapan dengan Tomy. Cowok ganteng, mantan pacarnya Elisa.

"Tomy?"

"Violet?"

Tomy mencium kedua pipi Violet yang berdiri terpaku dengan perlakuan semena-mena tersebut. Dan kini, perlakuan itu membuat sepasang mata meradang penuh emosi.

"Eh, Elisa. Maaf, ini..."

"Vio, kamu tahu gak dia siapa? Dia memutuskan aku secara sepihak, dan kini...dia sudah berani cipika-cipiki sama cewek lain. Teman aku! Gila, kamu Tom!"

Elisa mendorong kasar tubuh Tomy, lalu dia pergi ke luar perpus diikuti Violet dan Tomy.

"Elisa. Berhenti!"

Elisa menghentikan kakinya, dan melihat sinis ke arah Tomy. Sedangkan Violet hanya berlindung di belakang Tomy.

"Mau apa kamu, Tom? Belum cukup puas kamu sakiti aku? Setelah kamu buat gosip murahan, lalu kamu dekati teman aku? Hanya agar kita putus?!"

"Eh, kamu dengar yaa hubungan tante Anita dengan pak Sam. Itu bukan gosip murahan! Tante Anita, adalah isteri kedua pak Sam!"

Elisa terpana mendengar kata-kata Tomy, dia mundur perlahan.

"Kamu salah Tomy. tante Elisa sengaja mendekati pak Sam, agar kamu tidak terlalu mengekang aku lagi. Agar kamu cemburu. Dan, tante Anita adalah...adik dari isterinya pak Sam yang sedang berusaha menyatukan pak Sam dan istrinya,"

Violet ternganga mendengar percakapan mereka. Dia benar-benar tidak mengerti ada apa. Tapi tak tahu kenapa, dia merasa kasihan dengan pak Sam. Dosen killer yang baik hati, pujaan para mahasiswi di kampusnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jangan Seperti Pelangi   Mimpi Buruk

    Malam yang dingin, Violet berdiri di depan taman kecil yang baru saja di bangun Dani dan Mario. Ada lampu bulat di tengah dengan air mancur cantik dan angsa putih dua ekor. Angsa putih simbol keindahan alam. Hari ini dia hanya ingin duduk di salah satu bangku taman sambil menunggu Mario pulang ngantor. Dia sungguh bingung dengan keputusan yang harus diambil secepatnya. Mario masih dalam perawatan, tidak bisa mengharapkannya bekerja seperti dulu. Ring yang dipasang di pembuluh darah jantung sebelah kiri kadang membuatnya susah bernapas bila melakukan gerakan mendadak. Apakah itu benar karena ring yang terpasang? Ah, apapun alasannya Violet tidak ingin menekan Mario untuk bekerja seperti dulu. “Kak, nunggu abang, ya?” suara Sarah membuyarkan lamunannya. “Iya, bingung nih…chatt belum dibalas, telpon gak diangkat. Abang tuh biasanya rajin ngasih kabar tapi udah jam sebelas gini belum pulang juga. Kemana sih, dia yaa…” Violet mondar-mandir di teras sambil melipat tangannya, air putih

  • Jangan Seperti Pelangi   Arti Sebuah Keluarga

    Violet masuk ke ruang tamu memegang lengan Mario erat, seperti enggan melepaskan, membuat beberapa pasang mata menatap mereka haru. Violet menaruh tas di dekat pintu dan membawa Mario duduk di bangku panjang ruang tamu. Ada lelah yang teramat sangat di wajah mereka, mungkin buah penantian yang tak kunjung datang membuat mereka hampir putus asa. Tapi beberapa pasang mata yang kini ada di hadapan mereka, sungguh membuat mereka rindu. “Ibuuu, ayaaah…” Gaffin menghambur ke pelukan ibu, suara tangisnya begitu memilukan. Dia mencium kedua pipi Violet berkali-kali, lalu beralih ke Mario dan melakukan hal yang sama. “Ibu, ayah…ada pelangi di luar. Cantiiik banget! Bisa ayah ambilkan untuk Gaffin?” Gaffin menggelendot di kaki Mario. “Gak bisa, sayang. Pelangi itu biarpun indah tapi jauh dari jangkauan, jangan seperti pelangi, ya?” Mario mengusap lembut rambut Gaffin lalu memangku di pahanya. Mereka pun duduk bersama di ruang tamu, Viana yang kebetulan datang s

  • Jangan Seperti Pelangi   Si Kembar

    Teriakan Dani membuat wanita yang barusan memasuki ruang ICU menghentikan langkahnya, saat dia berbalik polisi sudah menahan langkahnya. Polisi langsung menjauhkan wanita tersebut dari sang bayi yang dikelilingi oleh banyak selang. Dani memperhatikan wanita itu dengan seksama, lalu dia meminjam ponsel Aci dan mencoba untuk menghubungi seseorang. Photo terkirim ke applikasi hijau lengkap dengan data dirinya. Kedua polisi dan Aci membelalakkan mata kaget melihat photo yang ada di ponsel Aci. Polisi satunya melapor ke meja perawat untuk meminta data, ternyata tidak ada perawat seperti yang mereka tahan. Malah perawat mereka kurang satu, setelah ditelusuri ternyata perawat mereka yang hilang terikat lemah di gudang dengan pakaian yang telah ditukar. Setelah beberapa polisi datang, mereka pun membawa wanita tersebut ke kantor polisi, diikuti oleh Dani dan Aci. “Tunggu, bang. Kasus hampir selesai, boleh kan kita makan dulu? Ini sudah siang menjelang sore. A

  • Jangan Seperti Pelangi   Pengakuan Sang Pria Brewok

    Hari yang naas bagi pria brewok. Saat dia melarikan diri bersama wanitanya, ternyata jejaknya sudah tercium polisi. Akhirnya, saat keluar tol dia harus pasrah ketika polisi menunggunya, mau menghindar pun tak bisa. Karena mereka menghampiri dari berbagai sisi. Dia saja bingung, daripada polisi bisa tahu kemana arah yang akan dia tuju setelah ini. Ahh, dia sudah bosan dengan hidupnya, jadi dia tak peduli lagi saat ini dan diapun mengikuti polisi ke kantor.Mereka memeriksa mobil, di bangku belakang terlihat wanita berambut pirang terbungkus asal-asalan, sudah tak bernyawa. Tapi, pria tersebut menggendong bayi cantik dan berkata lirih, “tolong selamatkan anak ini…” lalu menyerahkannya pada polisi yang langsung memeriksa keadaan sang bayi dan segera melarikan bayi tersebut ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan.Sang pria yang pasrah hanya bisa mengikuti beberapa polisi ke suatu ruangan. Polisi memintanya untuk melakukan beberapa pemeriks

  • Jangan Seperti Pelangi   Ghefira

    Seandainya bayi kecil itu bisa berbicara mungkin dia akan menangis sejadi-jadinya, tapi dia sudah terlalu lelah untuk menagis. Asi tidak ada, lalu dia minum apa? Tidak ada yang dapat menenangkannya, hanya ada teriakan untuk menyuruhnya diam. Ahh, apa salah dan dosaku? Aku hanya bayi berusia dua bulan, kata ibu. Kan aku tidak tahu persis berapa usiaku. Aku hanya tahu kalau aku telah dikeluarkan dari pembungkus berair selama berbulan-bulan. Dan aku didekap oleh tangan lembut yang terus-terusan mengecup semua wajahku, sambil mengucap syukur berkali-kali. Oh, ini pasti ibuku! Aku belum bisa berjalan, ya tentu saja. Aku hanya bisa menangis saat menginginkan atau mengalami sesuatu. Aku benar-benar tidak bisa apa-apa tanpa orang yang membantuku. Tapi, ibu, ayah, abang dan bou sangat perhatian padaku. Ah, sungguh beruntungnya aku! Sekarang, dimana mereka? Aku kehilangan mereka. Aku tidak mau berada di sini! Aku tidak kenal orang-orang ini! “Berisik banget sih, kamu? Ap

  • Jangan Seperti Pelangi   Bu Ita

    Violet berdiri di depan Rumah Jalanan. Dia benar-benar pasrah dengan keadaan Ghefira, karena ini sudah hari ke tiga dan belum ada kabar apapun tentang Ghefira. Polisi bilang sedang dalam penyelidikan, jadi Violet disuruh tenang. Saking tenangnya Violet, air mata pun sudah kering. Dia berjalan memasuki ruangan, siang panas menyengat membuat peluh di dahi Violet tak berhenti mengucur. Sepi, Violet melirik jam tangannya. Hmm pantas! Jam 1 siang, paling enak tidur apalagi setelah makan siang. Kali ini dia bisa meninggalkan Mario sebentar, karena ada ibu dan ayah yang jaga. Entah apa yang menarik hatinya ke sini, tapi begitu sampai dia hanya ingat satu anak. Dani. “Ihsan, bangun…” Violet membangunkan Ihsan yang tertidur di ruang tengah dengan beralaskan karpet. “Eh, kak. Tumben siang-siang di hari kerja begini kok, kesini? Ada apa?” tanya Ihsan mengucek matanya. Dia tersenyum melihat Violet yang selalu tampil cantik, bahkan saat dirundung kemelut sep

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status