Home / Romansa / Jangan Seperti Pelangi / Rahasia Dosen Killer

Share

Rahasia Dosen Killer

Author: dinaqomaria
last update Last Updated: 2021-09-02 23:44:00

Seperti janji Violet pada pak Sam. Tiga minggu setelah kunjungan terakhir ke rumah pak Sam, Violet pun bisa bernafas lega karena skripsinya sudah mencapai tahap akhir.

Violet berdendang ria, menyesap teh panasnya di cangkir. Tak menyadari ayah yang memperhatikan tingkahnya.

"Vio, duduk sini."

"Iya, yah. Ada apa?"

"Kakak kamu, Viana sebentar lagi nikah. Kamu bantu urus pernikahannya yaa"

"Ok deh, yah...gampang itu..." Violet mengambil singkong rebus dimeja untuk sarapan. Dia tak biasa makan nasi goreng. Maghnya tidak bagus. Hari ini banyak menu sarapan yang tersaji. Singkong rebus, pisang kukus dan nasi goreng. Sederhana tapi menarik.

"Gimana skripsi kamu?"

"Oh, tenang yah...hari demi hari berlalu, bulan demi bulan berganti, dan..."

"Vioo jangan ngada-ngada! Jawab aja pertanyaan ayahmu." sahut ibu kesal dari dapur. Adiknya turun dari tangga dengan rambut berantakan, menyampirkan handuk di leher.

"Pertanyaan apa, bu? Frans kan belum nanya."

"Eleuh...ni lagi. Bagus kamu mandi, sikat gigi biar ngigaunya gak kelamaan." kata Viana kepada Frans si bungsu. Viana adalah kakaknya Violet. Cerdas, aktif dan ceria seperti motto anak PAUD.

"Bu, hari ini Via pulang agak malam ya! Pulang kerja, Via mau ke rumah sakit kanker. Kakaknya teman Via sakit, ma."

"Oh ya? Sakit apa?"

"Kanker rahim, bu..."

"Astaghfirullah..." Ibu dan Violet mengelus dada kaget. Banyak sekali penyakit menyeramkan yang tak disadari manusia sampai berkembang menjadi lebih parah.

"Baik, nanti pulang sama siapa?"

"Dio yang antar, bu..."

"Kak, calon pengantin yang mau dekat pernikahan. Gak boleh ketemuan dulu. PAMALI!"

"Pamali itu kalau diucapkan, dipercayai dan dilaksanakan maka terjadi. Tawakkal, percaya sama Allah. Emang kamu mau, kakakmu yang cantik jelita mewangi sepanjang hari ini pulang sendiri terus dibawa lari orang lain?"

"Beuu siapa juga yang mau melakukan hal tercela begitu," Violet pindah duduk ke sebelah ayah.

"Nah, udah sampai mana skripsi kamu?"

"Vio udah masukkan surat untuk sidang, yah. Insyaallah sebentar lagi ada panggilan sidang," Violet mengunyah singkong rebus kesukaannya.

"Hmm ok...besok ayah pergi dulu ya, bu! Ada urusan di Bogor,"

"Apa, yah?"

"Seminar pendidikan."

"Violet boleh ikut, yah?"

"Boleh aja kalau gak ganggu kuliah kamu."

"Sip lah. Kita berangkat jam berapa, yah?"

"Kita berangkat jam tujuh pagi. Nanti ada yang jemput."

"Ok, yah...Vio masuk kamar dulu yaa"

Violet pun menyiapkan keperluan untuk besok. Buku catatan, alat tulis, dan baju ganti, juga alat mandi. Kata mama, kemanapun pergi...jangan lupa membawa semua itu. Jadi tidak repot, jika sesuatu hal terjadi.

Violet tiduran dikasurnya, dia sudah tak sabar menunggu pagi. Berpergian bersama ayahnya, adalah hal yang selalu Violet nantikan. Ayahnya seorang dosen di universitas swasta terkenal di Jakarta, panutan bagi banyak orang. Bagi Violet yang masih sendiri alias single, dia akan mencari sosok paduan dari ayah dan adiknya. Sifat berpendidikan ayah sebagai guru dan sifat tenang adiknya dalam menghadapi masalah menjadi kriteria Violet dalam menentukan pasangan hidupnya. Boleh dong...? Boleh lah.

Violet tidak pernah melakukan hubungan serius dengan lelaki lain, tetapi dia punya banyak teman lelaki. Violet ingin menunggu sosok lelaki perpaduan ayah dan adiknya. Semoga menjadi kenyataan. Aamiin.

Dia merebahkan dirinya di kasur, pikirannya terus menjelajah kemana-mana sampai dia tertidur pulas, dan pagi menjelang. Sinar pagi masuk melalui celah jendela, menyilaukan pandangan Violet.

Jam menunjukkan pukul setengah enam pagi. Dia terkejut bangun dan bergegas ke kamar mandi untuk berwudhu lalu melaksanakan shalat subuh. Setelah itu dia mandi dan mengganti pakaiannya. Violet memasukkan pakaian kotornya ke dalam mesin cuci, lalu mencuci sambil menulis novel digital. Ya, hobby tetaplah hobby. Bisa dilakukan saat ada kesempatan, dan kesempatan itu harus diadakan bukan hanya ditunggu. Benar, kan?

Selesai mencuci, Violet pun segera mandi dan bersiap-siap. Dia menuruni anak tangga menuju ruang makan.

"Vio, sarapan dulu sebelum pergi. Jangan lupa ajak ayah dan tamunya ya!" Teriak ibu dari dapur.

"Iya, bu" Violet pun memanggil ayah dan seorang pemuda tampan di ruang tamu untuk sarapan bersama di ruang makan.

"Weteeuu ganteng bingits geeess,"

Gumamnya dalam hati.

Mereka makan bersama tanpa banyak bicara, selesai makan mereka mengobrol di ruang tamu sampai memutuskan akan berangkat.

"Bu, Vio pergi dulu, ya!"

"Iya, hati-hati...be a good girl."

"Always bu. Assalamu'alaikum..."

"Kami pergi, permisi bu. Assalamu'alaikum..."

"Oh iya. Hati-hati ya nak Tomy. Wa 'alaikum salam..." Ibu mengantar mereka ke mobil setelah mencium tangan ayah, mobilpun berjalan pelan menyusuri jalan.

Selama perjalanan, Violet terus mengetik novel di laptopnya. Sambil menghayal, kadang tersenyum sendiri, kadang cemberut. Tomy yang menyetir jadi ikut senyum-senyum melihat tingkah Violet dari kaca.

Dua jam, akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Kampus Negeri di Bogor itu tampak asri dengan berbagai tanaman dan pohon yang berbaris rapi.

Tomy memarkirkan mobilnya tepat di depan kolam kecil yang ada pada parkiran aula kampus. Spanduk bertuliskan, "Mari, Mengkaji Linguistik Dalam Komunikasi" terpampang di hadapan mereka. Bersama nara sumber Prof. Drs. Syahbuddin yang diikuti oleh Forum Pemuda Kebahasaan, dengan sponsor berbagai macam buku penerbit dan stand karya para mahasiswa.

Mata Violet menyipit, memperhatikan seseorang yang mulai menyita perhatiannya. Tante cantik, dirumah dosennya. Pak Sam. Tapi Violet tidak berani menegurnya, jadi dia hanya memperhatikan dari jauh.

"Dia itu...wanita keren. Dosen pujaan para pemuda di kampus ini. Namanya Anita. Cantik, kan?" Violet tak sadar mengangguk.

"Eh, Tomy..kirain ikut bergabung kesana"

"Bu Anita itu masih muda. Lulusan Luar negeri, S2 disana. Pada akhirnya dia kembali ke Indonesia dan menyibukkan diri di kampus ini. Masih single lho..."

"Oh, kirain udah nikah. Soalnya, aku suka liat di kampus." Violet berbohong. Dia sedikit penasaran dengan status wanita tersebut. Karena bu Anita terlihat sangat akrab dengan pak Sam, dosen ganteng kesayangan Violet.

"Oh, ya?"

"Kamu kenal pak Sam gak? Dosen dari kampusku. Aku lihat, wanita itu dekat sama pak Sam. Saat mereka ada di kampus sih, bersama dosen lain." Violet berbohong lagi. Dia ingin memancing pendapat Tomy.

"Hmm wanita itu, istri keduanya pak Sam."

Violet terkejut, apa benar yang dikatakan Tomy? Tahu darimana ya?

"Oh, gitu. Mereka cocok. Ngomong-ngomong, kemana isteri lamanya?"

"Ada."

Violet benar-benar suprise dengan perkataan-perkataan Tomy. Tapi mimik wajah Tomy biasa saja, sepertinya dia sangat mengetahui hal tersebut.

"Tau darimana, Tom?"

"Dari mantan pacarku. Elisa."

Aiihh kebetulan yang mengejutkan. Violet tersenyum, tapi dia diam saja. Dia tidak akan menceritakan hal ini kepada siapapun, sampai Violet sendiri yang akan mencari tahu.

Tapi, apa urusan Violet ya? Ah...sutralah, bodo amat. Mungkin seperti inilah yang namanya fans.

Sesi pertanyaan dibuka, begitu banyak yang antusias terhadap jalannya seminar. Violet tersenyum melihat ayahnya yang cepat tanggap menanggapi pertanyaan-pertanyaan para mahasiswa, tentunya dibantu dengan dosen cantik isteri kedua pak Sam. Dosen killer yang ternyata lembut hati. Kalau tak lembut hati, gimana wanita bisa tertarik. Betul apa benar??

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jangan Seperti Pelangi   Mimpi Buruk

    Malam yang dingin, Violet berdiri di depan taman kecil yang baru saja di bangun Dani dan Mario. Ada lampu bulat di tengah dengan air mancur cantik dan angsa putih dua ekor. Angsa putih simbol keindahan alam. Hari ini dia hanya ingin duduk di salah satu bangku taman sambil menunggu Mario pulang ngantor. Dia sungguh bingung dengan keputusan yang harus diambil secepatnya. Mario masih dalam perawatan, tidak bisa mengharapkannya bekerja seperti dulu. Ring yang dipasang di pembuluh darah jantung sebelah kiri kadang membuatnya susah bernapas bila melakukan gerakan mendadak. Apakah itu benar karena ring yang terpasang? Ah, apapun alasannya Violet tidak ingin menekan Mario untuk bekerja seperti dulu. “Kak, nunggu abang, ya?” suara Sarah membuyarkan lamunannya. “Iya, bingung nih…chatt belum dibalas, telpon gak diangkat. Abang tuh biasanya rajin ngasih kabar tapi udah jam sebelas gini belum pulang juga. Kemana sih, dia yaa…” Violet mondar-mandir di teras sambil melipat tangannya, air putih

  • Jangan Seperti Pelangi   Arti Sebuah Keluarga

    Violet masuk ke ruang tamu memegang lengan Mario erat, seperti enggan melepaskan, membuat beberapa pasang mata menatap mereka haru. Violet menaruh tas di dekat pintu dan membawa Mario duduk di bangku panjang ruang tamu. Ada lelah yang teramat sangat di wajah mereka, mungkin buah penantian yang tak kunjung datang membuat mereka hampir putus asa. Tapi beberapa pasang mata yang kini ada di hadapan mereka, sungguh membuat mereka rindu. “Ibuuu, ayaaah…” Gaffin menghambur ke pelukan ibu, suara tangisnya begitu memilukan. Dia mencium kedua pipi Violet berkali-kali, lalu beralih ke Mario dan melakukan hal yang sama. “Ibu, ayah…ada pelangi di luar. Cantiiik banget! Bisa ayah ambilkan untuk Gaffin?” Gaffin menggelendot di kaki Mario. “Gak bisa, sayang. Pelangi itu biarpun indah tapi jauh dari jangkauan, jangan seperti pelangi, ya?” Mario mengusap lembut rambut Gaffin lalu memangku di pahanya. Mereka pun duduk bersama di ruang tamu, Viana yang kebetulan datang s

  • Jangan Seperti Pelangi   Si Kembar

    Teriakan Dani membuat wanita yang barusan memasuki ruang ICU menghentikan langkahnya, saat dia berbalik polisi sudah menahan langkahnya. Polisi langsung menjauhkan wanita tersebut dari sang bayi yang dikelilingi oleh banyak selang. Dani memperhatikan wanita itu dengan seksama, lalu dia meminjam ponsel Aci dan mencoba untuk menghubungi seseorang. Photo terkirim ke applikasi hijau lengkap dengan data dirinya. Kedua polisi dan Aci membelalakkan mata kaget melihat photo yang ada di ponsel Aci. Polisi satunya melapor ke meja perawat untuk meminta data, ternyata tidak ada perawat seperti yang mereka tahan. Malah perawat mereka kurang satu, setelah ditelusuri ternyata perawat mereka yang hilang terikat lemah di gudang dengan pakaian yang telah ditukar. Setelah beberapa polisi datang, mereka pun membawa wanita tersebut ke kantor polisi, diikuti oleh Dani dan Aci. “Tunggu, bang. Kasus hampir selesai, boleh kan kita makan dulu? Ini sudah siang menjelang sore. A

  • Jangan Seperti Pelangi   Pengakuan Sang Pria Brewok

    Hari yang naas bagi pria brewok. Saat dia melarikan diri bersama wanitanya, ternyata jejaknya sudah tercium polisi. Akhirnya, saat keluar tol dia harus pasrah ketika polisi menunggunya, mau menghindar pun tak bisa. Karena mereka menghampiri dari berbagai sisi. Dia saja bingung, daripada polisi bisa tahu kemana arah yang akan dia tuju setelah ini. Ahh, dia sudah bosan dengan hidupnya, jadi dia tak peduli lagi saat ini dan diapun mengikuti polisi ke kantor.Mereka memeriksa mobil, di bangku belakang terlihat wanita berambut pirang terbungkus asal-asalan, sudah tak bernyawa. Tapi, pria tersebut menggendong bayi cantik dan berkata lirih, “tolong selamatkan anak ini…” lalu menyerahkannya pada polisi yang langsung memeriksa keadaan sang bayi dan segera melarikan bayi tersebut ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan.Sang pria yang pasrah hanya bisa mengikuti beberapa polisi ke suatu ruangan. Polisi memintanya untuk melakukan beberapa pemeriks

  • Jangan Seperti Pelangi   Ghefira

    Seandainya bayi kecil itu bisa berbicara mungkin dia akan menangis sejadi-jadinya, tapi dia sudah terlalu lelah untuk menagis. Asi tidak ada, lalu dia minum apa? Tidak ada yang dapat menenangkannya, hanya ada teriakan untuk menyuruhnya diam. Ahh, apa salah dan dosaku? Aku hanya bayi berusia dua bulan, kata ibu. Kan aku tidak tahu persis berapa usiaku. Aku hanya tahu kalau aku telah dikeluarkan dari pembungkus berair selama berbulan-bulan. Dan aku didekap oleh tangan lembut yang terus-terusan mengecup semua wajahku, sambil mengucap syukur berkali-kali. Oh, ini pasti ibuku! Aku belum bisa berjalan, ya tentu saja. Aku hanya bisa menangis saat menginginkan atau mengalami sesuatu. Aku benar-benar tidak bisa apa-apa tanpa orang yang membantuku. Tapi, ibu, ayah, abang dan bou sangat perhatian padaku. Ah, sungguh beruntungnya aku! Sekarang, dimana mereka? Aku kehilangan mereka. Aku tidak mau berada di sini! Aku tidak kenal orang-orang ini! “Berisik banget sih, kamu? Ap

  • Jangan Seperti Pelangi   Bu Ita

    Violet berdiri di depan Rumah Jalanan. Dia benar-benar pasrah dengan keadaan Ghefira, karena ini sudah hari ke tiga dan belum ada kabar apapun tentang Ghefira. Polisi bilang sedang dalam penyelidikan, jadi Violet disuruh tenang. Saking tenangnya Violet, air mata pun sudah kering. Dia berjalan memasuki ruangan, siang panas menyengat membuat peluh di dahi Violet tak berhenti mengucur. Sepi, Violet melirik jam tangannya. Hmm pantas! Jam 1 siang, paling enak tidur apalagi setelah makan siang. Kali ini dia bisa meninggalkan Mario sebentar, karena ada ibu dan ayah yang jaga. Entah apa yang menarik hatinya ke sini, tapi begitu sampai dia hanya ingat satu anak. Dani. “Ihsan, bangun…” Violet membangunkan Ihsan yang tertidur di ruang tengah dengan beralaskan karpet. “Eh, kak. Tumben siang-siang di hari kerja begini kok, kesini? Ada apa?” tanya Ihsan mengucek matanya. Dia tersenyum melihat Violet yang selalu tampil cantik, bahkan saat dirundung kemelut sep

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status