Semoga suka dengan 2 bab kita hari ini, MyRe. Sehat selalu untuk kalian dan semangat! Terus dukung novel kita dengan cara vote gems, hadiah, dan komentar manis di kolom review. Papai ….
"Ini obat dan vitamin untuk Nyonya Tita," ucap dokter perempuan yang sudah memeriksa kondisi Tita. "Untuk keluarga, kalian semua tidak perlu terlalu panik. Reaksi seperti ini memang sering terjadi pada ibu hamil. Itu disebabkan oleh hormon kehamilan," ucap dokter tersebut sambil tersenyum manis di akhir kalimat. "Ucapanku sebelumnya benar bukan? Reaksi Tita tadi, itu karena kondisinya," ucap Raymond bangga karena ucapannya benar tentang kondisi Tita yang mual karena mencium aroma minyak bayi. "Kok Mas tahu?" tanya Carmen, ikut bangga karena ucapan suaminya benar. "Karena aku memperhatikanmu saat kau hamil dulu, Sweetheart," jawabnya lembut, mencubit pelan ujung hidung istrinya. "Ah, kupikir bukan karena Tita hamil. Sebab Tita memang tak suka aroma minyak bayi, Tuan," ucap Digeo. Pada akhirnya ke empat orang itu mengobrol. Raymond dan Diego membahas nama untuk calon cucu mereka, sedangkan Carmen dan dokter yang memeriksa Tita sedang mengobrol seputar ibu hamil. Meskipun Carmen per
"Ah, pasti mau bikin kejutan yah …." ucap Carmen dengan penuh semangat. "Maa, aku …-" Damian ingin menjelaskan, akan tetapi tiba-tiba ayahnya memeluknya. "Selamat, Jagoan Ayah," ucap Raymond dengan perasaan senang dan bangga, "akhirnya kau akan menjadi seorang ayah," lanjutnya, melepas pelukan dari Damian sambil menepuk-nepuk pelan pundak putranya. Senyuman lebar menyinggung di bibirnya, perasaan bahagia kentara jelas memancar di wajahnya. "Selamat, Nak, dan terimakasih karena kau membuat kami akan menjadi seorang Kakek dan Nenek." Giliran Diego yang memberikan selamat, dia tak kalah senang dari Carmen dan Raymond. "Terima kasih." Damian hanya mengatakan hal itu pada ketiganya, raut mukanya masam dan sedikit gugup. Hell! Kenapa kebohongan ini merambat menjajah orang tua dan mertuanya? Siapa yang telah menyebar kebohongan yang dia buat tentang kehamilan Tita? "Sbastian, berikan selamat pada Damian," ucap Diego, menatap penuh peringatan pada Sbastian. Sejak tadi, Sbastian han
"Aku juga suka." Tita mencomot satu nugget gosong lalu memakannya. Setelah mengunyahnya, mata Tita melebar sedikit. Entah kenapa nugget gosong ini terasa sangat enak bagi Tita. 'Apa jangan-jangan Kak Damian milih nugget gosong, memang karena enak, bukan karena perhatian padaku yah?' batin Tita, kembali meraih nugget gosong di piring Damian lalu memakannya dengan lahap. "Ini sangat enak," gumamnya pelan, menatap nugget gosong yang ia gigit dengan mata berseri-seri–caranya memandang nugget tersebut seolah dia telah menemukan penemuan yang luar biasa. Cup' Tita mencium nugget tersebut lalu kembali menggigitnya. "Tita, itu tidak layak untuk …-" Tita langsung memotong ucapan Damian. "Ini sangat enak, pantas saja Kakak milih yang gosong. Ternyata karena rasanya lebih enak. Kirain!" ucap Tita, melirik Damian dengan ekspresi berang. Di akhir kalimat dia menyindir suaminya. Damian mengerutkan kening karena heran, dia juga merasa aneh dengan Tita. Setahunya–informasi yang d
Tita bangun dan menemukan dirinya di dalam kamar–apartemen Damian. Tita menoleh ke sebelah dan tak menemukan Damian. Mungkin pria itu sudah berangkat bekerja. Mengingat pertengkarannya dengan Damian, tadi malam, Tita meringis dan gugup. Ini pertama kalinya Damian marah padanya dan pria itu sangat mengerikan. Namun, Tita mengesampingkan rasa takut dan cemas tersebut. Damian sudah keterlaluan karena menuduhnya berselingkuh, Tita perempuan baik-baik dan dia tak terima dengan tuduhan Damian. "Apa aku kabur saja yah?" gumam Tita, menggaruk pipi sambil menunduk dalam. Seharusnya setelah tidur, dia merasa lega dan tak memikirkan masalah tadi malam. Namun, yang terjadi dia malah khawatir berlebihan–membuat jantung Tita berdebar kencang dan tak nyaman. Tadi malam, Damian meminta maaf padanya. Akan tetapi sepertinya pria itu tak benar-benar meminta maaf. Pasti pria itu hanya menjebak Tita dengan kata maaf, supaya Tita bersedia pulang. "Ini kesempatanku. Sebelum dia pulang, aku
"Kenapa Kakak tahu?" cicit Tita. Dia takut pada Damian akan tetapi dia penasaran. Sedangkan Damian, matanya melotot karena tak menduga bahwa Tita sama sekali tak mengelak saat dia sebut sedang jatuh cinta. Namun, detik berikutnya raut kemarahan langsung menyelimuti Damian. Damian menyentak pinggang Tita lalu melingkarkan tangannya secara erat di sana. Tubuh mereka merapat. Damian menunduk untuk menatap Tita yang terlihat gugup. "Aku paling tidak suka perselingkuhan, Tita!" dingin Damian dengan suara menggeram rendah. Dia mencoba menahan kemarahan yang telah menyelimuti dirinya. Tita menggelengkan kepala. "Aku tidak berselingkuh. Aku hanya diantar pulang oleh Kak James, kenapa langsung di cap berselingkuh?" "Kau menyukainya bukan?" Satu tangan Damian yang bebas mencengkeram pipi Tita, cukup kuat karena kemarahan yang semakin tak terkendalikan. "Tentu! Dia pria yang menyenangkan dan bisa membuatmu tertawa. Kau pasti suka dan jatuh cinta padanya." Tita mengerutkan kening,
"Kak James," ucap Tita pelan, kembali duduk ke tempat semula. James mengerutkan kening, sebagai ke arah piring di depan Tita–di mana di piring tersebut berisi mie yang terlihat pedas. "Tita, kenapa kamu memesan makanan pedas? Kamu kan sedang hamil," ucap James dengan nada lembut, menegur Tita yang memesan makanan pedas. Wajah Tita seketika pucat, tegang, dan panik. Astaga! Dia lupa jika dia pernah berpura-pura hamil di depan pria ini dan Catrina. Wait! Jangan-jangan Catrina semakin nekat padanya, itu karena Catrina marah karena dia hamil–mengandung anak Damian. Sejujurnya Tita sangat heran dengan Catrina. Awalnya dia kira perempuan janda sehingga menggatal pada Damian. Namun, ternyata perempuan itu masih bersuami, dan suaminya seorang pilot. Aneh saja rasanya karena dia perempuan bersuami tetapi berharap bisa menjadi pasangan suami orang. Apa karena suaminya sering meninggalkannya sehingga dia haus belaian? "Hehehe … lagi ngidam, Kak," jawab Tita, mendapat anggukan