Carmen Gaura Wijaya dijual oleh ibu tirinya pada pria pengusaha di kota mereka. Carmen melarikan diri dan bersembunyi di hotel tempatnya bekerja. Naas, Carmen salah memasuki kamar. Pria dalam kamar itu tiba-tiba menariknya ke atas ranjang lalu memaksa Carmen untuk melayani nafsunya. Carmen sangat syok, tetapi lebih syok ketika pria yang merampas mahkotanya tersebut mengaku sebagai suami Carmen. Dia Raymond Kaizer Abraham, pria misterius yang menikahi Carmen lima tahun lalu. "Aku tidak mengenalmu. Kumohon jangan lakukan. Le-lepaskan aku!!" pekik Carmen, meronta-ronta agar dibebaskan oleh seorang pria yang berniat merampas mahkotanya. "Bagaimana bisa kau tak mengenali suamimu sendiri, Wifey?" Raymond Kaizer Abraham.
View More"A-aku tidak mengenalmu! Lep-lepaskan aku …." Carmen menjerit pada seorang pria yang saat ini berada di atas tubuhnya. Pria tersebut berniat melepas pakaian yang membungkus tubuh Carmen.
"Ti-tidak!" Carmen menggelengkan kepala, suaranya bergetar hebat dan air mata jatuh deras. Dia ketakutan, punggung sudah panas dingin dan tubuh terasa membeku. Pria ini berhasil melepas bajunya–di mana kini Carmen hanya mengenakan bra hitam. Perut mulusnya diraba oleh pria tersebut–menatap Carmen penuh letupan gairah, sembari menyunggingkan smirk yang mengerikan. Tangan pria dewasa tersebut naik ke atas undukan indah Carmen, membuat Carmen semakin takut dan terus menangis. "Ja-jangan … hiks … jangan …." Carmen memohon sembari menyingkirkan tangan pria itu dari atas undukan indahnya. Dia berhasil menjauhkan tangan pria itu akan tetapi tindakan pria tersebut semakin jauh. Pria itu menelusup pada ceruk leher Carmen, lalu mencium kulit leher Carmen secara rakus. Carmen benar-benar geli, jijik dan kotor dengan apa yang pria ini lakukan pada lehernya. Carmen memberontak dan terus mendorong pundak pria ini akan tetapi dia tak berhasil. Tenaga pria ini jauh lebih kuat dibandingkan Carmen. Sekarang pria ini mengikat tangan Carmen di atas kepala dengan sebuah dasi pria itu sendiri, hal tersebut membuat tangisan Carmen semakin kencang. Dia sangat takut! Tetapi semakin dia takut, pria ini sepertinya semakin bersemangat. "Hiks … apa salahku padamu?!" jerit Carmen, menangis sembari menatap memohon pada pria ini. Dia perempuan yang tak ingin dikasihani akan tetapi hari ini, Carmen berharap pria dewasa ini mengasihaninya. Sebetulnya pria ini sangatlah tampan, bahkan awal bertemu dengannya, Carmen menganga serta terpaku karena dibuat terpesona. Namun, apa yang pria ini lakukan padanya bukanlah perbuatan pria sejati! Dia brengsek dan bejad! "A-aku tidak mengenalmu. To-tolong bebaskan aku … hiks …. A-aku perempuan bersuami!" mohon dan pekik Carmen, menendang-nendang supaya pria itu kesulitan melepas celana jeans yang Carmen kenakan. "Cih." Tiba-tiba saja pria itu berdecis geli, seakan-akan tangisan Carmen adalah lelucon baginya, "akhirnya kau ingat padaku, meski kau tak mengenaliku, Wifey!" Suara bariton mengalun berat, terkesan seksi namun mengerikan secara bersamaan. Isakan Carmen memelan, menatap bingung bercampur takut pada sosok pria tampan tersebut. Tanpa dia sadari dia lengah dan pria itu berhasil melepas celana jeans-nya. Saat pria itu meraba paha mulusnya, barulah Carmen tersadar–dia tersentak dan kembali menangis. "Tidak kusangka istri kecilku menjual diri. Seharusnya, dulu, sebelum meninggalkanmu, aku memerawanimu. Cih," ucap pria itu lagi, kembali berdecis remeh sembari menatap penuh kabut gairah pada Carmen. Tubuh Carmen sangat menggiurkan dan menggoda. Feromon perempuan ini tercium jelas dan itu semakin membangkitkan hasratnya untuk segera menikmati perempuan ini. "Sudah berapa banyak pria yang menyentuhmu, Heh?!" remehnya kembali, membuat Carmen semakin terisak tangis. Carmen diliputi ketakutan dan dia tidak bisa mencerna apapun. Satu yang ada di pikiran Carmen, kenapa takdirnya se lucu ini?! Sebelum ini, dia bersusah payah kabur dari kejaran anak buah seorang pria yang membelinya pada ibu tirinya. Berhasil bersembunyi dari pria itu, tetapi dia malah berakhir menjadi santapan pria iblis ini. Yah, sebelum kejadian ini. Carmen Gaura Wijaya (berusia 23 tahun) baru saja pulang dari hotel–tempat ia bekerja sebagai koki. Tepat di depan rumahnya, Carmen melihat sebuah mobil mewah terpakir. Awalnya, Carmen mengira itu mobil suaminya yang telah meninggalkannya sejak lima tahun lalu. Mungkin suaminya telah kembali dan berniat menjemputnya–sesuai perkataan suaminya dulu. Namun, ketika masuk ke rumah, Carmen mendapati ibu tirinya berbicara dengan seorang pengusaha di kota mereka. Jelas itu bukan suaminya karena suaminya bukan dari kota ini. Carmen mendengar percakapan antara ibu tirinya dan pria itu. Di mana pria tersebut berniat membeli Carmen untuk diperistri. Ibu tirinya yang mata duitan setuju dan mereka melakukan transaksi jual beli. Carmen tak mau dinikahi oleh pria itu, dia sudah bersuami meskipun suaminya tak pernah pulang. Dia juga bukan barang yang diperjual belikan. Carmen memutuskan kabur. Dia lewat belakang untuk menuju kamar, dia mengemasi pakaian dalam koper lalu segera kabur dari rumah itu. Sebetulnya berat bagi Carmen meninggalkan rumah tersebut, karena rumah itu adalah rumah peninggalan ayahnya. Namun, dia tidak mau dijual! Carmen berhasil keluar dari rumah, akan tetapi kedapatan oleh Clarissa–kakak tirinya yang baru saja pulang party. Mereka bertemu di depan gerbang rumah. Clarissa--kakak tirinya langsung berlari masuk ke rumah untuk memberitahu ibunya. Pada akhirnya, Carmen menjadi buruan para anak buah pria yang membelinya. Carmen ke hotel tempatnya bekerja, satu-satunya tempat yang terlintas di kepalanya untuk dijadikan tempat persembunyian. Dia memesan kamar secara tergesa-gesa. Setelah itu, segera ke kamar tersebut untuk bersembunyi. Ketika mencari kamar, Carmen tak terlalu memperhatikan angka yang tertera pada kunci. Dia panik dan gugup! Saat dia di lift tadi, dia melihat anak buah Gerry sudah di hotel ini. Nomor kamarnya adalah 101 tetapi dia memasuki kamar dengan nomor 102. Tanpa curiga pada pintu yang tak dikunci, Carmen masuk begitu saja ke dalam. Dia ketakutan sehingga dia terburu-buru bersembunyi. Carmen cukup lega ketika sudah di dalam kamar, akan tetapi kelegaannya hilang saat membalik tubuh–mendapati seorang pria yang sangat tampan sedang duduk di pinggir ranjang. Carmen terdiam dan membeku, terus menatap pria tersebut dengan sorot kagum. Pria itu mendekatinya dan Carmen sama sekali tak menyadarinya karena larut dalam keterpesonaan. Dia baru sadar saat pria itu berbisik padanya. "Kejutan," bisik pria itu dengan nada berat dan sangat seksi, membuat Carmen kaget sekaligus meremang, "tak kusangka, gadis kecilku tumbuh menjadi wanita jalang," ucap pria itu lagi, ada nada marah yang kentara jelas terdengar. Carmen tentu tak paham apa yang pria itu bicarakan. Carmen tak mengenalnya sama sekali. Sebelum dia memahami situasi, pria itu menyeretnya ke atas ranjang dan beginilah Carmen pada akhirnya–akan menjadi makanan pria bejad ini. Carmen sudah menjelaskan kalau dia tak mengenal pria ini dan juga mengatakan jika dia bukan perempuan sewaan, namun pria ini sama sekali tak memperdulikan ucapan Carmen. Pria ini sangat keji! Sekarang bisakah Carmen memperjuangkan mahkotanya?! Bisakah dia selamat dari pria jahat ini?! 'Wajahnya tampan tetapi perilakunya iblis!' "Katakan!" dingin pria itu, mencengkeram kuat pipi Carmen. Carmen hanya bisa menggelengkan kepala sembari menangis. "Kau perempuan nakal! Aku cukup menyesal tidak menyentuhmu saat itu!" geram pria itu, menghempas kasar pipi Carmen. Setelah itu dia mencium bibir perempuan itu dengan sangat kasar, tak peduli Carmen menolaknya. Dia dipenuhi oleh amarah yang bercampur dengan ketidak rela-an. Yah, dia tak rela tubuh perempuan ini telah disentuh oleh pria lain. Dia sudah banyak mendengar keburukan Carmen dari asisten pribadinya. Tetapi dia tidak menyangka Carmen akan menjadi wanita sewaan! "Ahgkkk … sa-sakiit!" rintih Carmen ketika pria itu dengan jahat meremas kasar undukan indahnya. Pria itu menanggalkan semua pakaian yang tersisa di tubuh Carmen, kemudian tanpa peduli pada isakan dan permohonan Carmen, dia melakukan penyatuan. "Argkkkkk …." Carmen menjerit, tak bisa menahan rasa sakit di bagian intinya. Matanya terpejam dan gigi saling menekan kuat. Dia mencoba menahan sakit dan tak menjerit, tetapi rasanya terkoyak dibawah sana membuat Carmen tak bisa menahan jeritannya. Ini seperti mimpi buruk! "Aa~arkg … mmfff …." Carmen merintih kesakitan, tubuhnya bergetar dan air matanya jatuh deras. Harta berharga, miliknya-- te-telah dirampas oleh seorang pria yang tak ia kenali. Dia menjaga diri dengan baik, dia bahkan tidak pernah berkencan dengan mantan pacarnya karena takut mengotori dirinya sendiri. Lalu kenapa hal seperti ini malah terjadi padanya?! Carmen terus menangis, sakit yang dia rasakan sangat tak tertahankan. Bukan cuma bagian intinya, tetapi juga hati dan harga dirinya. Di sisi lain, pria yang menodainya-- pria itu terlihat membelalak. Dia terkejut! Carmen masih perawan! Namun, karena terlanjur diselimuti oleh gairah yang membara, dia sama sekali tak peduli. Entah Carmen perawan atau tidak, malam ini Carmen harus memuaskan hasratnya! "Kau penuh kejutan, Wifey," bisik pria itu, menjilat air mata Carmen secara sensual lalu menyunggingkan evil smirk ketika Carmen menatapnya penuh ketakutan."Aku juga suka." Tita mencomot satu nugget gosong lalu memakannya. Setelah mengunyahnya, mata Tita melebar sedikit. Entah kenapa nugget gosong ini terasa sangat enak bagi Tita. 'Apa jangan-jangan Kak Damian milih nugget gosong, memang karena enak, bukan karena perhatian padaku yah?' batin Tita, kembali meraih nugget gosong di piring Damian lalu memakannya dengan lahap. "Ini sangat enak," gumamnya pelan, menatap nugget gosong yang ia gigit dengan mata berseri-seri–caranya memandang nugget tersebut seolah dia telah menemukan penemuan yang luar biasa. Cup' Tita mencium nugget tersebut lalu kembali menggigitnya. "Tita, itu tidak layak untuk …-" Tita langsung memotong ucapan Damian. "Ini sangat enak, pantas saja Kakak milih yang gosong. Ternyata karena rasanya lebih enak. Kirain!" ucap Tita, melirik Damian dengan ekspresi berang. Di akhir kalimat dia menyindir suaminya. Damian mengerutkan kening karena heran, dia juga merasa aneh dengan Tita. Setahunya–informasi yang d
Tita bangun dan menemukan dirinya di dalam kamar–apartemen Damian. Tita menoleh ke sebelah dan tak menemukan Damian. Mungkin pria itu sudah berangkat bekerja. Mengingat pertengkarannya dengan Damian, tadi malam, Tita meringis dan gugup. Ini pertama kalinya Damian marah padanya dan pria itu sangat mengerikan. Namun, Tita mengesampingkan rasa takut dan cemas tersebut. Damian sudah keterlaluan karena menuduhnya berselingkuh, Tita perempuan baik-baik dan dia tak terima dengan tuduhan Damian. "Apa aku kabur saja yah?" gumam Tita, menggaruk pipi sambil menunduk dalam. Seharusnya setelah tidur, dia merasa lega dan tak memikirkan masalah tadi malam. Namun, yang terjadi dia malah khawatir berlebihan–membuat jantung Tita berdebar kencang dan tak nyaman. Tadi malam, Damian meminta maaf padanya. Akan tetapi sepertinya pria itu tak benar-benar meminta maaf. Pasti pria itu hanya menjebak Tita dengan kata maaf, supaya Tita bersedia pulang. "Ini kesempatanku. Sebelum dia pulang, aku
"Kenapa Kakak tahu?" cicit Tita. Dia takut pada Damian akan tetapi dia penasaran. Sedangkan Damian, matanya melotot karena tak menduga bahwa Tita sama sekali tak mengelak saat dia sebut sedang jatuh cinta. Namun, detik berikutnya raut kemarahan langsung menyelimuti Damian. Damian menyentak pinggang Tita lalu melingkarkan tangannya secara erat di sana. Tubuh mereka merapat. Damian menunduk untuk menatap Tita yang terlihat gugup. "Aku paling tidak suka perselingkuhan, Tita!" dingin Damian dengan suara menggeram rendah. Dia mencoba menahan kemarahan yang telah menyelimuti dirinya. Tita menggelengkan kepala. "Aku tidak berselingkuh. Aku hanya diantar pulang oleh Kak James, kenapa langsung di cap berselingkuh?" "Kau menyukainya bukan?" Satu tangan Damian yang bebas mencengkeram pipi Tita, cukup kuat karena kemarahan yang semakin tak terkendalikan. "Tentu! Dia pria yang menyenangkan dan bisa membuatmu tertawa. Kau pasti suka dan jatuh cinta padanya." Tita mengerutkan kening,
"Kak James," ucap Tita pelan, kembali duduk ke tempat semula. James mengerutkan kening, sebagai ke arah piring di depan Tita–di mana di piring tersebut berisi mie yang terlihat pedas. "Tita, kenapa kamu memesan makanan pedas? Kamu kan sedang hamil," ucap James dengan nada lembut, menegur Tita yang memesan makanan pedas. Wajah Tita seketika pucat, tegang, dan panik. Astaga! Dia lupa jika dia pernah berpura-pura hamil di depan pria ini dan Catrina. Wait! Jangan-jangan Catrina semakin nekat padanya, itu karena Catrina marah karena dia hamil–mengandung anak Damian. Sejujurnya Tita sangat heran dengan Catrina. Awalnya dia kira perempuan janda sehingga menggatal pada Damian. Namun, ternyata perempuan itu masih bersuami, dan suaminya seorang pilot. Aneh saja rasanya karena dia perempuan bersuami tetapi berharap bisa menjadi pasangan suami orang. Apa karena suaminya sering meninggalkannya sehingga dia haus belaian? "Hehehe … lagi ngidam, Kak," jawab Tita, mendapat anggukan
"Kenapa kau melihat Damian?" Raymond memicingkan mata, reflek menoleh ke arah Damian. Entah kenapa dia curiga pada Damian. "Damian, bisa jelaskan sesuatu?" tanya Raymond kemudian pada putranya. Damian berdehem sejenak lalu bersuara. "Dia tinggal di gedung ini dan beberapa kali mengganggu Tita," jawab Damian pelan dan berhati-hati, seketika langsung mendapat tatapan tajam dari ayahnya. Meski tak menyebutkan nama perempuan itu, tetapi Raymond tahu siapa maksud putranya. Siapa lagi kalau bukan perempuan hina yang pernah menyelingkuhi Damian-nya?! "Secepatnya kalian harus pindah dari sini. Jangan menunggu terjadi hal buruk pada Tita baru kau bergerak, Damian. Lebih cepat lebih baik," peringat Raymond, mendapat anggukan dari Damian. "Sayang, kamu diganggu oleh perempuan itu?" tanya Carmen pada Tita, mendapat anggukan dari Tita. "Tapi tenang saja, Mah. Aku bisa menghadapinya," jawab Tita santai. Seperti yang dia katakan, bahkan pria tadi bisa ia hadapi–andai mertuanya tak di s
Pria ini mengaku-ngaku sebagai pacar Tita?! "Damian, sudah," pekik Carmen, berusaha menghentikan putranya yang masih terus memukul Danuar. Dia ingin mendekati Damian akan tetapi Raymond menahan tubuhnya. "Biarkan saja," jawab Raymond enteng, "pria itu memang harus diberi pelajaran," lanjut Raymond. "Tapi dia bisa mati, Mas!" panik Carmen, setelah itu menoleh pada Sbastian yang malah hanya menonton–membiarkan Damian memukul pria itu, "Sbastian, tolong pisahkan Damian dengan pemuda itu. Pemuda itu bisa mati, Tian. Cepat," pekik Tita. Sbastian menggaruk daun telinga, cukup bimbang. Dia sendiri senang melihat Damian memukul pria itu karena pria itu telah mengganggu adiknya. Namun, ibu dari sahabatnya ini sudah terlihat panik. Pada akhrinya Sbastian merelai, menjauhkan Damian dari pria itu dan memaksa Damian masuk ke apartemannya. Setelah itu, Sbastian menghubungi anak buahnya–menyuruhnya supaya datang dan membawa pria yang sudah babak belur serta tak sadarkan diri tersebut dari t
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments