Selamat Membaca dan Semoga Suka ....
Damian merampas handphone Tita. Di mana istrinya ketahuan belum tidur saat dia kembali ke kamar. Damian sendiri habis dari ruang kerja, menyelesaikan pekerjaan yang ia bawa dari kantor. Sebelumnya, dia menyuruh istrinya untuk tidur lebih dulu karena pekerjaannya masih banyak, dia tak tega membuat istrinya menunggu lama. Namun, saat dia kembali ke kamar, ternyata Tita masih asyik bermain game di handphonenya. "Kak, bentar dulu. Ada pesan yang masuk, dan sepertinya itu dari Lisa," ucap Tita, berniat meraih ponselnya dari Damain, akan tetapi suaminya tersebut dengan cepat menjauhkan handphone itu darinya. "Tidur sekarang juga!" dingin Damian. Tita mengembangkan pipi, berniat ingin membangkang akan tetapi melihat wajah galak suaminya, dia mengurungkan niat. "Tapi jarang banget Lisa mengirim pesan di tengah malam begini. Si-siapa tahu penting, Kak Damian," cicit Tita, sudah berbaring dan menyelimuti diri secara mandiri. Damian menatap istrinya sejenak lalu menyalakan handphone Tita.
"Boleh aku masuk?" tanya Sbastian, seketika membuat Lisa bingung dan gugup secara bersamaan. Ini sudah tengah malam dan ada seorang pria yang bertamu ke rumahnya. Apa yang harus dia lakukan? 'Sejauh yang kulihat, Pak Sbastian pria yang baik dan terhormat. Tapi-- tetap saja rasanya tak enak jika membiarkan dia masuk ke dalam rumahku.' batin Lisa, mengamati Sbastian dengan ekspresi tegang. Namun, sebelum dia menjawab dan memberikan keputusan, Sbastian tiba-tiba masuk ke apartemennya. 'Lah, dia masuk.' batin Lisa, menatap Sbastian panik. Pada akhrinya dia menutup pintu lalu mengikuti Sbastian. Pria itu duduk di sofa, terlihat menyandar santai sambil memejamkan mata. Sepertinya pria itu sedang terkena masalah. Namun, kenapa dia datang ke sini? "Pak Sbastian ingin minum apa? Aku akan buatkan," ucap Lisa dengan nada sopan, terkesan kikuk karena suaranya pelan dan sedikit bergetar. Ayolah! Siapa yang tak panik? Bagi seorang gadis muda yang tinggal sendiri, pria itu adalah harima
"Kapan kau akan menikahi pacarmu?" tanya Diego pada putranya, di mana dia dan Sbastian sudah tiba di rumah. Saat ini mereka sedang duduk bersantai di halaman samping, menikmati malam yang sejuk dengan ditemani oleh kopi panas. Mereka memang sering menghabiskan waktu–seperti ini, bahkan sudah menjadi kebiasaan. Namun, Tita kurang suka. Anak itu sering mengurung diri dalam kamar atau memilih melakukan renovasi dadakan di taman belakang atau genteng. Yah, Diego akui putrinya sangat aneh. Tapi Diego sangat menyayanginya. "Ck." Sbastian reflek berdecak, menatap datar ke arah ayahnya. Hell! Ini semua karena Tita. Mulut adiknya tersebut-- benar-benar bisa mendatangankan bencana padanya. "Aku tidak ingin menikah. Aku masih ingin menikmati kebebasanku, Ayah. Aku belum bisa bertanggung jawab untuk orang lain, untuk sekarang aku hanya bisa bertanggung jawab untuk hidupku sendiri," jawab Sbastian dengan bijak, menahan kesal pada Tita. Ini semua gara-gara Tita! "Jika kau tahu kau belum b
"Jadi kalian … mau menikah diam-diam yah? Lisa, Kak … kalian …-" Lisa menatap panik bercampur takut pada Tita. "Nanti a-aku jelasin ke kamu, Ta," cicit Lisa, mendekat pada Tita. Sedangkan Sbastian, dia tetap terlihat biasa saja. Itu karena dia merasa tak harus mencampuri urusan para bocah ini. "Kita pulang," ucap Sbastian, menggandeng tangan Tita lalu menariknya dari sana. Lisa mengikuti, berjalan kikuk dengan tubuh yang masih terasa kaku. "Lisa," panggil Luis tiba-tiba, sayangnya Lisa mengabaikan. Bunga terus mengamati, memperhatikan Sbastian yang sepertinya sangat mencintai adiknya. 'Jangan-jangan Lisa ingin dinikahi oleh kakaknya Tita, itu karena Lisa dekat dengan Tita. Berarti kalau aku dekat dengan Tita, kemungkinan aku bisa menikah dengan kakaknya bukan?' batin Bunga, tersenyum tipis karena membayangkan dia menikah dengan kakaknya Tita. Pria itu sangat tampan dan juga mempesona. Siapa yang tak jatuh hati padanya? Namun, dia harus mencari cara untuk menyingkirkan Lisa
Awalnya dia menemani Damian yang sedang bekerja, tetapi tiba-tiba saja Damian meminta Tita untuk mengupas lemon untuknya lalu menyiapkan bumbu rujak sekaligus. Ah yah, Kakaknya dan Lisa sudah pulang. Sejak tadi Tita bertanya-tanya kenapa Damian tiba-tiba meminta lemon dan bumbu rujak? Aneh rasanya, mengingat Damian sangat anti makanan masam dan anti makanan yang terlalu pedas juga. Karena penasaran Tita mencari tahu, dan dia baru tahu jika seorang suami bisa mengidam. Damian menatap istrinya lalu tersenyum meringis, merasa tak enak karena takut Tita marah. Istrinya sangat ingin merasakan ngidam sehingga setiap kali Tita ingin sesuatu, dia selalu bertanya apakah dia sedang mengidam atau tidak. Contah, saat Tita ingin melihat kakanya menikah. Sayang sekali, malah Damian yang merasakan hal yang ingin istrinya tersebut rasakan. "Kau tak apa-apa jika aku yang …-" Sebelum ucapan Damian selesai, Tita lebih dulu menggelengkan kepala secara kuat. "Nggak apa-apa dong, Kak."
Setelah kakaknya pergi, Tita kembali senyum lebar ke arah Lisa, membuat sahabatnya tersebut terlihat kikuk dan gugup. "Gimana? Kamu sama Kak Sbastian sudah sejauh apa?" tanya Tita santai, menaik turunkan alis untuk menggoda Lisa. Lisa berdecak pelan, memukul pundak Tita dengan lembut, "enggak yah. Aku sama kakak kamu tak punya hubungan. Kan tadi sudah Pak Sbastian bilang kalau kami tuh tak sengaja ketemu." "Pak? Panggil kang mas dong. Kan bentar lagi Kak Sbastian bakal jadi suami kamu," jawab Tita santai, "dibiasakan yah, Neng," lanjutnya. Lisa bergidik ngeri mendengar penuturan Tita, menatap malu pada sahabatnya tersebut. Bagaimana tidak? Tita terus saja menggodanya dengan Sbastian. Terlebih kakak sahabatnya ini sangat tampan dan mempesona. Hati Lisa semakin tak tahu diri. Malu-malu tapi kepengen! Mulutnya mengatakan agar Tita berhenti menjodoh-jodohkannya dengan Sbastian. Akan tetapi hatinya menyeru agar Tita terus menerus mencomblangkan dia dengan Sbastian. Namun, menging