공유

Bab 4

작가: Yerin Anindya
Jelas, sandiwara Clarissa belum berakhir.

Dengan dalih memintaku menuangkan teh, dia sengaja menumpahkan air panas ke tubuhku.

"Ah!" Air teh mendidih menyentuh kulitku. Aku hampir saja menggulung lengan baju ketika Clarissa mencengkeram tanganku. Kain yang menempel di kulit terasa panas. Mungkin akan timbul lepuh, tetapi aku tidak bisa mempermalukan diri di hadapan banyak orang. Itu sama saja mempermalukan Raynard.

Dia pura-pura meminta maaf sambil menyeka bajuku dengan tisu. "Bu Ranaya, maaf ya. Sayang sekali bajunya jadi rusak."

Dia jelas tahu aku terluka, tetapi pura-pura peduli dengan pakaianku.

Baru saja aku menepis tangannya, dia sudah berkata, "Tapi, malam ini tamunya sangat penting. Kalau pakaian tidak pantas, bisa dianggap kita kurang menghormati. Pak Raynard, bagaimana kalau Bu Ranaya pulang dulu saja?"

Aku menoleh ke arah Raynard. Tatapannya datar, dan lengan bajuku yang sempat terangkat pun kembali kuturunkan. "Tidak apa-apa. Kalau diletakkan di bawah meja, tidak akan terlihat."

Namun, Raynard bertanya padaku, "Kamu terluka?"

Aku dan Clarissa sama-sama tidak percaya mendengar ucapannya.

Clarissa cepat tanggap, segera menarik lenganku untuk melihat. "Aduh! Sudah merah. Maaf ya, Bu Ranaya. Biar aku minta sopir antar ke rumah sakit. Kulit wanita itu sensitif, jangan sampai ada bekas."

Dibanding Clarissa, aku tentu jauh di bawahnya. Dia sangat pandai menempatkan diri. Namun, di hadapan Raynard, aku memanfaatkan kenyataan bahwa dia masih menyukaiku dan tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menyindirnya.

"Bu Clarissa benar-benar ceroboh. Untung yang kena aku. Kalau yang terkena tamu kehormatan malam ini, pasti akan jadi masalah besar."

Clarissa tertegun, tampak tidak menyangka aku akan bicara seperti itu.

Raynard menatapku, pandangannya dalam dan penuh makna, seolah bisa membaca semua tipu dayaku.

Aku menghindari tatapannya, menyembunyikan tangan kiriku di bawah meja.

Tepat saat itu, Pak Aldric masuk. Clarissa langsung berdiri dan menyambutnya dengan senyum mengembang.

"Pak Aldric, malam ini tampan sekali. Mau menaklukkan siapa?"

Aldric tertawa riang. "Bu Clarissa, usiaku sudah tidak muda lagi, apa masih tampan juga?"

"Mana mungkin? Justru pria usia lima puluhan itu sedang mekar-mekarnya. Pak Aldric malah seperti kuncup bunga yang baru saja mekar." Clarissa lalu bertanya, "Omong-ngomong, mana istri Pak Aldric?"

Aldric menjawab, "Ibuku sakit, jadi dia buru-buru pulang untuk merawatnya."

Clarissa tampak khawatir. "Benarkah? Nanti setelah makan aku telepon dia. Sekarang orang tua memang gampang sakit, orang tuaku juga begitu. Aku sering khawatir karena kerja di luar kota. Tapi sekarang teknologi medis sudah maju, semoga tidak apa-apa."

Beberapa kalimat sederhana membuat dahi Aldric yang tadinya berkerut mulai mengendur. Dalam hal urusan relasi, Clarissa memang patut jadi contoh.

Dia lalu mengangkat kantong mewah di tangannya. "Pak Aldric, tadi Pak Raynard tahu istrimu akan hadir, jadi aku diminta menyiapkan hadiah khusus. Nanti tolong dibawa pulang untuk dia ya."

Aldric memberi isyarat pada sekretarisnya untuk menerima. "Wah, terima kasih banyak untuk perhatian Pak Raynard."

Raynard tersenyum ramah. "Cuma sedikit perhatian, Pak Aldric terlalu sungkan."

Tawa Pak Aldric pun terdengar menggema di dalam ruangan.

Clarissa kemudian memperkenalkannya secara resmi. "Pak Aldric, ini Pak Raynard dari perusahaan Aerotek Elang Perkasa. Pak Raynard, inilah senior yang sering aku ceritakan, yang aku temui di pameran kedirgantaraan di Kota Toha."

Keduanya berjabat tangan dan saling bertukar sapaan ramah.

Sampai mereka duduk, Clarissa tidak memperkenalkanku. Aku tahu diri, dalam situasi seperti ini, aku hanya pelengkap. Tugas utamaku adalah menemani dengan sopan.

Saat menuangkan teh untuk Aldric, dia menatapku. "Siapa wanita cantik ini?"

Clarissa tersenyum dan memperkenalkanku, "Ini asistennya Pak Raynard."

Mata Aldric langsung berbinar, menatapku dari ujung kepala hingga kaki, "Asisten secantik ini? Pak Raynard sungguh beruntung."

Barulah aku sadar bahwa air teh tadi juga membasahi kerah bajuku. Kain tipis jadi transparan, dan bra hitamku tampak samar.

Raynard mengernyit tak senang. Aku buru-buru menyajikan teh dan kembali ke kursi.

Clarissa tetap tersenyum lembut, lalu pura-pura peduli. "Bu Ranaya, di mobilku ada jaket. Biar aku minta sopir mengantarkannya untukmu."

Pakaian ini memang sudah tidak pantas. Apa pun maksud Clarissa, aku tidak bisa menolaknya.

"Terima kasih ya."

Namun, aku tidak menyangka, jaket yang dia berikan ternyata jaket kecil yang hendak dia kembalikan karena ukurannya kekecilan.

Saat kupakai, bagian dada terasa sesak, pinggangnya pas sekali, membuatku harus menahan napas agar kancingnya tidak melesat.

Memakai baju ini seperti disiksa. Jelas aku tak bisa makan malam ini.

Padahal sore tadi, Raynard baru saja menarikku ke ranjang dan bercumbu lama. Energi tubuhku terkuras, dan sekarang aku benar-benar kelaparan.

Aku kembali ke ruangan sambil memegangi dada, lalu duduk. "Terima kasih, Bu Clarissa."

Clarissa tersenyum penuh arti. "Memang menyenangkan jadi gadis muda. Rasanya lebih cocok dipakai olehmu daripada olehku."

Tatapan Aldric padaku membuatku sangat tidak nyaman. Aku bersandar ke kursi, mencoba menjauh, tetapi malah memberinya sudut pandang yang lebih baik.

Dia tersenyum. Aku tambah risih.

Aku miringkan tubuh dan menarik kerah bajuku sedikit.

Raynard bersuara. "Pak Aldric."

"Ya?" Aldric menoleh, kembali fokus ke pembicaraan bisnis.

Ketiganya berbincang, makan, dan minum dengan akrab. Sementara aku, sejak tadi tak menyentuh makanan sama sekali.

Di tengah makan malam, Raynard ke kamar mandi, dan Aldric ikut pergi.

Saat mereka kembali, wajah Raynard tampak dingin, pandangannya menatapku tajam dengan kemarahan tersembunyi.

Aku tidak tahu apa yang terjadi. Hanya bisa duduk diam.

Saat keluar dari ruang makan, hanya Clarissa yang tersisa di lorong, tampaknya memang menungguku.

Dia berkata, "Pak Raynard minta kamu antar Pak Aldric pulang."

"Antar? Dia pria dewasa. Kenapa harus aku?" Apa aku salah dengar?

Clarissa tersenyum, "Pak Aldric sangat menyukaimu, kamu pasti menyadarinya."

Dia merapikan kerah bajuku, lalu berkata dengan nada menyindir. "Wanita sepertimu, bukankah memang mengandalkan hal seperti ini untuk naik ke atas? Sekarang kesempatannya ada di depan mata. Pak Aldric tertarik padamu. Dari awal masuk, matanya tidak lepas darimu. Manfaatkan sebaik mungkin."

Dia menyelipkan kartu kamar ke tanganku. "Temani Pak Aldric. Kelanjutan kerja sama ini tergantung pada kemampuanmu."

Aku langsung menolak dan mengembalikan kartu itu, seolah kartu itu membakarku. "Aku tidak mau."

Clarissa mencengkeram pergelangan tanganku kuat-kuat, memaksa kartu itu kembali ke tanganku. "Ini permintaan Pak Raynard. Kamu masih belum mengerti juga?"

Aku mengernyit. Tidak percaya dengan ucapannya.

Saat hendak mengambil ponsel di tas, dia mencibirku. "Bu Ranaya, kamu datang ke sini untuk apa? Jangan pura-pura tidak tahu. Asisten di samping Pak Raynard itu bukan cuma buat bantu kerja. Kamu tidak tahu apa-apa, tidak paham bisnis, tapi cantik. Tujuan dia membawamu malam ini hanya untuk memberi kejutan bagi pihak lawan."

Kedengarannya indah. Namun, ternyata aku cuma jadi kejutan.

Akan tetapi, aku tidak percaya hanya dari omongan Clarissa. Aku tetap ingin menelepon Raynard.

Dia malah tersenyum santai. "Kalau tidak percaya, silakan coba."

Dengan tangan gemetar, aku menelepon Raynard. Jantungku berdetak kencang, takut mendengar jawaban yang kutakutkan. Namun, telepon otomatis terputus. Dia tidak mengangkat.

Clarissa tersenyum puas. "Sekarang kamu percaya?"

Tenggorokanku tercekat. Harga diriku yang susah payah kujaga, sekarang hancur di hadapannya.

Clarissa berkata, "Pak Raynard cuma main-main. Kamu pikir serius?"

Jadi aku ini cuma mainan? Mungkin memang begitu. Seharusnya aku tahu diri.

Kemarahanku meledak, akalku tertutup emosi. Aku menggertakkan gigi dan berkata, "Bu Clarissa, tolong sampaikan ke Pak Raynard, di antara kami tidak ada yang main-main, karena aku juga menikmati semuanya. Soal Pak Aldric, berikan kesempatan langka itu untuk dirimu saja. Lagi pula, kamu jelas lebih berpengalaman daripada aku."

Aku menyelipkan kartu itu ke dadanya lalu pergi.

Clarissa ternganga, sampai aku hampir masuk lift, barulah dia berteriak, "Ranaya! Kamu gila, ya?!"

Aku tidak menoleh. Hanya mengacungkan jari tengah ke belakang.

Di depan hotel, mobil Raynard sudah terparkir. Aku sudah siap dimarahi habis-habisan, bahkan siap menghadapi permintaan ganti rugi atau ancaman untuk masa depan Lino.

Aku mendekat ke mobil. Raynard menurunkan jendela. Dengan sisa harga diri yang kupunya, aku bertanya, "Pak Raynard, benar Anda yang menyuruhku antar Pak Aldric?"

Raynard menatap dingin ke luar jendela, sama sekali tidak menoleh padaku. "Kamu keberatan?"

Aku mengerti sekarang. Bukan Clarissa yang membohongiku. Namun, aku yang terlalu tinggi menilai diri sendiri.

"Tidak." Aku menarik napas dalam-dalam. "Aku berhenti jadi asisten Anda."
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 50

    Raynard tidak melepaskan mangkuk dan bersikeras. "Selama belum keluar dari rumah sakit, tetap saja pasien."Melihat kemesraan mereka berdua, aku pun membalikkan badan, dan pura-pura membereskan barang.Sebenarnya, tujuan Raynard memamerkan kemesraan di depanku adalah untuk menghilangkan kecurigaan Maura.Aku berdiri di ujung ranjang dan menatap mereka berdua dengan tatapan merestui. Maura sepertinya tidak curiga terhadap reaksi aku yang tampak tulus.Setelah Maura selesai makan malam, Raynard memutuskan untuk menemaninya di rumah sakit. Aku berjalan keluar dari ruang rawat bersama Davin.Di lorong, Davin bertanya padaku, "Tidak marah?"Aku menoleh dan memperlihatkan ekspresi terkejut. "Marah soal apa?"Davin menatapku sambil menilai situasi dan mencoba membaca ekspresiku, tetapi tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. "Aku cuma mau mengingatkanmu, jangan lupa siapa dirimu sebenarnya.""Haha." Aku tertawa getir. "Terima kasih atas peringatanmu. Tapi kamu juga tahu, sejak awal aku mel

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 49

    Perasaan pria terhadap sosok pujaan hatinya memang berbeda. Di mata Raynard sekarang, aku hanyalah seseorang yang bisa dipanggil sesuka hati dan disingkirkan kapan pun dia mau.Setelah merapikan kotak makan, aku bersiap pulang. Tidak ada gunanya menjadi penghalang.Aku memberi tahu Raynard. "Pak Raynard, aku pulang dulu."Raynard masih sempat mengingatkan soal menu makanan, menyuruhku untuk masak sesuai daftar, dan menghindari bahan-bahan yang tidak bisa dimakan Maura.Aku berjalan ke sisi ranjang. Meski Maura memberi kesan akrab seperti seorang teman, aku tak bisa benar-benar memperlakukannya seperti itu. Raynard pasti tidak akan mengizinkannya."Bu Maura, kamu istirahat baik-baik. Aku pergi dulu."Maura perhatian padaku. "Kamu ke sini sendirian? Bagaimana kalau suruh Raynard antar pulang?"Raynard menatap ke arahku. Aku segera berkata, "Tidak perlu. Aku bawa mobil."Begitu aku keluar dari kamar, terdengar suara lembut Raynard dari dalam. "Kamu mau minum tidak?"Aku menutup pintu. Kel

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 48

    "Raynard. Semua ini salahku. Jangan salahkan dia." Maura berkata sambil memalingkan wajah. Matanya bahkan menjadi merah.Raynard memberikan semangkuk bubur kepadaku dan berkata dengan nada kesal, "Masak bubur saja tidak becus. Lain kali, jangan pakai talas." Aku merasa sedih. Bagaimana mungkin aku tahu dia alergi talas.Aku meletakkan bubur dan menyerahkan telur kukus. Raynard meniup telur kukus itu dan menyuapkan ke Maura. Dia juga makan setengah potong labu kukus.Maura hanya bisa makan sedikit. Makan beberapa suap dan sudah tidak bisa makan lagi.Aku bisa melihat bahwa Raynard kesal dan gusar. Dia marah karena Maura makan sedikit dan marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa berbuat apa-apa.Raynard menerima panggilan dari kantor. Maura sempat membujuknya agar Raynard kembali bekerja dan tidak perlu menjaganya. Namun, Raynard bersikeras untuk menemaninya.Perawat memanggil keluarga pasien untuk mengambil obat. Sekarang hanya aku dan Maura di kamar pasien.Dia menoleh dan berkata,

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 47

    Raynard berkata, "Maag Maura kambuh. Sekarang dirawat di rumah sakit. Oh, ya. Kalau Kak Elina datang, tolong suruh dia masak sesuatu yang lunak dan mudah dicerna, terus kirim ke rumah sakit. Dia tidak suka makanan restoran.""Oke. Aku akan kasih tahu Kak Elina begitu dia datang."Tidak lama setelah Raynard pergi, dia menelponku lagi.Raynard bertanya padaku, "Kamu bisa masak?"Aku terdiam. "Bisa."Raynard berkata, "Barusan Kak Elina telepon, kemarin pinggang suaminya makin parah, sekarang dia dirawat di rumah sakit. Jadi, dia harus menjaganya beberapa hari di rumah sakit. Kamu masak makanan yang cocok buat penderita maag, terus antar ke rumah sakit.""Oke."Aku menutup telepon dan mencari informasi mengenai pola makan untuk pasien maag dari internet.Di kulkas ternyata ada talas. Aku keluarkan talas itu dan masak bubur dengan talas. Aku juga mengukus telur dan labu. Lalu, aku memasukkannya ke kotak makan dan langsung berangkat ke rumah sakit.Di tempat parkir aku mengirim pesan WhatsAp

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 46

    Nama aliasnya adalah Melodi Langit terdengar anggun dan memesona. Sementara namaku, Peternak Hoki.Namaku jelas-jelas menarik perhatiannya. Dia menatapku dan tersenyum penuh arti. "Lucu sekali."Aku tersenyum samar sambil melihat tatapan Raynard yang dingin dan menjaga jarak terhadapku. Raynard jelas-jelas tidak ingin aku menganggu mereka.Aku pun tahu diri dan segera pergi. "Pak Raynard, Bu Maura, aku kembali bekerja dulu."Saat menutup pintu, aku mendengar Maura berkata dengan lembut, "Bu Ranaya lucu sekali. Kamu harus lebih lembut padanya."Dengan nada penuh manja, Raynard berkata, "Dia bawahanku, dan kamu memintaku bersikap lembut padanya?""Jangan terlalu galak juga. Kamu tidak tahu bagaimana raut wajahmu barusan, sampai-sampai aku sendiri merasa takut melihatnya."Aku tidak tahu bagaimana Raynard menjawab Maura. Aku tidak bisa mendengar dengan jelas karena pintu sudah tertutup dengan rapat.Maura ternyata lebih ramah dan mudah didekati dari yang kuperkirakan. Waktu meninggalkan k

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 45

    Aku berhasil melunasi utang kali ini. Rumah dan tanah juga tetap aman. Aku juga sudah bilang ke keluargaku kalau aku tidak akan ikut campur urusan Juna. Aku membiarkan dia menanggung sendiri konsekuensinya.Apabila dia masih mau berjudi, tidak peduli dia kehilangan tangan atau nyawa, itu bukan lagi urusanku.Ibu mengiyakan dengan sangat meyakinkan, katanya dia pasti akan membujuknya berhenti berjudi. Namun, dalam hati, aku tahu jelas, seorang penjudi akut tidak akan semudah itu berubah dan kembali ke jalan yang benar.Agar mereka tidak datang ke kantor untuk membuat keributan, aku mengetuk pintu kantor Raynard."Ada apa?" Raynard yang sedang membaca dokumen bertanya kepadaku tanpa mengangkat kepalanya.Tangan yang terkulai di samping tubuh mengepal erat. "Aku harus jujur, Pak Raynard, keluargaku memang agak rumit. Adikku itu tipe orang yang hanya ingat diberi makan, bukan dipukul. Aku khawatir kejadian seperti kemarin bisa terulang lagi. Mereka tidak punya uang, jadi pasti akan datang

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status