Share

Bab 3

Author: Yerin Anindya
Hasrat yang membara telah mereda, malam pun makin larut. Raynard keluar dari kamar mandi, duduk santai di sofa, dan menyalakan sebatang rokok.

Di balik asap tipis yang berputar, terlihat wajahnya yang tajam dan tampan. Aku terhanyut menatapnya, sampai kalimat berikutnya menyadarkanku.

"Kamu ceraikan dia."

Aku kira aku salah dengar. Namun, dia melihat ekspresi terkejutku yang begitu nyata, lalu mematikan rokoknya dan berbicara seperti seorang atasan yang sedang menguliahi bawahannya.

"Bagaimanapun, kalian akan bercerai. Cepat atau lambat."

Apa haknya menyimpulkan aku akan bercerai? Baginya, aku hanyalah pelampiasan sementara, teman semalam. Hubunganku dengan Lino adalah yang sebenarnya. Apa dia berniat serius?

Membaca pikiranku, Raynard mengeluarkan tawa dingin yang meremehkan.

"Kamu jangan berpikir berlebihan. Aku tidak akan menikahimu. Hanya saja, ini jadi tidak nyaman."

Tidak nyaman bagaimana?

Aku tidak bisa menahan diri untuk bertanya.

Hubungan kami hanya sebatas selingan. Saat sudah bosan, ya berpisah. Namun, kenapa dia tiba-tiba mencampuri pernikahanku?

"Pak Raynard, aku hanya seorang asisten sementara. Jadi, mohon jangan terlalu pedulikan hal-hal kecil seperti ini."

Nada dan posisiku sudah jelas. Dengan kepintarannya, dia pasti mengerti maksudku.

Apa pun statusnya, hubungan kami saat ini tidak memberinya hak mengatur hidupku.

Raynard bersandar malas, suaranya datar tetapi penuh arti. "Kamu benar. Aku memang orang yang sangat memperhatikan detail."

Dia mengangkat gelas, meneguk satu kali. Lehernya yang jenjang dan jakunnya yang menonjol terlihat makin jelas. Suara telannya mengingatkanku pada ciuman panas kami sebelumnya. Wajahku mulai memanas tanpa sadar.

"Aku tidak pernah berpikir untuk bercerai," gumamku pelan.

Dia menatapku dengan tenang, lalu melambai, menyuruhku mendekat.

Meski berat hati, aku tetap mengenakan jubah tidur dan berjalan ke arahnya.

Raynard menggenggam tanganku, menarikku duduk di pangkuannya. Dia membuka kerah jubahku. Saat tubuhku tiba-tiba terbuka di hadapannya, aku refleks menutupi diri.

"Kamu benar-benar merasa mendapatkan cinta dan kesetiaan suami yang tulus?"

Pertanyaannya membuatku tak bisa berkata-kata. Dia terus menyentuh bagian telingaku yang memerah, menggodaku dengan bisikan di telinga.Tapi aku sama sekali punya kekuatan untuk melawan.

Dia melanjutkan, "Jangan bodoh. Di usia seperti kamu ini, masih naif itu sudah jadi kebodohan. Cinta macam apa yang akan menyerahkanmu ke pelukan pria lain?"

Bibirmu bergerak ingin membantah, tetapi tak ada satu pun alasan yang bisa aku katakan. Namun, dengan keras kepala aku tetap berkata, "Kamu tidak bisa mencampuri urusan pribadiku."

"Oh, ya?" Dia terkekeh dari hidung, tawa puas yang membuat jantungku berdebar tak nyaman. Aku benar-benar seperti burung dalam sangkarnya.

Dia menyodorkan gelas ke bibirku. Aku menengadah dan meneguknya.

Saat dia menyelipkan gelas itu ke tanganku, dia berkata lebih tajam lagi,

"Hidupmu yang sekarang adalah pemberianku. Aku ingin kamu menegakkan kepala, kamu harus tegakkan. Kalau aku bilang tunduk, kamu harus tunduk."

Benar. Kenaikan jabatan Lino, utang keluargaku... aku tak punya pilihan lain.

Raynard menatapku lama lalu bertanya, "Kamu yakin bisa mengandalkan dia seumur hidup?"

Aku terdiam.

Kesempatan promosi itu dari Raynard. Bahkan Lino sendiri bergantung padanya. Bagaimana mungkin aku berharap pada Lino seumur hidup?

Aku tidak rela. Aku berkata dengan keras kepala, "Aku juga tidak bisa bergantung padamu seumur hidup. Tapi pernikahanku dengan Lino, selama aku tidak menyerah, dia juga tidak akan pernah menyerah."

Raynard menggeleng ringan, seolah mencemooh keyakinanku terhadap Lino.

Dengan sisa keberanian, aku mencoba mempertahankan harga diriku. Aku ingin membuktikan bahwa Lino mencintaiku. Aku ingin menunjukkan bahwa aku rela berkorban demi hubungan ini. Menatap mata Raynard, aku berkata, "Pak Raynard, aku tahu statusku di sisimu. Aku datang karena keinginanku sendiri, bukan karena dia memaksaku. Jadi tidak layak disebut sebagai diberikan."

Namun,di akhir kalimat, keyakinanku goyah. Dia hanya tertawa kecil.

"Hmm."

Tawa itu pelan, tetapi bagiku seperti gemuruh petir di telinga.

Pria ini benar-benar menyebalkan. Tanpa berkata banyak pun, dia bisa membuatku merasa malu luar biasa.

Raynard mengusap wajahku dengan tangannya, ekspresinya seperti sedang menonton sandiwara.

"Orang tidak akan belajar dari orang lain. Hanya tembok yang bisa menyadarkan mereka." Aku berkedip, mencoba mencerna makna ucapannya, tetapi tidak tahu maksudnya.

Apa maksudnya Lino akan mendapat masalah?

Aku khawatir dan bertanya, "Kamu sudah janji, akan bantu Lino jadi manajer wilayah."

Raynard mengusap leherku, memegang daguku, berkata, "Apa yang sudah kujanjikan, pasti akan kutepati. Tapi kamu harus ingat, selama masih berada di sisiku, jangan pernah memikirkan pria lain."

Dari nadanya, aku bisa merasakan ketidaksenangannya. "Baik, aku ingat."

Raynard melirik jam tangannya. "Tidurlah. Besok kita harus bertemu klien. Malamnya, temani aku ke jamuan makan."

"Baik."

Namun...

Tak pernah kusangka, jamuan makan esok malam... aku juga akan menjadi hidangan di meja itu.

……

Keesokan harinya.

Clarissa sudah menunggu di bawah sejak pagi. Saat melihat aku keluar bersama Raynard, wajahnya tetap tersenyum, tetapi sorot matanya seolah ingin menebasku.

Setiap langkah yang kuambil terasa perih. Pagi tadi, dia meniduriku lagi, dan entah mengapa, kali ini terasa jauh lebih kasar. Saat mandi, aku bahkan melihat bekas memar menghiasi kulitku.

Jadi, aku berjalan lebih lambat darinya.

Clarissa menatapku, lalu sekilas melihat ke arah kakiku. Dia langsung mengerti, lalu berkata dengan nada menyindir, "Bu Ranaya, kalau kurang sehat, lebih baik istirahat di kamar. Toh, urusan serius tetap bisa aku tangani bersama Pak Raynard."

Dalam hal bisnis, memang aku tak banyak terlibat. Bisa dibilang aku tidak mengurus apa-apa. Tugasku hanya menemani Raynard. Namun, tetap saja, sindiran halusnya membuatku kesal.

"Terima kasih atas perhatiannya, Bu Clarissa. Aku baik-baik saja."

Aku segera masuk ke mobil, mengambil posisi duduk yang seharusnya menjadi milik Clarissa.

Dia membungkuk, berjalan ke arahku, tetapi karena Raynard ada di sana, dia tak bisa berdebat. Hanya bisa menatapku tajam lalu duduk di kursi belakang Raynard.

"Pak Raynard," kata Clarissa sambil menyandarkan tangan di kursi depan, "Pak Aldric Janitra dari Skygenix mengatur pertemuan malam ini di Klub Azure. Dia juga akan membawa istrinya. Aku baru diberi kabar pagi ini. Aku sudah siapkan hadiah kecil di mobilku."

Raynard sedang melihat pesan di ponselnya. "Kirimkan nota, biar bagian keuangan yang urus."

Aku cukup paham aturan jamuan. Kalau tamu membawa istrinya, kita harus menyiapkan hadiah mewah yang sesuai.

Clarissa berkata, "Tidak perlu diganti. Istri Pak Aldric adalah teman lamaku. Kami sudah lama tidak bertemu. Dia sangat hati-hati, hanya akan menerima hadiah dariku."

Dari ucapannya, jelas dia memastikan harus ikut malam ini.

Raynard mengangguk, tanda setuju.

Dari sudut mataku, aku bisa merasakan rasa puas Clarissa. Dia bahkan sudah membayangkan bahwa aku tidak akan hadir malam itu.

Namun, setelah pekerjaan siang selesai, Raynard mengirimkan gaun panjang hitam yang membentuk tubuhku, lengkap dengan sepatu hak tinggi dari kulit domba.

Kulit hitam dan sol merah. Terlihat liar dan tak bisa dijinakkan saat melangkah.

Di depan cermin, aku menghapus lipstik merah mencolok dan menggantinya dengan warna yang lebih lembut. Terlihat lebih ramah.

Baru saja selesai berdandan, pintu kamar dibuka. Raynard masuk dengan santai. Dia punya kartu akses kamarku.

Dia berdiri di belakangku, menatap lewat cermin. Tangannya meraih pinggangku, mengecup leherku, lalu perlahan naik menyentuh bagian paling lembut dariku.

Begitu gaunku terangkat, aku tersentak.

Aku berkata waktu sudah mepet, tetapi tubuhku justru menyambutnya dengan penuh gairah.

Dihempaskan ke cermin, aku bisa melihat segalanya, merasakan semuanya.

Prosesnya memabukkan. Hangat, menggoda, dan penuh semangat.

Sampai akhirnya dia merapikan pakaianku dan menyuruhku bersiap.

Klub Azure.

Saat aku berjalan masuk menemani Raynard, Clarissa sudah ada di sana. Dia tampil mewah dengan perhiasan berkilau, seolah dirinya nyonya besar. Dia menyambut Raynard dan menggantung jasnya. Lalu menyuruhku menuangkan teh.

Raynard dan Clarissa duduk berdampingan, membahas pertemuan dengan Pak Aldric. Sementara aku berdiri di samping seperti pembantu yang sedang menyuguhkan air.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 50

    Raynard tidak melepaskan mangkuk dan bersikeras. "Selama belum keluar dari rumah sakit, tetap saja pasien."Melihat kemesraan mereka berdua, aku pun membalikkan badan, dan pura-pura membereskan barang.Sebenarnya, tujuan Raynard memamerkan kemesraan di depanku adalah untuk menghilangkan kecurigaan Maura.Aku berdiri di ujung ranjang dan menatap mereka berdua dengan tatapan merestui. Maura sepertinya tidak curiga terhadap reaksi aku yang tampak tulus.Setelah Maura selesai makan malam, Raynard memutuskan untuk menemaninya di rumah sakit. Aku berjalan keluar dari ruang rawat bersama Davin.Di lorong, Davin bertanya padaku, "Tidak marah?"Aku menoleh dan memperlihatkan ekspresi terkejut. "Marah soal apa?"Davin menatapku sambil menilai situasi dan mencoba membaca ekspresiku, tetapi tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. "Aku cuma mau mengingatkanmu, jangan lupa siapa dirimu sebenarnya.""Haha." Aku tertawa getir. "Terima kasih atas peringatanmu. Tapi kamu juga tahu, sejak awal aku mel

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 49

    Perasaan pria terhadap sosok pujaan hatinya memang berbeda. Di mata Raynard sekarang, aku hanyalah seseorang yang bisa dipanggil sesuka hati dan disingkirkan kapan pun dia mau.Setelah merapikan kotak makan, aku bersiap pulang. Tidak ada gunanya menjadi penghalang.Aku memberi tahu Raynard. "Pak Raynard, aku pulang dulu."Raynard masih sempat mengingatkan soal menu makanan, menyuruhku untuk masak sesuai daftar, dan menghindari bahan-bahan yang tidak bisa dimakan Maura.Aku berjalan ke sisi ranjang. Meski Maura memberi kesan akrab seperti seorang teman, aku tak bisa benar-benar memperlakukannya seperti itu. Raynard pasti tidak akan mengizinkannya."Bu Maura, kamu istirahat baik-baik. Aku pergi dulu."Maura perhatian padaku. "Kamu ke sini sendirian? Bagaimana kalau suruh Raynard antar pulang?"Raynard menatap ke arahku. Aku segera berkata, "Tidak perlu. Aku bawa mobil."Begitu aku keluar dari kamar, terdengar suara lembut Raynard dari dalam. "Kamu mau minum tidak?"Aku menutup pintu. Kel

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 48

    "Raynard. Semua ini salahku. Jangan salahkan dia." Maura berkata sambil memalingkan wajah. Matanya bahkan menjadi merah.Raynard memberikan semangkuk bubur kepadaku dan berkata dengan nada kesal, "Masak bubur saja tidak becus. Lain kali, jangan pakai talas." Aku merasa sedih. Bagaimana mungkin aku tahu dia alergi talas.Aku meletakkan bubur dan menyerahkan telur kukus. Raynard meniup telur kukus itu dan menyuapkan ke Maura. Dia juga makan setengah potong labu kukus.Maura hanya bisa makan sedikit. Makan beberapa suap dan sudah tidak bisa makan lagi.Aku bisa melihat bahwa Raynard kesal dan gusar. Dia marah karena Maura makan sedikit dan marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa berbuat apa-apa.Raynard menerima panggilan dari kantor. Maura sempat membujuknya agar Raynard kembali bekerja dan tidak perlu menjaganya. Namun, Raynard bersikeras untuk menemaninya.Perawat memanggil keluarga pasien untuk mengambil obat. Sekarang hanya aku dan Maura di kamar pasien.Dia menoleh dan berkata,

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 47

    Raynard berkata, "Maag Maura kambuh. Sekarang dirawat di rumah sakit. Oh, ya. Kalau Kak Elina datang, tolong suruh dia masak sesuatu yang lunak dan mudah dicerna, terus kirim ke rumah sakit. Dia tidak suka makanan restoran.""Oke. Aku akan kasih tahu Kak Elina begitu dia datang."Tidak lama setelah Raynard pergi, dia menelponku lagi.Raynard bertanya padaku, "Kamu bisa masak?"Aku terdiam. "Bisa."Raynard berkata, "Barusan Kak Elina telepon, kemarin pinggang suaminya makin parah, sekarang dia dirawat di rumah sakit. Jadi, dia harus menjaganya beberapa hari di rumah sakit. Kamu masak makanan yang cocok buat penderita maag, terus antar ke rumah sakit.""Oke."Aku menutup telepon dan mencari informasi mengenai pola makan untuk pasien maag dari internet.Di kulkas ternyata ada talas. Aku keluarkan talas itu dan masak bubur dengan talas. Aku juga mengukus telur dan labu. Lalu, aku memasukkannya ke kotak makan dan langsung berangkat ke rumah sakit.Di tempat parkir aku mengirim pesan WhatsAp

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 46

    Nama aliasnya adalah Melodi Langit terdengar anggun dan memesona. Sementara namaku, Peternak Hoki.Namaku jelas-jelas menarik perhatiannya. Dia menatapku dan tersenyum penuh arti. "Lucu sekali."Aku tersenyum samar sambil melihat tatapan Raynard yang dingin dan menjaga jarak terhadapku. Raynard jelas-jelas tidak ingin aku menganggu mereka.Aku pun tahu diri dan segera pergi. "Pak Raynard, Bu Maura, aku kembali bekerja dulu."Saat menutup pintu, aku mendengar Maura berkata dengan lembut, "Bu Ranaya lucu sekali. Kamu harus lebih lembut padanya."Dengan nada penuh manja, Raynard berkata, "Dia bawahanku, dan kamu memintaku bersikap lembut padanya?""Jangan terlalu galak juga. Kamu tidak tahu bagaimana raut wajahmu barusan, sampai-sampai aku sendiri merasa takut melihatnya."Aku tidak tahu bagaimana Raynard menjawab Maura. Aku tidak bisa mendengar dengan jelas karena pintu sudah tertutup dengan rapat.Maura ternyata lebih ramah dan mudah didekati dari yang kuperkirakan. Waktu meninggalkan k

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 45

    Aku berhasil melunasi utang kali ini. Rumah dan tanah juga tetap aman. Aku juga sudah bilang ke keluargaku kalau aku tidak akan ikut campur urusan Juna. Aku membiarkan dia menanggung sendiri konsekuensinya.Apabila dia masih mau berjudi, tidak peduli dia kehilangan tangan atau nyawa, itu bukan lagi urusanku.Ibu mengiyakan dengan sangat meyakinkan, katanya dia pasti akan membujuknya berhenti berjudi. Namun, dalam hati, aku tahu jelas, seorang penjudi akut tidak akan semudah itu berubah dan kembali ke jalan yang benar.Agar mereka tidak datang ke kantor untuk membuat keributan, aku mengetuk pintu kantor Raynard."Ada apa?" Raynard yang sedang membaca dokumen bertanya kepadaku tanpa mengangkat kepalanya.Tangan yang terkulai di samping tubuh mengepal erat. "Aku harus jujur, Pak Raynard, keluargaku memang agak rumit. Adikku itu tipe orang yang hanya ingat diberi makan, bukan dipukul. Aku khawatir kejadian seperti kemarin bisa terulang lagi. Mereka tidak punya uang, jadi pasti akan datang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status