Langit sudah sepenuhnya gelap, sejak Joseph mengantar Lizbeth ke vila Caspian. Lizbeth tidak bodoh. Ia tahu, ini bentuk penahanan halus. Langkahnya diawasi. Ia tidak bisa keluar vila tanpa pengawalan. Bahkan ponselnya sempat diambil oleh staf Caspian dengan alasan keamanan data hasil tes.Saat ini Lizbeth berdiri mematung, ketika memasuki kamar yang sudah disiapkan untuknya, segalanya terasa berbeda. Seperti memasuki dimensi lain dalam hidupnya. Lizbeth tidak bisa berkata-kata, selain kekaguman dan terpukau. Kamar itu, seperti yang diimpikan dahulu, saat ia masih remaja. Namun, mimpi itu pernah ia kubur dalam-dalam.Matanya berkaca-kaca, ada perasaan hangat di dalam hatinya. Dindingnya berwarna biru muda dengan detail awan putih. Ada rak boneka besar di sisi kanan, penuh berjejer boneka dari berbagai ukuran dan bentuk. Di sisi kiri, terdapat meja rias mungil dengan bingkai cermin. Di atas tempat tidur berseprai putih lembut, bertebaran bantal warna pastel dan boneka beruang sebesar tu
artha bergegas masuk ke dalam lift dan menemui suaminya di ruang kerja. Wajahnya cemas, ia berjalan cepat menyusuri koridor, usai keluar dari lift. Martha masuk, tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Ia melihat Mateo sedang meneguk whiskey. Martha tahu sesuatu telah terjadi antara mereka. Mateo menatap Martha yang masih berdiri diambang pintu.“Ada apa, kau ke sini?”Martha tersenyum lembut. “Aku baru pulang dari pertemuan. Barusan aku bertemu dengan —”“Berhenti,” potong Mateo cepat. Nada bicaranya membuat Martha diam sejenak. “Aku tidak ingin dengar siapa pun yang berhubungan dengan Kingsley saat ini.”Martha mengangguk pelan. Ia tahu saat ini tidak bisa mengorek informasi apapaun. Ia masuk, duduk di sofa. Matanya mengamati Mateo yang kini kembali meneguk whiskey. Satu tegukan panjang, lalu tarikan napas berat menyusul.Setelah sekian lamanya, Martha baru melihat lagi ekspresi Mateo seperti ini. Kesedihan, rasa bersalah. Serta perasaan yang bercampur aduk.“Ada masalah?” Martha bertanya
Caspian memejamkan matanya sesaat, ia menarik napas yang terasa berat. Lalu menghembuskannya secara perlahan. Tangannya mengepal erat, Cameron dan Samantha mengamatinya.“ … jika, dia darah dagingku— maka Lucien harus mundur dari posisinya sebagai pewaris.” Caspian membuka matanya dan menatap tajam Samantha dan Cameron secara bergantian. Kilian yang mendengar itu terkejut. “Aku akan mengambil alih kembali kekuasaanku, di Kingsley. Lucas, mungkin sulit mendapatkannya. Namun, Lizbeth adalah putriku.”Samantha menghela napas berat, ia menggeleng pelan. Bahkan Cameron sama sekali tidak berkutik. Caspian tersenyum miring kepada adiknya.“Kau hanya meminjam kekuasaanku, Cameron. Mom, harusnya kau memberitahunya sejak awal. Aku akan melakukan tes DNA, dan memastikan secara langsung bahwa Lizbeth adalah putriku. Jika semua itu terbukti, maka apa yang kalian lakukan selama ini jelas. Nama, ingin menyingkirkan Lizbeth dari Lucien, ck!”Saat itu juga Caspian melangkah pergi meninggalkan mansion.
Tawa Caspian menggema di dalam ruangan, keras, penuh ejekan, dan jelas bukan karena dia sedang terhibur. Tawanya menampar satu per satu orang di sana. Tidak ada satu pun yang tertawa bersamanya. Hanya wajah-wajah tegang yang saling memandang dalam diam.“Kingsley benar-benar jatuh kali ini!” ejek Caspian keras, ia mengangkat tangannya ke udara. “Lucien, kamu meniduri adikmu sendiri!”Suasana seketika membeku. Lizbeth menatap Lucien dengan mata basah. Butiran air mata jatuh satu per satu, membasahi pipinya yang pucat. Ruangan itu seakan membeku. Semua diam, dan seolah waktu berhenti.Lucien tidak bergerak, tapi rahangnya mengeras. Genggaman tangannya mengepal kuat hingga buku-bukunya memutih. Tatapannya tak lepas dari Caspian, tapi pikirannya mengarah ke Lizbeth. Hatinya bergemuruh. Bukan karena malu atau bersalah, tapi karena marah. Karena perempuan yang dicintainya dipermalukan di hadapan keluarganya.Caspian melangkah maju, sorot matanya tajam seperti pisau, lalu menatap ibunya. Eje
Kedatangan Caspian tidak membuat Lucien tegang sama sekali. Lucien menghampiri Lizbeth yang kini sedang duduk di depan meja riasnya. Lucien menatap kalung yang akan dikenakan oleh Lizbeth. Namun, merasa kalung itu kurang cocok.“Seingatku kamu memiliki kalung peninggalan. Pakai saja kalung itu, lebih cantik.”Lizbeth menatap Lucien. “Maksudmu kalung peninggalan ibuku?”Lucien mengangguk pelan. “Kalung peninggalan ibumu, adalah salah satu kalung terindah yang ada di dunia ini. Bukan kalung biasa.”Lizbeth terkejut, dia tidak pernah tahu mengenai kalung ini. Baginya ini hanyalah peninggalan ibunya yang sangat berharga. Ia berjalan mengarah kotak perhiasannya. Lalu, mengambil kalung itu. Lucien memakaikan kalung itu di leher Lizbeth.“Kalung ini sangat cocok dipakai olehmu.”Lucien memeluk Lizbeth dari belakang, mengecup pipinya. “Lilibeth, setelah semua ini berakhir. Aku akan memiliki kamu seutuhnya.”“Tidak perlu menunggu semuanya berakhir. Aku memang sudah menjadi milikmu, Lucien. Han
Lizbeth terdiam. Dadanya sesak. Ia bahkan tidak tahu harus bereaksi seperti apa untuk saat ini. Sulit baginya mempercayai siapapun, selain dirinya sendiri dan Lucien.“Saat ini mungkin kamu tidak percaya. Namun, jika kamu mendengarkan aku. Kemungkinan masa depan kamu lebih baik. Terutama jika kamu memutus hubungan dengan Lucien— aku tahu ini sulit. Namun, jika kamu memilihnya, kamu tidak hanya mendapatkan kesetaraan. Kamu juga akan mendapatkan posisi penting di perusahaan.”Lizbeth tercengang dan tidak berdaya. Ia tidak mengerti kenapa Cameron, berkata begitu. Matanya berkaca-kaca, setiap kalimat yang ingin dia ucapkan terasa begitu sulit.“Apa karena kamu kekasih ibuku— Leabeth?”Seketika mata Cameron memerah, matanya menatap lembut Lizbeth. Kesedihan tidak terbendung.“ … Kau sudah tahu?” ucapnya pelan.Lizbeth meneteskan air mata. Ia menarik napas dan perlahan menghembuskannya.“Aku tidak ingin mendapatkan kehormatan itu dari tangan orang lain. Aku akan melakukannya dengan tanganku