Satu hari sebelum pernikahan, Lizbeth menemukan calon suaminya berhubungan badan dengan kakaknya sendiri karena Lizbeth tidak menarik dan terkesan cupu, berbeda dengan kakaknya. Malam itu juga, Lizbeth bertekad membuktikan bahwa ucapan itu salah dengan tidur bersama pria asing yang baru saja ditemuinya. Ia tidak tahu bahwa pria tersebut adalah pria paling berkuasa yang tidak akan melepaskannya! Follow IG Otor :Caramelly_lp
View More“Puaskan aku malam ini.”
Bisikan sensual itu meluncur dari bibir Lizbeth sebelum kemudian ia dibungkam oleh pria di hadapannya dalam sebuah ciuman panas. Tangan kokoh pria itu menariknya mendekat, lalu menyentuhnya.
Setiap jejaknya terasa membakar tubuh Lizbeth, apalagi saat jemari pria tersebut menyusuri bagian dalam gaun merah yang dikenakan Lizbeth. Menyentuh area yang belum pernah disentuh siapa pun sebelumnya.
“Uhh–” Lizbeth meloloskan suara kecil yang membuat gerakan pria itu makin intens, menghapus semua keraguan, menggantinya dengan gejolak hasrat yang tak tertahankan.
Membuat Lizbeth melupakan alasan utama yang membuatnya berada dalam situasi ini.
“Aku pasti akan memuaskanmu,” ucap sosok itu seraya membelai wajah Lizbeth dengan lembut.
Pakaian mereka satu per satu jatuh ke lantai, meninggalkan tubuh yang saling bersentuhan tanpa jarak. Lizbeth memeluk pria itu erat, membalas setiap sentuhan dan ciuman dengan penuh semangat. Semakin lama, semakin dalam Lizbeth menciumnya, ia merasakan semakin tenggorokannya terasa kering, membuatnya semakin tidak bisa berhenti menciumnya.
Napas yang semakin memburu membuat keduanya semakin tidak bisa menahan gejolak di dada. Sentuhan tangannya menyapu punggung halus Lizbeth yang terekspos, menyentuh kulitnya yang halus dan dingin, menciptakan kontras dengan panas yang membara di antara mereka.
Kelopak mata Lizbeth bergetar, saat sesuatu yang hangat baru saja menyapu dadanya. Rasanya hangat dan terasa panas, membuatnya tubuhnya bergetar dan membuat pusarnya terasa merinding.
Aku akan membuatmu tak melupakan malam ini,” bisiknya seraya membelai pipi Lizbeth.
“Cium aku,” ucap Lizbeth parau.
Tanpa ragu, pria itu mencium bibirnya lagi. Ia mengangkat tubuh Lizbeth dan membawanya ke tempat tidur, tanpa melepas ciuman yang semakin menggila. Ketika punggungnya menyentuh kasur, Lizbeth menarik leher pria itu.
“Cepat, lakukan!” titahnya.
Senyum tipis terukir di wajah pria itu. “Aku tidak akan menahan diri.”
Pria itu mencium lembut bibir Lizbeth, leher, dan dadanya. Lalu turun ke bawah, hingga menyapu hangat tubuhnya hingga ke bawah kakinya.
“Aaah!” rintih Lizbeth seraya menutup mulutnya. Saat sesuatu yang hangat terasa bermain di bawah sana.
Bukan lagi percikan api, Lizbeth merasa tubuhnya sudah terbakar. Sampai tidak bisa mengontrol rintihan yang keluar dari mulutnya. Tangannya mulai meremas seprai dan rambut pria tampan itu.
Malam itu, mereka terbakar dalam gairah. Lizbeth melenguh, mengerang, dan menangis dalam kenikmatan. Melupakan sepenuhnya pengkhianatan calon suami yang seharusnya menikahinya esok pagi.
***
Lizbeth terbangun dengan tubuh yang masih terasa lelah. Sakit di beberapa bagian membuatnya sadar bahwa semua yang terjadi semalam bukan mimpi. Ia menatap tubuhnya yang penuh bekas kemerahan.
Ia duduk, lalu melirik ke samping. Pria itu masih tertidur lelap. Dengan perlahan dan hati-hati, ia turun dari ranjang, memungut pakaiannya satu per satu, lalu berpakaian secepat mungkin.
“Aku benar-benar melakukannya…” batin Lizbeth.
Ia tidak menyangka bahwa dirinya akan bertindak impulsif. Tidur dengan pria asing yang ia temui di bar semalam.
Lizbeth ingat. Semalam, ia ingin melampiaskan kesedihan dan rasa kecewanya. Wanita itu memulai dengan menjual cincin pertunangannya. Benda itu dihargai cukup mahal karena memakai berlian–sesuatu yang dulunya membuat Lizbeth berpikir bahwa calon suaminya benar-benar mencintainya.
Namun, rupanya tidak. Pria itu bahkan membawa kakak Lizbeth untuk melakukan hal panas di ranjang pengantin yang seharusnya Lizbeth dan kekasihnya gunakan.
Setelah menjual benda itu, Lizbeth membeli baju mahal untuk ia pakai ke klub, lalu ke salon untuk perawatan diri. Ia menanggalkan kacamata bergagang tebal yang ia kenakan sehari-hari, rambutnya ia geraikan, lalu ditata sedemikian rupa hingga mampu membuat para pria tergoda. Wajahnya dirias dengan apik, membuat Lizbeth yang biasanya tampil polos, terlihat cantik.
Hilang sudah wajah cupu dan penampilannya yang dikatai membosankan oleh mantan kekasihnya itu.
Kala itu, Lizbeth ingin bersenang-senang–sekaligus membuktikan bahwa ia juga bisa melakukan apa pun, seperti sang kakak.
Tapi sekarang ia harus pergi. Lizbeth sudah mendapatkan apa yang ia inginkan.
Wanita itu kemudian mengecek dompetnya dan meninggalkan segepok uang yang tersisa di dompetnya–uang sisa penjualan cincin berlian itu.
Setelahnya, gadis itu pergi.
Satu jam sejak kepergian Lizbeth, pria asing itu bangun. Ia mengangkat selimut dan melihat sisi ranjang yang kosong.
Sosok itu mengernyit. “Di mana dia?” gumamnya.
Tatapannya jatuh pada segepok uang di atas nakas, dengan secarik kertas di atasnya.
Ia meraih secarik kertas itu dan membaca pesan singkat dari Lizbeth.
[Aku puas!]
Sepasang mata sosok itu tercengang, lalu sedetik berikutnya, ia tertawa pelan dengan suara rendah.
Lucien Cassian Kingsley, salah satu konglomerat muda paling berkuasa di negara ini, merasa terhina.
Bisa-bisanya gadis itu memperlakukannya seperti gigolo!
Dan lagi–Lucien melirik ke tumpukan uang di meja–apakah pelayanannya semalam hanya dihargai semurah itu?
Lucien mengisar hanya ada sekitar lima juta di atas meja.
Pria itu meremas kertas yang ditinggalkan Lizbeth dengan geram. Di saat yang sama, ia menitahkan pada asistennya yang baru saja masuk, “Cari dia. Aku ingin tahu siapa dia.”
Kilian, sang asisten, mengangguk. “Akan saya kerahkan tim untuk melacaknya. Tapi … bagaimana jika gadis itu membocorkan pada media?”
Lucien menatap tajam. “Tugaskan seseorang untuk mengawasinya. Tapi, jangan sakiti dia.”
Lucien meninggalkan kamar hotel, masuk ke dalam mobil mewahnya. Ia menyandarkan tubuh ke kursi kulit mobilnya. Wajahnya tak menunjukkan marah, tapi ada sesuatu yang lebih berbahaya dari amarah.
Rasa kepemilikan.
“Setelah semalam, jangan harap kamu bisa melarikan diri dariku, Nona.”
Terima kasih untuk para pembaca yang selalu setia mengikuti kisah Lizbeth dan Lucien. Mohon maaf jika ada kekurangan dalam ceritanya. Akhirnya cerita ini tamat. Otor memiliki cerita baru berjudul. 'Dimanjakan Sentuhan Panas Adik Ipar.' mohon dukungannya dan semoga kalian suka. Terima kasih, sayang kalian semua.
Mata Lucas melembut saat mendengar permohonan Lucien. Untuk sesaat ia menatap semua orang di sekitarnya. Lizbeth yang menatap penuh harap, Caspian dengan pandangan hangat yang nyaris pecah dalam tangis, dan Cameron yang masih menunduk menahan kesedihan di hatinya. Lucas menarik napas panjang, lalu mengangguk pelan. “Baiklah… Aku akan tetap di sini. Aku tidak akan pergi lagi.”Semua orang terlihat lega dengan keputusan Lucas. Lizbeth mengatupkan mulutnya, matanya basah. Lucien tersenyum—senyum yang jarang terlihat setenang itu. Caspian meraih Lucas untuk pelukan kedua, kali ini lebih erat, dan Cameron menundukkan kepala, bahunya gemetar menahan perasaan di hatinya.Lucas menatap Cameron. Cameron akhirnya melangkah, dia meraih Lucas dan memeluknya sangat erat.“Maaf! Hanya itu yang bisa aku katakan padamu saat ini. Aku bersalah, termasuk pada ibumu.”“Aku sudah memaafkanmu. Jika aku belum memaafkanmu, aku tidak akan ada di sini hari ini. Aku tahu selama ini kamu mencari ibuku. Aku akan
Edwina menggigit bibirnya, jari-jarinya terus menggenggam ponsel erat. Tidak lama, balasan dari Lucien muncul beberapa detik setelah foto dan videonya terkirim. [Tenanglah. Jangan panik. Dad hanya sedang melewati masa sulit di hatinya. Jika kondisinya memburuk, hubungi dokter atau siapa pun yang bisa menemaninya. Aku akan mengurus sisanya. Tolong tetap di sisinya.]Edwina menghela napas, matanya berkaca-kaca. Ia menoleh ke arah Cameron yang terhuyung-huyung ke dapur, mencari botol lain. Suara gelas pecah terdengar saat botol tergelincir. Edwina hampir menangis, tapi ia mengingat kata-kata Lucien. Ia berjalan mendekat, meraih pundak ayahnya. “Daddy— cukup,” bisiknya. Tapi Cameron hanya menatap kosong ke depan.Edwina memutuskan untuk duduk di lantai bersandar ke dinding, menjaga jarak agar tidak memancing kemarahan Cameron. Dalam hatinya, ia berdoa agar masa sulit ini segera berakhir. Dan dua minggu berikutnya, Victoria akhirnya terbang ke London untuk menemani suaminya. Sementara
Malam senakin pekat. Namun, cahaya dari lampu-lampu di teras villa membuat suasana terasa hangat. Gelas-gelas wine telah setengah kosong. Musik lembut mengalun dari speaker kecil di pojok teras—lagu yang tak terlalu keras, cukup untuk menemani gelak tawa yang sesekali pecah.Lucien bangkit, mengambil sehelai kain selendang hangat dan menyelimutkannya di bahu Lizbeth. Udara laut mulai menusuk kulit.“Jangan membiarkan dirimu kedinginan. Angin malam sangat jahat sayang.”Lizbeth menoleh dari samping, mata mereka bertemu. Dalam sekejap, waktu seperti berhenti. Bibir Lizbeth bergerak mendekat, menyentuh bibir Lucien dengan ciuman hangat yang penuh kasih. Keduanya saling berciuman dengan penuh cinta, lalu melepaskannya dengan sebuah senyuman hangat.Grace yang berdiri tak jauh dari mereka, Grace berjalan mendekati balkon, jemarinya menyentuh pagar kaca yang dingin. Kilian bergerak mendekatinya, berdiri di sisinya.Jason duduk di samping Caspian di meja panjang, mengamati mereka sambil ters
Pagi itu langit tampak cerah. Mobil mewah menepi di halaman gedung tinggi milik Kingsley. Suasana kantor terasa lebih hidup dari biasanya. Pagi itu, seperti biasanya mereka yang bekerja untuk Lucien berdiri di depan pintu menyambutnya. Namun, kali ini mereka tidak menunduk. Mereka menatap Lucien dan Lizbeth penuh haru.Lizbeth dan Lucien berjalan berdampingan memasuki lobi. Tangannya saling menggenggam erat. “Selamat datang,” ucap para staf yang berdiri.Lucien tersenyum hangat kepada mereka. “Terima kasih.”“Kami tahu Bapak tidak bersalah.”Lucien dan Lizbeth tersenyum. Di depan sana Kilian memandang lurus ke depan, ada rasa haru di hatinya. Matanya berbinar menahan air mata. Para karyawan yang berpapasan berhenti sejenak, menatap keduanya dengan rasa hormat.Kilian menunduk kepada Lucien. “Selamat datang kembali, Pak.” Lalu dengan cepat dia menekan lift. Lizbeth dan Lucien serta Kilian masuk ke dalam lift bersamaan. Setelah beberapa saat mereka keluar dari lift dan menuju ruang ra
Setelah itu mereka masuk ke dalam.Namun, mereka tidak tidur begitu saja. Lucien pergi mandi, sedangkan Lizbeth membaca buku. Lampu kamar memancarkan cahaya lembut, Lizbeth duduk di pinggir tempat tidur menutup buku yang dibacanya. Lucien keluar dari kamar mandi, rambutnya masih basah. Ia yang sudah memakai pakaian, mendekat dan duduk di samping Lizbeth, memandang wajah istrinya yang masih menyisakan bekas air mata.“Sayang,” suara Lucien pelan, “kamu sudah memikirkan rencana untuk tahun depan?” tanya Lucien tiba-tiba.Lizbeth mengangkat kepalanya perlahan, menatap Lucien. Ada lelah di matanya. “Belum sepenuhnya,” jawabnya. “Aku bahkan belum bisa memikirkan hari esok tanpa merasa bersalah karena Lucas. Jujur saja aku masih memikirkan dia.”Lucien menyentuh punggung tangan sang istri.“Lucas sudah menunjukmu sebagai CEO utama. Itu keputusan yang tidak main-main.” Ia menghela napas. “Dia tidak mengizinkan aku memimpin lagi. Dan aku bersyukur. Pada akhirnya kamu yang menjadi CEO. Aku tahu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments