Lucien menghela napas, lalu memejamkan matanya sejenak. Entah mengapa, dia merasa kalau Victoria seolah sudah tahu kalau semua ini akan terjadi. Lucien menatap ke arah dokumen pengalihan saham. ‘Mom, sebenarnya kau orang seperti apa?’Lucien mengepalkan tangannya. “Kau harus memperketat keamanan. Jangan sampai dia menyakiti ibuku kembali. Mengenai hal ini, jangan beritahu Lizbeth dulu. Dia sudah cukup terbebani.”Cameron mengangguk, bersamaan hela napas berat.Sementara itu, di rumah sakit. Victoria masih terbaring dalam kondisi koma. Selang infus, monitor detak jantung, dan ventilator menjadi satu-satunya suara di dalam ruangan. Di kursi di samping ranjang, seorang wanita paruh baya duduk dalam diam—perawat pribadi yang dikirim langsung oleh Samantha. Dia tengah mencatat suhu tubuh dan tekanan darah pasien, namun tak menyadari ada seseorang yang diam-diam memperhatikannya dari balik jendela luar ruangan.Orang itu mengenakan mantel hitam dan masker, matanya tajam. Dia menatap Victor
Lizbeth membelalak, ia tidak bisa diam saja. Dia langsung mengambil belati itu dan memeluknya.“Cukup Dad, tidak perlu diperpanjang lagi. Jika pernikahanku untuk merebut aset milik Lucien, aku tidak mau.” Lizbeth menatap Caspian dengan tatapan tajam.Namun, Caspian masih terlihat tenang. Tidak ada kemarahan di wajahnya.“Lilibeth, semua ini demi kebaikanmu.”Lucien merah tangan Lizbeth. “Aku sama sekali tidak keberatan. Hanya setetes darah, Lilibeth. Lagi pula aku tidak merasa dirugikan. Untuk mendapatkanmu, apapun akan aku lakukan.”Lucien mengulurkan tangannya, Lizbeth yang masih memeluk belati itu enggan memberikannya. Hingga akhirnya secara perlahan Lucien mengambilnya dari Lizbeth. Lucien mencap perjanjian dengan darahnya. Tidak lama setelah itu Samantha dan Cameron juga ikut menandatanganinya, termasuk Lizbeth dan Caspian. Lizbeth menghela napas, setelah perjanjian itu dibuat. Dia langsung meninggalkan ruang makan.Lucien langsung pergi menyusul Lizbeth. Dan menghentikan langka
Cameron terkejut, Lizbeth diam. Lucien tetap tenang, Samantha menghela napas.“Dad,” kata Lizbeth yang akhirnya duduk lagi. Lizbeth tidak menginginkan semua ini.“Jika Lucien memang tulus mencintaimu. Maka syarat ini bukan apa-apa untuknya.” Caspian menatap Cameron. “Berdirilah. Aku sudah sejak lama memaafkanmu. Hanya saja aku memiliki harga diri yang tinggi untuk mengakuinya.”Cameron pun akhirnya berdiri. Dan perlahan mendekat, lalu duduk di samping Caspian, seraya menatap matanya. “Jadi, apa syarat yang kamu ajukan kepada Lucien?”Caspian tersenyum tipis menatap Cameron. “Kenapa, kamu takut?”Saat Cameron hendak berbicara, suara Lucien terdengar. “Silakan Paman katakan. Apabila masuk akal, aku akan mempertimbangkannya. Dan jika tidak— bukan berarti aku akan melepaskan Lizbeth. Aku akan memperjuangkannya dengan cara yang lain.”Caspian menarik napas. “Baik.”Lizbeth mendadak tegang. Ia tahu, permintaan sang ayah pastinya bukanlah sesuatu hal yang biasa. Pasti akan menyulitkan Lucien
Semua orang terkejut, ruangan mendadak hening seketika.Lucien menunduk, matanya tajam menatap meja makan di depannya. Lizbeth terdiam, jantungnya berdebar begitu keras sampai terasa di telinganya. Suasana yang sebelumnya hangat, mendadak dipenuhi tekanan tak kasat mata.Caspian dan Cameron pun terdiam. Tidak ada yang menyangka bahwa Samantha akan secara gamblang menjatuhkan keputusan sebesar itu di hadapan semua orang.Lucien akhirnya mengangkat wajahnya. Tatapannya mengarah langsung ke Samantha. “Nenek … kenapa sekarang?” suaranya datar, tetapi ada nada hati-hati yang tak bisa disembunyikan.Samantha menatap tajam Lucien. “Kau sudah tidak mau lagi dengan Lizbeth?” tanyanya. “Bukankah ini yang kau inginkan? Sekarang aku mengabulkan permintaan kalian, maka segeralah menikah.”“Tapi, saat ini waktunya tidak tepat.” Lucien menatap Samantha.“Waktunya telah tiba,” jawab Samantha tegas. “Aku tidak akan tinggal diam melihat keluarga ini terpecah belah lagi. Hanya kalian berdua yang bisa me
Lizbeth menoleh ke arah Lucien. “Tentu.”Lucien menarik tangan Lizbeth, membawanya ke kamarnya. Lizbeth hanya mengikuti Lucien dalam diam, mereka masuk ke dalam kamar.Setelah satu jam berlalu, langit sudah hampir terang. Lucien memeluk Lizbeth erat, tetapi tidak satupun dari mereka yang tertidur. Lizbeth menepuk-nepuk pelan punggung Lucien.“Kamu bisa melewatinya— ibumu, dia pasti akan segera sadar.”Lizbeth menanamkan sifat positif pada Lucien. Jika dirinya ikut sedih, bagaimana dengan Lucien. Saat salah satu dari mereka menjadi lemah, salah satu dari mereka harus menguatkan.“Lilibeth,” panggilnya dengan suara yang lembut.“Ya ….”“Saat melihat ibumu sakit— menyaksikan detik terakhirnya—” bibir Lucien bergetar hebat.Deg!Lizbeth membelalak, tidak menyangka Lucien akan menanyakan hal sepahit ini. Mengorek kembali luka lama, yang sudah hampir dia lupakan.“Saat itu, duniaku terasa hancur. Ada rasa tidak rela, karena banyak hal yang belum bisa aku berikan dan lakukan bersamanya. Aku
Lizbeth terdiam sesaat. Hari itu dia pernah berpikir, bahwa semua itu bagian dari skenario Victoria untuk menyingkirkannya. Jika bukan Victoria, lalu siapa lagi yang menginginkan kematiannya? Lucien melihat keraguan di mata kekasihnya. “Percayalah.”Lizbeth diam sejenak, hingga akhirnya manggut. “Siapapun orangnya. Harus ada pertanggung jawaban untuk Lucas.”“Pasti.” Lucien menjawabnya dengan tegas.Lucien dan Lizbeth saling menguatkan. Lucien juga sudah meminta Cameron, menyiapkan kepulangan ibunya ke New York. Dan meminta tim medis khusus untuk merawat ibunya.Dan esok harinya, di ruangan VIP tempat Victoria dirawat. Para tim medis, sedang mempersiapkan untuk pemindahan Victoria ke rumah sakit milik keluarga Kingsley di New York. Tim medis mulai memasang perlengkapan transportasi ICU. Selang oksigen, monitor portabel, brankar khusus dengan penyangga leher dan tulang belakang. Victoria tetap tidak bergerak, napasnya tenang di bawah bantuan alat.Lucien berdiri di samping ranjang. L