Dunia Yuriko seolah runtuh detik itu juga. Tulang-tulang di seluruh tubuhnya seakan berubah menjadi jelly. Meluruh begitu saja dan terduduk di lantai. Air matanya sudah menganak sungai membanjiri wajahnya.
["Datanglah ke rumah sakit dan dokter yang akan menjelaskannya."Dengan tubuh yang terasa sangat berat, Yuriko beranjak berdiri. Meraih tasnya dan melangkah dengan langkah terseok-seok keluar dari ruangannya. Menyapu pipinya yang basah akan air mata. Masuk ke dalam lift dan keluar berpapasan dengan Wolf. Bahkan ia kembali menabrak pria itu. Bedanya, ia sama sekali tidak meminta maaf dan menimbulkan banyak pertanyaan di kepala Wolf."Yuri kenapa? Kok, dia menangis," bisik Wolf dalam hati."Nona Yuriko kenapa ya, Pak? Menabrak Anda, tetapi tidak meminta maaf. Matanya merah dan wajahnya juga basah seperti sedang menangis," tanya Reza sambil menatap punggung Yuriko yang kian menjauh."Ikuti Yuri, Za!" ujar Wolf memerintah.Entah mengapa perasaannya berubah tidak enak. Dan, janjinya untuk tidak memedulikan Yuriko ia lupakan begitu saja. Padahal sebelumnya, ia benar-benar marah dan kecewa pada keputusan wanita itu."Baik, Pak," jawab Reza tegas.Wolf berjalan diikuti oleh Reza di belakangnya. Mereka terlihat sangat terburu-buru karena takut akan kehilangan jejak Yuriko. Sementara Wolf pergi mengikuti Yuri ke arah Lobi, Reza bergegas ke arah parkiran untuk mengambil mobil."Cepat, Za!" ujar Wolf sambil masuk ke dalam mobil melihat Yuriko juga masuk ke dalam taksi."Iya, Pak," balas Reza bergegas mengemudikan mobilnya dan mengikuti taksi yang Yuriko tumpangi."Menurutmu, Yuri mau ke mana?" tanya Wolf penasaran."Saya juga tidak tahu, Pak," jawab Reza jujur.Pria dengan nama lengkap Wolf Lundmark Antariksa Phoenix itu terlihat sedang berpikir keras. Mengingat bagaimana terburu-burunya Yuriko sambil menangis, ia berpikir bahwa terjadi sesuatu yang buruk pada nenek wanita itu."Apa mungkin terjadi sesuatu pada neneknya Yuri?" lirih Wolf, tetapi masih bisa didengar samar-samar oleh Reza."Kenapa, Pak?" tanya Reza tidak bisa mendengar dengan jelas."Aku pikir, terjadi sesuatu pada neneknya Yuri. Kau ingat bagaimana ekspresi wajah Yuri dan betapa terburu-burunya dia?" jelas Wolf berusaha mengingatkan."Ya, benar. Saya rasa, apa yang Anda katakan benar, Pak," ucap Reza membenarkan.Melihat taksi yang Yuriko tumpangi menaikkan kecepatan, Reza pun sama. Ia tidak boleh kehilangan jejak taksi itu dan membuat bosnya marah. Mungkin sekitar dua puluh menit berlalu, Mereka sampai di depan Rumah Sakit Internasional Heaven. Melihat Yuriko keluar dari taksi dengan terburu-buru membuat Wolf tidak sabar untuk keluar daridalam mobil."Kau kembali ke perusahaan saja. Aku ingin kau menambah beberapa poin di perjanjian kontrak pernikahan," ujar Wolf memerintah."Baik, Pak, tapi apa saja yang perlu ditambahkan?""Nanti akan aku kirim melalui pesan," sahut Wolf bergegas mengejar Yuriko tanpa ketahuan.Pria tampan itu ingin menambah beberapa poin karena yakin kalau Yuriko akan menemuinya dan menerima tawaran nikah kontrak dengannya. Dilihat dari situasi, wanita itu tidak akan membaca isi dari surat perjanjian dan akan langsung menandatanganinya. Jadi, Wolf tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan terbaik itu."Aduh ... Hati-hati, Yuri!" Wolf melihat Yuriko terjatuh karena berlarian menabrak pengunjung rumah sakit."Maaf, maaf, saya minta maaf." Setelah mengucapkan kata maaf dan membungkuk beberapa kali, Yuriko kembali berlarian."Sebenarnya ada apa dengan nenekmu, Yuri?" tanya pria itu khawatir. Ia hanya bisa membatin karena tidak mungkin menanyakannya langsung pada sang empu.Tidak lama kemudian, sampailah di lorong di antara ruang perawatan. Dari kejauhan, seorang dokter dan perawat baru saja keluar dari ruang perawatan neneknya. Lalu, Yuriko langsung menghampiri mereka."Dok? Sebenarnya apa yang terjadi pada Nenek saya?" tanya Yuriko."Nenek Anda menderita kanker perut stadium akhir, Nona. Kondisinya sangat parah dan harus segera dioperasi," jelas Dokter dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku snelli.Meski sudah mendengarnya dari perawat ketika di telepon sebelumnya, tetapi mendengar penjelasan dari dokter secara langsung membuat tubuh Yuriko limbung. Hampir saja ia terjatuh jika tidak lekas berpegangan pada dinding."Se-sejak kapan, Dok? Kenapa saya tidak tahu? Bukankah Nenek saya hanya menderita radang sendi dan sakit perut biasa?" tanya Yuriko dengan bola mata yang memerah dan bulir-bulir bening yang kembali menetes.Tidak mungkin sakit perut biasa sampai dirawat di rumah sakit sebagus itu. Apalagi biaya satu malam menginap di rumah sakit itu sangat mahal."Tidak, Nona. Sebenarnya, Nenek Nona sudah menderita kanker perut sejak lama, tapi karena takut Nona akan khawatir jadi beliau berusaha merahasiakannya dari Nona. Bahkan pertama kali Nona membawa beliau ke rumah sakit ini, beliau meminta kami untuk merahasiakannya dari Nona," jelas dokter itu panjang lebar.Nenek Yuriko sudah beberapa kali melakukan konsultasi di rumah sakit itu. Berkali-kali dokter menyarankan agar segera dioperasi, tetapi ia menolak."Ambil surat persetujuan operasi agar wali bisa segera menandatangani dan operasi bisa segera dilakukan," sambung dokter itu pada perawat yang sejak tadi ada di sampingnya."Baik, Dok," balas perawat bergegas pergi."Kalau begitu, saya permisi," pamit dokter."Yuri," lirih Wolf sambil mengulurkan tangannya.Sepeninggalnya dokter dan perawat, tubuh Yuriko serasa tidak memiliki tulang. Ia jatuh dan terduduk ke lantai dengan tatapan kosong, tetapi air matanya tidak bisa berhenti mengalir. Tangannya terulur memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. Ingin rasanya berteriak melampiaskan kesedihannya."Sudah kuduga. Tidak mungkin Yuri bersikap aneh seperti itu kalau tidak terjadi apa-apa pada neneknya," lirih Wolf menatap Yuriko sendu.Yuriko masih memukul-mukul dadanya. Meratapi kekecewaannya atas keputusan sang nenek yang tidak mau memberitahu tentang penyakitnya. Sepersekian detik kemudian, tangisnya pecah. Namun, ia berusaha menutup rapat-rapat mulutnya agar tidak mengganggu pasien, termasuk neneknya. Setelah merasa lebih baik, wanita itu beranjak berdiri dan melangkah pergi."Yuri mau ke mana? Kenapa dia kembali ke sini bukannya melihat keadaan neneknya?"Manik mata Wolf terbelalak mendapati Yuriko berjalan ke arahnya. Ia berjalan mundur dan hampir terjatuh karena menabrak kursi tunggu. Kemudian, ia bergegas duduk di kursi itu bergabung dengan pengunjung rumah sakit yang lain. Menundukkan kepalanya berusaha menyembunyikan wajahnya."Maaf, Bu, maaf," ujar Wolf ketika tidak sengaja menabrak wanita paruh baya.Meski Wolf salah satu pria yang dingin, tetapi sebenarnya ia pria hangat yang memiliki sopan santun. Hanya saja, ia berusaha menyembunyikan sisi itu dan selalu menunjukkan sisi dinginnya."Astaga, Yuri! Kenapa kau hobi sekali lari-lari, sih?" keluh Wolf mengejar Yuriko dengan langkah besar.Keluar dari rumah sakit, Yuriko langsung melambaikan tangan berusaha menghentikan taksi. Setelah wanita itu masuk ke dalam taksi, Wolf ikut melambaikan tangannya dan masuk ke dalam taksi setelahnya."Sebenarnya Yuri mau ke mana, sih?" Wolf terus saja bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Entah sudah berapa lama berada di perjalanan, pria itu membelalakkan matanya, "Loh! Kenapa Yuri kembali lagi ke perusahaan?"Sementara Wolf terus bertanya-tanya, kakinya terus melangkah mengikuti Yuriko. Ia tidak mempedulikan para karyawan berlalu-lalang mulai kembali ke ruangannya masing-masing. Ia bahkan mengabaikan sapaan bawahannya dan terus menatap punggung Yuriko yang kian menjauh."Sepertinya rencanaku mengubah beberapa poin di surat perjanjian nikah kontrak memang benar," bisik Wolf sambil menahan senyumnya.Tidak jauh dari lift, Yuriko nampak ragu-ragu. Wanita itu ingin langsung pergi ke ruangan Wolf, tetapi tidak tahu harus mengatakan apa nantinya. Akhirnya, ia masuk ke dalam lift dan menekan tombol angka tiga puluh satu."Aku harus sampai ruanganku lebih dulu," bisik Wolf lekas berlari setelah melihat lift yang Yuriko naiki menuju ke lantai tiga puluh satu di mana ruangannya berada.Pria itu masuk ke dalam lift khusus direktur. Memencet tombol dengan tidak sabaran. Berjalan ke sana kemari memikirkan Yuriko keluar lift lebih dulu. Benar saja apa yang ia pikirkan. Ketika lift terbuka, ia melihat Yu
Wolf menghentikan langkahnya dan menatap tangannya juga Yuriko bergantian. Baru menikmati sentuhan tangan itu sudah harus dilepaskan. Akan tetapi, ia tidak boleh menuruti egonya dan membuat Yuriko membatalkan perjanjian nikah kontrak. Yah, meskipun perjanjian itu tidak akan mudah dibatalkan karena wanita itu sudah terlanjur menandatangani. Namun, tetap saja ia tidak ingin menghambat proses menjadi lebih dekat dengan Yuriko."Menurutmu, apa kita harus pergi ke kantor catatan sipil dulu?" tanya Wolf setelah berpikir sejenak."Untuk apa ke kantor catatan sipil?" Yuriko balas bertanya sambil mengerutkan keningnya."Tentu saja untuk mendaftarkan pernikahan kita," sahut Wolf malas."Astaga, Pak Wolf! Masalah itu bisa kita urus nanti. Yang paling penting sekarang urusan nenek saya. Sekarang kita harus pergi ke rumah sakit untuk menyelesaikan administrasi agar nenek saya bisa segera dioperasi," ujar Yuriko frustasi. Ia tidak tahu dengan cara berpikir pria itu. Hal yang mendesak seperti opera
"Ya, sangat. Saya sangat mencintai Yuri dan itulah alasan saya melamarnya. Oleh karena itu, restui saya menjadi suami Yuri," sahut Wolf mantap.Sejak dulu, Wolf tidak pernah main-main dengan cinta. Satu kali pria itu jatuh cinta, maka ia akan selalu mencintai wanita itu dengan sepenuh hati. Dan untuk Yuriko, seharusnya ia merasa bersyukur karena Wolf pria original. Belum pernah tersentuh oleh wanita mana pun karena ia belum pernah menjalin hubungan dengan wanita mana pun."Ya, ya, ya, nenek merestuimu. Semoga rencana yang kau susun untuk merebut hati Yuri berhasil. Hanya satu pesan nenek, jangan pernah sakiti hati Yuri dan yang paling penting jangan pernah menduakannya karena hal itu yang paling Yuri benci," ujar Nenek Yuana mengingatkan."Baik, Nek. Saya berjanji tidak akan pernah menyakiti hati Yuri dan tidak akan pernah menduakannya. Saya akan selalu mencintai Yuri sampai ajak menjemput," balas Wolf berjanji.Pembicaraan antara nenek dan calon cucu mantu berakhir. Yuriko kembali ma
"Pak? Pak Wolf, kenapa diam saja?" panggil Yuriko sambil mengayun tangannya di depan wajah Wolf."Kau tahu Theo, mantan asisten pribadiku?" Wolf balik bertanya setelah menoleh sekilas."Tentu saja. Siapa yang tidak kenal Bu Theo? Bahkan seluruh karyawan di perusahaan sering sekali membicarakannya," sanggah Yuriko seolah ia tahu segalanya tentang Theona.Sejak pertama kali Theona menjabat sebagai asisten pribadi Wolf. Terlebih, dengan seorang anak yang selalu dibawa ke kantor. Kehadirannya mampu mengguncang isi perusahaan. Banyak sekali yang berpikir bahwa Theona adalah istri Wolf dan anaknya juga anak Wolf. Banyak juga yang berkata bahwa Theona kekasih rahasia Wolf sampai memiliki seorang anak. Apalagi, mereka melihat sangat jelas bagaimana sikap Wolf terhadap wanita itu dan anaknya."Benarkah? Apa yang mereka bicarakan tentang Theo?" tanya Wolf penasaran."Bukan itu yang harus kita bahas, Pak Wolf. Yang seharusnya kita bahas adalah alasan, Pak Wolf, menikah kontrak dengan saya," sang
Pihak pertama boleh melakukan apa saja terhadap pihak kedua. Pihak kedua tidak boleh menolak apa pun keinginan pihak pertama. Pihak kedua akan tinggal di rumah pihak pertama. Pihak kedua harus menyiapkan sarapan dan makan malam di setiap harinya. Selain beberapa poin itu, masih banyak poin lain yang merugikan Yuriko."Maksud Pak Wolf apa? Kenapa tidak ada satu poin pun yang menguntungkan buat saya?" tanya Yuriko terkejut."Ini bukan salahku, Yuri. Kau sudah menandatangani perjanjian itu dan kau harus mematuhinya. Karena kalau tidak, kau harus mengganti sepuluh kali lipat dari jumlah uang yang sudah aku keluarkan," sanggah Wolf sambil menunjukkan seringaian tipisnya."A-apa? Sepuluh kali lipat?" terkejut Yuriko.Nyaris saja bola mata Yuriko melompat keluar karena terlalu terkejut. Jangankan sepuluh kali lipat, tanpa dilipat gandakan pun ia tidak akan pernah bisa membayarnya. Mungkin gajinya di perusahaan selama sepuluh tahun tetap tidak akan cukup."Ya, sepuluh kali lipat. Kalau kau ti
"Bahkan hal konyol seperti ini sekalipun?" tanya Yuriko tidak percaya."Tentu saja," balas Wolf santai."Astaga, Tuhan!" ujar Yuriko frustasi. Ia benar-benar tidak menyangka dengan sikap Wolf. Badan tinggi kekar, tetapi sifatnya benar-benar kekanakan."Sudah sana cepat keluar. Aku harus kembali dan menemani Nenek," usir Wolf merasa sudah cukup mengejutkan Yuriko.Meski masih tidak bisa percaya, tetapi Yuriko tidak bisa menolak. Ia harus membiarkan nama itu tersimpan di ponselnya. Mengingat neneknya sendirian di rumah sakit, wanita itu lekas turun dan membiarkan Wolf pergi."Ya ampun! Kenapa Yuri menggemaskan sekali?" Wolf memukul-mukul setir membayangkan wajah terkejut Yuriko yang sangat menggemaskan, "Bagaimana aku bisa tahan nanti kalau Yuri sudah tinggal di rumahku?" sambung pria itu gemas.Memikirkan akan segera tinggal bersama membuat Wolf tidak sabar. Akankah ia meminta Yuriko untuk tidur di ruangan yang sama dengannya atau berbeda? Haruskah ia menjadikan poin dua sebagai pegang
"Ada apa lagi?" tanya Wolf mendapati Yuriko tertinggal beberapa langkah."Saya takut salah bicara, Pak Wolf," sahut Yuriko panik.Hanya tinggal beberapa langkah lagi dan mereka sampai di pintu utama, tetapi Yuriko menghentikan langkahnya karena takut membuat kesalahan. Melihat kekhawatiran di wajah Yuriko, sontak membuat Wolf melangkah mendekat. "Jangan khawatir. Kedua orang tuaku orang yang sangat baik. Aku yakin setelah kau bertemu dengan mereka, kau akan langsung menyukainya. Dan, bukankah aku sudah bilang kalau aku tidak akan pernah meninggalkanmu sendiri? Jadi, lebih santailah sedikit," ujar Wolf berusaha menenangkan. Ia menyentuh kedua bahu istri kontraknya dan meremasnya perlahan."Tapi, Pak Wolf jangan marah kalau saya membuat kesalahan," pinta Yuriko takut-takut."Baiklah. Aku tidak akan marah asalkan kau mau memanggilku dengan sebutan mas. Kau juga harus berhenti menyebut dirimu saya, tapi aku," balas Wolf meminta syarat."M-mas?" tanya Yuriko ragu.Raut wajah wanita itu te
Wolf melangkah maju. Ia pikir, kenapa Yuriko tidak bisa melihat situasi? Saat ini, mereka sedang berada di rumah orang tua Wolf dan perjanjian kontrak pun tidak ada di sana. Jadi, tidak bisakah wanita itu sabar sedikit?"Kau mau mengubah beberapa poin nanti atau tidak sama sekali?" ancam Wolf sambil menatap tajam Yuriko.Sejak siang tadi, ia selalu bersikap baik pada Yuriko. Namun, jangan salah artikan sikap baiknya. Wolf memang baik, tetapi tidak mudah diusik."Na-na-nanti saja," balas Yuriko terbata. Ia benar-benar takut melihat ekspresi menakutkan suami kontraknya saat ini."Bagus. Kalau begitu, aku mandi dulu sebelum Papa pulang," kata Wolf bersemangat. Ia mengecup puncak kepala Yuriko dan mengacak rambutnya gemas. Sebelum beberapa poin diubah, ia ingin menikmati masa-masa di mana ia bisa menyentuh Yuriko sesuka hatinya."Astaga, Yuri! Sabar, sabar, sabar. Untung aku orangnya penyabar. Kalau tidak, mungkin sudah habis kutampol tuh wajah tampan Pak Wolf," batin Yuriko kesal sambil