Home / Romansa / Jebakan Nikah Kontrak / 6. Beraninya Kau Menolak Tawaranku

Share

6. Beraninya Kau Menolak Tawaranku

Author: Vhiaraya
last update Last Updated: 2023-06-27 22:49:48

"Alasan kenapa kau bekerja paruh waktu di bar karena kau butuh uang untuk biaya rumah sakit. Benar bukan?" Wolf beranjak berdiri dan berjalan memutari meja mendekat ke arah Yuriko, "Aku akan menanggung seluruh biaya rumah sakit sampai nenekmu sembuh, asalkan kau mau menandatangani perjanjian kontrak pernikahan denganku. Bukankah sekali mendayung dua pulau langsung terlampaui?"

Maksud dari ucapan Wolf adalah Yuriko bisa mengabulkan permintaan neneknya dengan menikahi Wolf dan ia juga bisa membiayai proses penyembuhan neneknya di rumah sakit.

Mendengar ucapan Wolf, Yuriko mengangkat kepalanya menatap tajam manik mata pria itu. Lalu, ia beranjak berdiri dengan terburu-buru. Bukankah pria itu terlalu ikut campur urusan pribadinya? Apalagi sampai mengorek informasi pribadinya sampai sejauh itu.

"Saya memang butuh banyak uang untuk membiayai pengobatan nenek saya di rumah sakit, tapi sampai kapan pun saya tidak akan pernah menandatangani perjanjian kontrak pernikahan ini," balas Yuriko nyalang.

Setelah mengucapkan kata-kata itu, Yuriko berbalik dan melangkah ke arah pintu. Ia tidak sadar bahwa dirinya telah membuat serigala itu marah besar.

"Kau? Beraninya kau menolak tawaranku untuk yang kedua kalinya," geram Wolf sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat diiringi suara gigi yang diadu.

Dengan langkah besar, Wolf mengejar Yuriko dan menarik tangannya. Lalu, menekan tubuh wanita itu ke pintu.

"Aawww! Apa yang Anda lakukan, Pak Wolf?" tanya Yuriko kesakitan.

Dua kali Wolf meminta Yuriko untuk menandatangani perjanjian kontrak pernikahan dan wanita itu menolaknya. Tidakkah terlalu keterlaluan? Apalagi Wolf tipe pria yang tidak pernah meminta pada orang lain.

Klek!

Suara pintu dibuka membuat lamunan Wolf buyar. Yah, pria itu membayangkan bahwa dirinya telah bersikap impulsif terhadap Yuriko.

"Pergilah dan jangan pernah muncul lagi di depanku. Baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja." Wolf tersenyum miris, "Aku menawarkan hal baik, tapi kau bersikeras untuk menolak. Jadi di lain kesempatan, apa pun yang terjadi padamu aku tidak akan peduli. Aku akan menganggap kalau kau tidak membutuhkan bantuanku," lanjut pria itu. Mendapat penolakan untuk yang kedua kalinya membuat harga diri seorang Wolf terluka.

Untuk sesaat, Yuriko terdiam. Entah mengapa, perasaannya tiba-tiba berubah tidak enak. Akan tetapi, ia tetap harus melanjutkan langkahnya dan keluar dari ruangan itu.

"Astaga! Aku lupa belum mengembalikan jas Pak Wolf," terkejut Yuriko mendapati paper bag berisi jas Wolf masih di genggamannya.

Semalam setelah sampai di rumah, ia langsung mencuci dan mengeringkannya menggunakan alat pengering rambut dengan maksud agar bisa segera dikembalikan. Akan tetapi, ia justru melewatkan waktu di mana seharusnya ia mengembalikannya pada Wolf dan justru membawanya kembali keluar.

"Ah sudahlah. Kapan-kapan saja mengembalikannya atau kalau tidak dititipkan saja pada Pak Reza," kata Yuriko memutuskan.

Akhirnya, Yuriko membawa kembali jas Wolf tanpa berniat untuk mengembalikannya sekarang. Apalagi saat ini Wolf sedang marah begitu juga dengan dirinya yang kecewa atas sikap pria itu.

"Nona Yuriko?" panggil Reza membuat sang empu menoleh ke belakang.

"Iya, Pak Reza," sahut wanita itu.

"Apa sudah selesai?" tanya Reza penasaran.

"Iya, sudah." Tiba-tiba, Yuriko berpikir tentang jas. Ia menatap paper bag sambil tersenyum, "Oh iya, Pak. Saya boleh minta tolong, tidak?"

Jika ia bisa menitipkannya pada Reza, kenapa ia tidak memanfaatkan hal itu. Dengan demikian, ia tidak perlu menunda-nunda untuk mengembalikannya. Terlebih, Wolf tidak ingin melihatnya lagi. Entah itu disengaja maupun tidak disengaja. Jadi, menitipkannya pada Reza adalah pilihan tepat.

"Boleh. Memangnya Nona Yuriko mau minta tolong apa?" tanya Reza penasaran dengan dahi yang berkerut.

"Mmm ... Saya boleh titip ini tidak untuk Pak Wolf?" Terlihat sangat ragu-ragu, tetapi Yuriko tetap mengatakannya sambil menyodorkan paper bag itu.

"Kenapa tadi tidak sekalian, Nona?" tanya Reza bingung.

Pria itu benar-benar tidak habis pikir dengan Yuriko. Sebelumnya pergi ke ruangan Wolf, tetapi tidak menyerahkan pada orangnya langsung dan sekarang justru meminta tolong padanya.

"Iya, saya lupa. Jadi, Pak Reza mau bantu saya mengembalikan jas ini pada Pak Wolf, 'kan?" sahut Yuriko tersenyum canggung.

"Maaf, Nona, saya tidak bisa. Lebih baik, Nona kembalikan sendiri pada Pak Wolf. Sekalian nanti Nona bisa mengucapkan terimakasih karena Pak Wolf sudah menyelamatkan Nona semalam," tolak Reza tegas.

Mengingat kejadian semalam ketika ia terburu-buru mengemudi membuatnya ketakutan. Jadi kali ini, ia akan membiarkan Wolf bertemu lebih lama lagi dengan Yuriko. Anggap saja, sebagai ganti waktu di mobil semalam.

"Mengembalikannya nanti saja deh. Kalau begitu, saya permisi dulu," pamit Yuriko bergegas masuk ke dalam lift.

Sementara itu, Reza berbalik dan masuk ke ruangan Wolf setelah mengetuk pintu. Ia terlihat begitu penasaran dengan apa yang terjadi antara bosnya dan Yuriko.

"Bagaimana, Pak? Apa rencana kita berhasil?" tanya Reza curiga setelah melihat sikap Yuriko beberapa saat yang lalu.

"Jangan bahas wanita itu lagi di depanku!" Wolf sudah terlanjur kesal dan tidak berencana untuk mengingkari janjinya.

"Jadi, Nona Yuriko tetap menolak tawaran Anda, Pak?" tanya Reza memastikan.

"Sudah kubilang untuk tidak membahas wanita itu lagi!" sentak Wolf kesal.

Pria itu melempar vas bunga ke arah Reza. Beruntung sekretarisnya itu langsung menghindar. Jika tidak, mungkin pria itu akan terluka karena terkena lemparan vas bunga.

"Ma-maaf, Pak. Saya hanya--"

"Cukup! Pokoknya mulai detik ini, jangan sebut apa pun tentang wanita itu," potong Wolf menggebu.

"Baik, Pak. Kalau begitu, saya permisi dulu mau memanggil office boy untuk membersihkan pecahan vas bunga," pamit Reza bergegas beranjak keluar.

***

Beberapa jam kemudian, waktu istirahat makan siang tiba. Yuriko dan Nana sedang bersiap-siap untuk pergi ke kantin. Akan tetapi, suara dering telepon membuat Yuriko meminta Nana untuk pergi lebih dulu.

"Aku angkat telepon dulu. Nanti aku akan menyusul ke kantin," kata Yuriko sambil melirik ke arah ponselnya dengan khawatir.

"Ya sudah, tapi jangan lama-lama," balas Nana yang kemudian diangguki oleh Yuriko. Kemudian, ia lekas melangkah pergi keluar dari ruang kerjanya.

"Ada apa ini? Kenapa rumah sakit tiba-tiba menelpon?" lirih Yuriko bertanya-tanya. Lalu, ia lekas memencet tombol hijau karena khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada neneknya.

["Halo, ada apa, Sus?"

["Pasien bernama Yuana harus segera dioperasi dan kami membutuhkan persetujuan dari wali."

["A-apa? Operasi? Memangnya Nenek saya kenapa, Sus?" tanya Yuriko terkejut.

Bukankah beberapa hari terakhir kondisi neneknya baik-baik saja? Lalu, bagaimana bisa ia mendapat kabar bahwa sang nenek harus segera dioperasi?

["Nenek Anda harus segera dioperasi karena kanker perut stadium akhir yang dideritanya."

["A-pa? Kanker perut stadium akhir? Sejak kapan, Sus, sejak kapan? Sejak kapan nenek saya menderita kanker perut stadium akhir?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jebakan Nikah Kontrak    49. Senang Sekali Menguji Kesehatan Jantungku

    "Anak kita laki-laki, Mas," kata Yuriko mengingat sang suami belum tahu."Jangan bercanda, Yuri! Hal seperti ini tidak bisa kau jadikan sebagai candaan," protes Wolf tidak suka."Aku serius, Mas. Kalau tidak percaya, kau bisa lihat di papan nama. Bahkan nama putra kita belum ditulis," ujar Yuriko menjelaskan.Sontak, Wolf langsung berjongkok dan memeriksa papan nama. Di sana terlihat jelas di bagian nama kosong dan di bagian jenis kelamin menunjukkan tulisan laki-laki."Astaga!" Wolf terlihat seperti orang yang sedang melihat hantu. Manik mata dan mulutnya terbuka lebar. Ia sampai jatuh terjengkang ke belakang karena terlalu terkejut melihat bayinya berjenis kelamin laki-laki."Bagaimana bisa?" Wolf menyentuh kepalanya dan sedikit mencengkeram rambutnya.Beruntung waktu itu tidak hanya membeli pakaian berwarna pink saja, tetapi ada warna ungu juga. Jadi saat ini, bayi laki-laki itu memakai pakaian berwarna ungu. Tidak masalah jika anak laki-laki memakai pakaian warna itu."Maaf, Mas.

  • Jebakan Nikah Kontrak    48. Dua Garis

    "A-apa? Ha-hamil?" Manik mata Wolf terbelalak dengan senyum yang mengembang, "Apa kau sungguh hamil, Sayang?" imbuhnya bertanya pada sang istri."Aku tidak tahu, Mas," sahut Yuriko menggeleng bingung.Selama ini, ia hanya menikmati kehidupan rumah tangganya dengan Wolf. Ia bahkan tidak sadar akhir-akhir ini sering sekali makan. Porsinya masih normal, tetapi ia sering menikmati camilan. Baik ketika di rumah maupun di perusahaan."Coba kau beli test pack di apotik. Kalau tidak, panggil dokter keluarga kita ke rumah," kata Grizeljoy menyarankan."Nah iya, Benar. Kalau bisa, panggil dokter kandungan saja ke rumah biar lebih pasti," timpal Antariksa ikut menyarankan.Rupanya selain Wolf, dan Grizeljoy yang terlihat bersemangat, Antariksa pun jauh lebih bersemangat daripada mereka berdua. Namun alih-alih meminta putra San menantunya pergi ke rumah sakit, ia justru berkata untuk membawa dokter spesialis kandungan ke rumah."Bagaimana kalau test pack saja? Nanti kalau positif, Yuri sama Mas W

  • Jebakan Nikah Kontrak    47. Kau Hamil?

    "Kita sudah menikah, tapi hanya sedikit orang yang tahu. Menurutmu, apa kita perlu membuat perayaan untuk mengumumkan pernikahan kita?" Satu bulan berlalu setelah drama merajuk yang Wolf buat. Kini, pria itu sedang bermanja-manja dengan Yuriko di dalam selimut. Mereka baru saja menyelesaikan ritual percobaan pembuatan anak yang entah sudah berapa puluh atau mungkin berapa ratus kali."Siapa bilang sedikit? Semua karyawan di perusahaan tahu tentang status kita. Jadi aku pikir, kita tidak perlu merayakannya. Itu hanya akan buang-buang waktu dan uang saja," tolak Yuriko.Tidak peduli mau seberapa banyak orang yang tahu tentang pernikahannya. Yang paling penting sekarang hidupnya sudah bahagia. Tanpa ada yang ditutup-tutupi dan saling terbuka satu sama lain meski hanya hal kecil sekalipun."Tidak, Sayang. Untuk hal seperti ini tidak bisa dibilang sebagai buang-buang uang." Wolf menggelengkan kepalanya tidak setuju dengan pemikiran sang istri.Selain karyawan di perusahaan, Wolf ingin men

  • Jebakan Nikah Kontrak    46. Satu, Dua, atau Tiga?

    Yuriko menatap manik mata Wolf yang terlihat berkaca-kaca. Terlihat sekali bahwa pria itu sudah terlalu putus asa. Tidak tahu harus melakukan apa dan dengan cara apa agar Yuriko mau memiliki anak dengannya."Kenapa? Apa masih belum cukup?" tanya Wolf nyalang. Rasa-rasanya, kesabarannya sudah habis tak bersisa."Tidak. Aku setuju untuk memiliki anak," sahut Yuriko sedikit menyusutkan tubuhnya. Sebelumnya memang Wolf pernah marah, tetapi kali ini berbeda. Tatapan matanya menunjukkan kemarahan, kekesalan, kekecewaan, dan perasaan lainnya yang tercampur menjadi satu membuat Yuriko kesulitan sekedar untuk bernafas."Hah? Apa? Aku tidak salah dengar, 'kan?" tanya Wolf terkejut.Baru saja ia pasrah atas penolakan yang akan Yuriko lontarkan. Namun ternyata, ia mendengar jawaban yang sangat ingin ia dengar. Bahkan ia sampai tidak bisa mempercayai pendengarannya."Sama sekali tidak. Jadi, kau menginginkan berapa anak? Satu, dua, atau tiga?" sahut Yuriko mantap."A-apa?" Wolf kembali dikejutkan

  • Jebakan Nikah Kontrak    45. Tatap Aku, Yuri!

    "M-mas?" Yuriko langsung menjauhkan tubuhnya dengan raut bingung."Kenapa? Tidak bisa? Mau kembali sama Devon? Ya sudah, sana." Wolf melebarkan matanya dan berkata dengan nada malas. Lalu, ia melangkah ke arah meja kerjanya berusaha mengabaikan Yuriko.Terlihat, Yuriko sedang mengigiti kuku jari tangannya. Menatap Wolf dengan raut keragu-raguan. Haruskah ia mengatakan alasannya?"Bu-bukannya aku tidak mau. Aku hanya ..." Yuriko sengaja menggantung kalimatnya membuat Wolf penasaran."Hanya apa? Hanya karena kau belum mempercayaiku?" tanya Wolf berbalik dan menatap wanita itu sinis."Tidak, bukan karena itu. Aku hanya ... Takut, Mas," sahut Yuriko sambil menundukkan kepalanya.Mendengar kata takut terlontar, sontak membuat Wolf mengurungkan niatnya untuk duduk. Ia kembali mendekat ke arah Yuriko dan menyentuh bahunya."Tatap aku, Yuri!" pinta Wolf.Melihat bagaimana kondisi sang istri saat ini membuat Wolf tidak tega. Sebenarnya, ia tidak bisa jauh meski hanya sebentar. Namun, ia terpak

  • Jebakan Nikah Kontrak    44. Kalau Begitu, Berikan Aku Seorang Anak

    "Itu tidak benar, Mas. Hal itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan dia." Yuriko menyentuh lengan Wolf dan tangisnya semakin pecah."Turun!" seru Wolf."Tidak, Mas. Aku tidak akan turun sebelum kau mempercayai kata-kataku," tolak Yuriko sambil menggeleng cepat.Wolf menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kasar. Ia pikir, Yuriko tidak akan pernah mau mendengarkan ucapannya. Jadi, ia memutuskan untuk keluar dan menurunkan semua barang belanjaan di depan lobby apartemen. Setelah itu, ia menarik tangan Yuriko agar turun dari mobil."Mas, aku mohon! Kali ini saja percaya padaku. Semua yang aku katakan benar. Aku tidak sengaja bertemu dengannya dan aku tidak ingin memiliki anak bukan karena dia." Yuriko berjalan mengikuti Wolf yang hendak masuk ke dalam mobil."Minggir!" seru Wolf ketika Yuriko menghalangi jalannya."Mas, aku mohon!" lirih Yuriko. Namun sayangnya, sang suami sama sekali tidak peduli dengan permohonannya.Wolf menyentuh bahu Yuriko dan mendorongnya ke samping. La

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status