Cuaca di Christchurch hari itu cerah, Nadya mengayuh sepeda nya, melewati pohon - pohon sakura yang mulai bersemi, karena di musim semi ini pohon sakura akan tumbuh sangat cantik, Udara pagi yang terasa segar, Serta tidak banyaknya polusi karena memang penduduknya yang tidak banyak membuat Christchurch menjadi kota yang sanyat nyaman bagi Nadya.
Nadya mengayuh sepeda perlahan melewati jalanan kota yang masih sepi, dikelilingi oleh pepohonan yang sedang berbunga. Sakura-sakura di sepanjang jalan Riccarton pelan-pelan menggugurkan kelopaknya, menari turun ke jalan seperti salju merah muda. Rasanya seperti masuk ke dalam lukisan. Christchurch di musim semi selalu punya cara yang halus untuk menyapa. Matahari baru muncul di balik bangunan tua, menciptakan semburat emas di kaca-kaca jendela toko. Angin bertiup ringan, cukup untuk membuat ujung jaket nya bergerak dan rambut nya berantakan. Tiba di motel tempat ia bekerja, Nadya langsung menuju ke Office untuk mengecheck kamar kamar yang harus dia bersihkan. Saat di office dia tidak menemukan Charlie, Nadya berusaha memanggil Charlie ke dalam tapi saat hendak masuk, ia menubruk seorang laki laki bertubuh tinggi, dengan warna rambut golden brown, dan mata biru serta sedikit bulu– bulu yang tumbuh di dagu nya. “Uppss Sorry” ujar Nadya pelan. "That's fine” balas Sam Sam memperhatikan gadis itu, tubuh nya tidak tinggi sekitar seratus lima puluhan senti meter, tubuh nya kecil, rambut nya hitam panjang di kuncir kuda, dan saat gadis itu tersenyum, terlihat lesung pipi di wajahnya. Nadya balas memperhatikan Sam, ia yakin sekali bahwa lelaki itu pasti anak nya Charlie, karena bos nya itu sudah memberi tahukan sebelum nya. "Hai Aku Nadya, apa Charlie ada?”. Ucap Nadya sambil tersenyum. Sam langsung teringat cerita ayah nya tentang beberapa pekerja di motel nya. Mungkin gadis ini adalah salah satu pegawai ayah nya. “Ayah ku sedang pergi ke Auckland mungkin sekitar satu pekan di sana. Oh ya aku Samuel Kai Wiegner but you can call me Sam” Sam mengulurkan tangan dan tersenyum pada Nadya. “Hi Nice to meet you” balas Nadya. Dia tidak tau bahwa Charlie pergi ke Auckland, pria itu tidak memberitahu sebelum nya. “Oh ya Nad, apakah Ayah ku sudah kirim pesan ke kamu bahwa hari ini cukup sibuk, tapi sayang nya Naoko harus ke kampus dan pekerja yang lain Victoria tidak bisa bekerja karena sakit. Is it Ok for you to clean eight rooms by yourself?” Tanya Sam, ada keraguan di wajah nya. “Wahh sibuk juga ya, but it's ok I think I can handle it” Balas Nadya sambil tersenyum menampakan lesung pipi nya. "Cute" gumam Sam dalam hati. Sam Mengalihkan pandangan nya dan memberikan kertas berisi nomor-nomor kamar yang harus di bersihkan Nadya serta kunci master untuk membuka kamar- kamar tersebut. Setelah mendapatkan kertas dan kunci tersebut Nadya langsung bekerja. Saat Nadya serius bekerja, diam-diam Sam memperhatikan Nadya lewat CCTV motel. Gadis itu bekerja dengan cepat, dia juga terlihat tidak mengeluh cape dan tadi Sam pun sempat memeriksa dua kamar yang Nadya bersihkan, hasil nya bagus, rapi dan bersih. “ Ahh kenapa aku jadi liatin dia “ Nadya sedang sibuk memasang sprei saat tiba tiba Sam datang menghampiri nya, memastikan apa semuanya berjalan lancar. Dan dengan mantap gadis itu mengatakan bahwa semua nya baik- baik saja. “I thought you can't do it Nad” “Don't worry, it's easy peasy lemon squishy” kekeh Nadya Sam tersenyum mendengar nya, dia langsung meminta Nadya untuk istirahat karena waktu nya morning tea. “Kamu mau minum apa? Biar aku buatkan” tanya Sam pada Nadya saat mereka sudah ada di pantry. “A single of hot chocolate please thank you” Sam menyiapkan hot chocolate dan memberikan nya pada Nadya kemudian ia duduk berhadapan dengan Nadya. “Aku dengar kamu sedang S2 saat ini, jurusan apa?” “Ekonomi akuntansi, sebentar lagi akan masuk tahun ke dua ku” “Apa kamu tidak cape kuliah sambil bekerja?” “Ya cape sih, tapi aku butuh uang lebih untuk keluarga ku” ucap Nadya sambil menyesap hot chocolate nya "Oh ya, ayahmu bilang kamu juga akan melanjutkan studi S3 mu di sini, di kampus yang sama dengan ku kan? Jurusan apa?" “Yes, di University of canterbury jurusan tekhnik Sipil” “Wow keren” Nadya menunjukan jempol nya. “Kamu lebih keren, kuliah sambil bekerja”. “Ah banyak ko mahasiswa Asia yang kuliah sambil bekerja” elak Nadya. Selama sekitar lima belas menit mereka ngobrol, membicarakan tentang Indonesia dan Jerman negara tempat Sam tinggal sebelum nya. “By the way aku harus cepat kembali bekerja, karena setelah makan siang ada kuliah. Can you check the rooms that I cleaned please? Just to make sure, supaya tidak ada komplain dari tamu”. Sam menganggukan kepala nya sambil tersenyum dan melihat kepergian Nadya. Perlahan punggung Nadya semakin menjauh, Sam masih memperhatikannya. Gadis itu terlihat bertanggung jawab, mandiri dan pekerja keras terlebih saat ia mengetahui dari Nadya bahwa terkadang gadis itu suka mengirim tulisan nya berupa cerpen atau opini publik ke media online di Indonesia.Sam berjalan cepat mengikuti perawat menuju ruang perawatan. Jantungnya berdegup kencang, rasa lega bercampur haru membuat langkahnya sedikit gemetar. Begitu pintu kamar dibuka, pandangannya langsung tertuju pada sosok Nadya yang menggendong seorang bayi mungil yang terbungkus selimut putih.Wajah Nadya lelah namun penuh senyum. Sam menghampiri Nadya, Charlie mengikuti dari belakang. Sam duduk di samping ranjang, tangannya mengelus wajah Nadya. Sementara Charlie berdiri di samping ranjang.“Are you ok Nad? “ ucap Sam lembut“Yes I’m ok” Nadya tersenyum lemah.“Terima kasih, sayang…” ucap Sam dengan suara bergetar. “Kamu luar biasa.”Nadya menoleh, menatap Sam dengan mata yang lelah namun penuh cinta. “Dia sehat, Sam… anak kita.” Suaranya pelan, hampir berbisik.Charlie tak kuasa menahan senyum lebarnya, Matanya terfokus pada cucu pertamanya yang mungil itu. Ia menunduk sedikit, lalu menyentuh lembut kepala sang bayi.“Selamat datang ke dunia, Nak…” katanya lirih, penuh haru. “Kamu mem
Malam itu Nadya merasakan sakit di bagian perutnya, awalnya ia berusaha untuk menahan rasa sakit tersebut, menurut perhitungan dokter kandungannya tiga minggu lagi dia baru akan melahirkan. Tapi kenapa lama- lama rasa sakit itu semakin intens, keringat di dahinya mulai bermunculan. Nadya memegang tangan Sam yang melingkar di perutnya, ia pun langsung membangunkan Sam dari tidurnya.“Sam… bangun. Tolong sepertinya aku akan melahirkan “ ucap Nadya sambil memegang bahu Sam.Sam terbangun, ia tidak berkata apa- apa, tapi sekilas ia melihat Nadya dan mendapati wajah Nadya yang begitu pucat, bulir keringat yang mulai berjatuhan dari dahinya serta wajahnya seperti menahan rasa sakit. Sam langsung bergerak cepat, ia membawa tas perlengkapan melahirkan yang memang sudah ia siapkan beberapa hari sebelumnya.Sam membantu Nadya berjalan ke luar rumah. Tubuh Nadya sedikit gemetar, langkahnya pelan, sementara Sam dengan sigap menopang pundaknya agar tetap kuat berjalan keluar rumah. Saat sudah di
Sore itu, langit Senggigi mulai berwarna jingga keemasan. Ombak kecil berkejaran menuju bibir pantai, membasahi pasir yang lembut di bawah kaki Mat dan Aileen. Mereka berjalan berdampingan, kadang tertawa kecil, kadang terdiam menikmati suara laut yang menenangkan. Angin membawa aroma asin laut bercampur harum bunga dari resort tempat mereka menginap.“Indah sekali ya,” ucap Aileen pelan sambil menoleh pada Mat. Senyum lembutnya membuat hati Mat terasa penuh.“Indah,” jawab Mat sambil menggenggam tangan istrinya, “tapi tetap kalah indah dibanding kamu.”“Halah gombal”Aileen sengaja memalingkan wajahnya, agar Mat tak melihat wajahnya yang memerah karena malu. Langkahnya panjang meninggalkan Mat lebih dulu.Mat tersenyum tipis “Hai I'm serious Leen” ia mengejar Aileen, kemudian menaruh sebelah tangannya di bahu Aileen dan mencium pipi istrinya gemas. Aileen terkekeh, pura-pura menggeleng, namun pipinya bersemu merah. Mereka terus melangkah, meninggalkan jejak kaki yang perlahan terhapus
Malam itu cuaca Jakarta terasa panas, Aileen duduk di tepi ranjang sambil bermain game roblox kesukaannya, sementara Mat baru saja keluar dari kamar mandi, ia hanya mengenakan handuk putih di pinggangnya, memperlihatkan bahu nya yang lebar dan berotot, rambutnya masih basah memperlihatkan kesan seksi. Saat Mat keluar, Aileen yang sempat melirik Mat menjadi tersipu malu. Sontak ia memalingkan wajahnya saat mata mereka bertemu, pura-pura bermain game lagi.Mat yang melihat tingkah laku Aileen hanya tersenyum kecil kemudian ia menghampiri Aileen yang masih menatap layar handphonenya. Mat duduk di sebelah Aileen dan mengambil handphone Aileen.“ihhh apaan sih kamu Mat, ganggu kesenangan orang aja” Aileen berusaha mengambil kembali handphonenya yang Mat pegang. Tapi hal itu malah membuat Aileen malah memegang dada Mat yang bidang, sontak ia melepaskan tangannya dan memalingkan wajahnya karena kini wajahnya sudah memerah, degup jantungnya berdegup tak karuan.Mat tersenyum tipis “kenapa… k
Tiga bulan kemudian, Jakarta menyambut hari bahagia Aileen dan Mat. Setelah melalui perjalanan cinta yang singkat namun penuh keyakinan, keduanya akhirnya mengikat janji suci dalam sebuah pernikahan sederhana namun hangat di sebuah gedung pernikahan yang elegan. Senyum Aileen begitu cerah, gaun putihnya memantulkan cahaya lampu kristal di langit-langit ruangan, sementara Mat berdiri gagah di sampingnya dengan wajah penuh kebahagiaan.Sam, Nadya dan Charlie datang dari New Zealand untuk menghadiri hari istimewa itu. Mereka duduk di barisan tamu keluarga, menyaksikan bagaimana Aileen yang tampak begitu mantap menggenggam tangan pria yang dipilih hatinya. Nadya bahkan sempat meneteskan air mata haru ketika prosesi ijab kabul berlangsung, mengingat betapa cepat waktu berlalu sejak pertama kali ia mengenal Aileen dan kini melihatnya menemukan pasangan hidup.Saat tiba waktunya para tamu undangan di perbolehkan untuk bersalaman dengan pengantin, Nadya di dampingi Sam melangkah menuju pelami
Sore itu, mobil Mat terparkir di tepi jalan yang cukup sepi. Dari jendela, cahaya matahari keemasan menyusup masuk, memantul di wajah Aileen yang tengah menatap Mat sambil terdiam. Mat menarik napas dalam-dalam, lalu memberanikan diri membuka percakapan yang sejak tadi berputar di kepalanya.“Aileen,” ucapnya pelan, membuat gadis itu menatapnya lekat. Tatapan Mat begitu serius, berbeda dari biasanya yang selalu santai dan penuh canda. “Aku ingin kamu tahu… kalau aku tidak ingin main-main dengan hubungan kita. Semakin banyak waktu yang aku habiskan bersamamu, aku semakin yakin kalau aku ingin serius.”Ia berhenti sejenak, menatap Aileen dengan mata yang tulus.“Untuk sekarang, aku ingin lebih mengenal kamu, lebih dalam lagi. Aku ingin tahu apa yang membuatmu bahagia, apa yang membuatmu sedih. Aku ingin kita sama-sama belajar. Dan kalau memang kita cocok… aku berharap suatu hari nanti, aku bisa menikah denganmu.”Suasana hening sejenak, hanya terdengar suara kendaraan yang lewat dari ke