Share

2. Masa lalu ayah

"Sebenarnya saya mulai memikirkan semua ini tatkala putri saya, Viana mengalami kejadian-kejadian aneh Pak kyai. Putri saya sering menangis tanpa sebab saat tengah malam, bahkan putri saya terlihat begitu kesakitan selama beberapa kali. Kami sekeluarga pernah membawanya ke rumah sakit, tapi menurut dokter kondisi kesehatannya baik-baik saja. Akhirnya tetua desa menyarankan kami untuk membawa putri kami kemari, Pak. Saya merasa bahwa ada sesuatu yang janggal dengan keadaan putri saya ini," Pak Hasan berkata sambil membelai rambut Viana dengan lembut.

"Hmm, silahkan Bapak lanjutkan ceritanya," ujar pak kyai.

"Huft, sebenarnya saya merasa bahwa kejadian ini ada hubungannya dengan masa lalu saya beberapa tahun silam, Pak," Pak Hasan menghela napas.

"Maksud Bapak?" tanya pak kyai keheranan.

"Begini Pak. Beberapa tahun setelah menikah, saya dan istri saya tak kunjung dikarunai seorang anak. Berbagai upaya sudah kami lakukan agar bisa segera mendapat keturunan, tapi rupanya Allah belum berkehendak. Hingga akhirnya seorang teman menyarankan kepada saya agar melakukan semedi dan semacam ritual di sebuah gunung yang terkenal mistis, dengan tujuan agar saya diberi keturunan. Awalnya saya dan istri saya menolak usulannya yang tidak masuk akal itu. Namun, karena keinginan saya untuk memiliki anak terlampau besar, akhirnya saya pun menyetujui saran itu. Saya memutuskan untuk melakukan ritual di gunung tersebut, walaupun istri saya tetap tidak mengizinkan.

"Selama berada di gunung tersebut, saya mengalami banyak kejadian aneh. Mulai dari datangnya makhluk-makhluk menyeramkan, sampai binatang-binatang aneh pun ada disana. Saya bahkan melihat ular berkepala tiga disana, dan itu membuat keberanian saya berkurang. Namun, hasrat untuk memiliki anak terlalu besar sehingga saya tetap melanjutkan untuk bersemedi di gunung angker tersebut. Selama beberapa hari berada di gunung tersebut, saya justru dijumpai oleh seorang kakek bersorban dengan pakaian serba putih.

"Kakek itu mengatakan kepada saya 'pulanglah nak, jangan ikuti aliran sesat. Suatu saat nanti pasti Allah akan memberikan keturunan untuk kalian. Pulanglah, istrimu menunggumu' begitu ucapan kakek itu. Kata-katanya masih terngiang di telinga saya, Pak kyai. Setelah itu saya mulai menyadari kesalahan saya, dan memutuskan untuk bertaubat. Saya pun bergegas untuk meninggalkan gunung angker itu dan berniat untuk pulang.

"Namun, perjalanan menuju ke rumah tidaklah mudah karena banyaknya gangguan dari para makhluk astral di sepanjang perjalanan. Satu makhluk yang saat itu paling saya ingat, yaitu seorang wanita cantik dengan pakaian seperti seorang ratu. Wanita itu terlihat murka kepada saya dan dia pun mengucapkan kata-kata yang menakutkan. Dia mengatakan bahwa walaupun saya dikarunai seorang anak, tapi suatu saat nanti anak saya akan bisa melihat dan merasakan kehadiran mereka semua. Wanita itu dan para makhluk astral lainnya akan membalaskan dendam terhadap saya karena telah ingkar dari pertapaan di gunung mistis itu.

"Selang beberapa bulan kemudian, istri saya benar-benar mengandung dan melahirkan putri kecil kami ini. Begitulah ceritanya, Pak kyai," Pak Hasan menyudahi ceritanya sambil mengusap lembut rambut Viana.

Tampak air mata menggenangi sudut matanya yang keriput. Pak Hasan dan Bu Halimah berulang kali menyeka air mata yang jatuh di pipi mereka.

"Hemm, baiklah Pak. Saya mulai memahami maksud Bapak. Oh iya, bolehkah saya melihat adik kecil ini sebentar?" tanya pak kyai kepada kedua orang tua Viana.

"Tentu saja boleh, Pak kyai," jawab mereka bersamaan.

Pak kyai pun segera mendekati Viana yang sedang terlelap dan mengusap kening serta kedua matanya.

Tak lama kemudian, Viana pun terbangun dan menangis sekencangnya. Pak kyai memegang tangan Viana dan mengolesi mata gadis kecil itu dengan air yang ada di sebuah botol kecil.

Setelah itu pak kyai membacakan ayat-ayat suci dan mengusap wajah Viana dengan pelan.

Seketika Viana pun berhenti menangis dan tersenyum kepada ayah dan ibunya.

"Ayah, Ibu," Viana kecil memanggil kedua orang tuanya.

Pak Hasan dan Bu Halimah merasa sangat bahagia dengan perubahan yang terjadi kepada putrinya. Akhirnya mereka bisa melihat senyuman di wajah putri kecilnya itu.

Bu Halimah memeluk Viana dengan erat sambil menitikkan air mata. Sementara itu, Pak Hasan mendekati pak kyai dan berbicara pelan.

"Maaf Pak kyai, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Pak Hasan lirih.

"Hmm, sebenarnya yang Pak Hasan katakan itu memang benar. Putri bapak selama ini telah diikuti oleh beberapa makhluk tak kasat mata, dan mereka sering menampakkan wujudnya di hadapan putri Bapak," jawab pak kyai yang segera membuat Pak Hasan lunglai.

"Astaghfirullah, berarti benar apa yang diucapkan oleh sosok ratu itu. Ini semua karena kebodohan dan kesalahan saya," Pak Hasan terlihat sangat terpukul.

"Sudahlah, Pak Hasan. Jangan terlalu menyalahkan diri Bapak sendiri. Saya sudah berusaha untuk menutup mata batin putri Bapak. Untuk sementara waktu, adik kecil itu akan aman dari hal-hal menyeramkan seperti itu. Namun, ternyata putri Bapak itu memiliki keistimewaan, yaitu dia mempunyai indra keenam yang bisa melihat makhluk halus seperti itu," pak kyai menerangkan.

Pak Hasan tampak begitu terkejut mendengar penuturan dari pak kyai.

"Apa? Indra keenam?" tanya Pak Hasan setengah tak percaya.

"Benar, Pak. Putri Bapak adalah seorang indigo. Jadi jangan terkejut saat nanti dia baligh, maka mata batinnya akan terbuka dengan sendirinya karena memang itulah dirinya yang sebenarnya," kata pak kyai lagi.

"Lalu, apa yang harus saya lakukan supaya putri saya tidak mengalami hal-hal mengerikan seperti ini lagi, Pak kyai?" tanya Pak Hasan dengan sedih.

"Mudah saja, Pak. Ajaklah putri Bapak supaya dekat dengan Allah. Ajari dia sholat, mengaji, dan amal sholeh yang lainnya. Insyaallah ketakutan dalam diri putri Bapak pasti akan hilang, karena hanya Allah lah yang pantas untuk ditakuti," pak kyai menjawab dengan ramah.

"Baiklah, Pak kyai. Saya mengerti, dan saya pasti akan melakukan seperti yang Pak kyai perintahkan," ucap Pak Hasan.

"Alhamdulillah. Kalau begitu, Pak Hasan dan Bu Halimah pun bisa mengajari kebaikan tersebut pada adik Viana sedari kecil. Insyaallah didikan itu akan membuat imannya semakin kuat dan tak mudah goyah," saran pak kyai lagi.

"Iya Pak kyai. Terima kasih banyak atas pertolongan Pak kyai," kata Pak Hasan.

"Oh bukan, Pak. Bukan saya yang menolong Bapak, tapi Allah. Saya hanyalah sebagai perantara saja," tutur pak kyai merendah.

Pak Hasan pun semakin merasa kagum dengan kerendahan hati pak kyai, dan bertekad untuk semakin meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah swt.

Akhirnya, malam itu pak kyai dan istrinya meminta Pak Hasan dan Bu Halimah untuk mengajak Viana bermalam di rumahnya. Mereka menyarankan agar keluarga Viana pulang ke rumah pada esok hari saja, karena mereka merasa kasihan terhadap Viana kecil tersebut.

Kedua orangtua Viana pun menerima permintaan dari pak kyai dan istrinya tersebut. Mereka bertiga menginap di rumah pak kyai yang baik hati itu.

Namun, penderitaan Viana tak berhenti sampai disitu. Gangguan demi gangguan terus muncul dan menghantui kehidupan Viana beserta kedua orang tuanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status