Share

Keraguan Sera

Penulis: Merry Heafy
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-18 11:35:52

#7

"Permisi, Mbak. Kalau mau naik bus kota nunggunya benar di sini, kan?" 

Sera yang kala itu tampak menatap lurus dengan pikiran kosongnya pun seketika tersadar begitu mendengar sebuah suara menyeru dirinya. 

"Gimana, Kak?" tanya Sera mencoba memastikan pertanyaan yang diajukan oleh gadis berusia lebih muda darinya itu. 

"Ini, Mbak. Saya mau tanya, apa benar kalau mau naik bus kota kita nunggunya di sini?" ulangi gadis itu lagi akan pertanyaannya. 

Sera pun lalu menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan. 

"Biasanya sebentar lagi bus kotanya bakalan datang, Kak," sahut Sera pada gadis itu. 

Tak berselang lama setelah kalimat yang diutarakan oleh Sera itu, bus kota pun akhirnya datang dan berhenti tepat di hadapan keduanya. 

Ucapan terima kasih tampak keluar dari mulut gadis yang bertanya pada Sera itu. Masih sama seperti sebelumnya, Sera hanya menganggukkan kepalanya pelan. 

Sera menatap kosong ke arah kursi duduk yang ada di bus itu. Terdengar helaan nafas yang panjang keluar dari mulutnya sebelum akhirnya, Sera mengambil tempat duduk paling akhir dan pojok. 

"Apa keputusan yang aku ambil sudah benar?" Sera bergumam di dalam batinnya. 

Entah mengapa tiba-tiba saja rasanya Sera menjadi ragu kala itu. Sepanjang perjalanan menuju arah pulang, Sera terus memikirkan keputusan anti mainstream yang ia ambil. 

Menikah untuk balas dendam? Sungguh, hal itu sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Sera sebelumnya. 

Hanya ada pernikahan sekali seumur hidup bersama pria yang sangat dicintainya dan hidup bahagia bersama hingga maut memisahkan. Hanya ada pernikahan yang indah itu saja yang selama ini hinggap di dalam pemikiran Sera. 

Akan tetapi, kini pemikiran itu seketika lenyap dan musnah. Bergantikan dengan pernikahan yang harus terjadi demi terbalasnya dendam. 

Sera tau, balas dendam bukanlah suatu hal yang dapat dibenarkan. Akan tetapi, jika Sera tetap diam dan membiarkan kedua matanya menyaksikan betapa Brian hidup bahagia tanpa ada beban seperti dirinya. 

Tentu saja, Sera tidak akan menerima semua kenyataan itu. Sera merasa itu tidak adil. Tak heran, jika akhirnya ia menerima begitu saja penawaran tak masuk akal dari Leon itu.

"Aku gak boleh ragu. Apa yang sudah aku putuskan, pasti semuanya sudah benar. Semoga semua akan berjalan dengan sebaik-baiknya." Sera bergumam mengakhiri. 

Lama Sera hanyut dalam khayalan dan imajinasinya akan keputusan gila yang ia ambil, tak terasa bus yang ditumpanginya pun sudah berhenti tepat di halte bus. 

Sera kemudian turun dari bus itu sembari berjalan santai menuju ke arah rumah, tempatnya tinggal sekarang ini.

Jika dihitung jarak antara rumah Lydia dengan halte bus ini mungkin berjarak sekitar 200 meter. Tidak jauh memang, tapi untuk ukuran wanita berbadan dua seperti Sera sekarang mungkin cukup jauh. 

"Keputusanmu sudah benar, Sera. Ayolah pikiran! Jangan lagi memikirkan hal itu. Sudah cukup!" 

Sera memejamkan matanya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. Wanita itu tampak berusaha keras untuk melupakan keputusan yang dibuatnya itu. 

Ditengah perjalanannya, tiba-tiba saja muncul pemikiran tentang apakah ia akan memberitahukan hal ini pada sang sahabat atau tidak. 

Cukup lama Sera bertahan pada pemikirannya, sekitar 5 menit setelahnya tepat ketika langkah kakinya berhenti di hadapan sebuah rumah milik Lydia itu. 

Barulah keputusan diambil oleh wanita itu. 

"Aku tidak mungkin merahasiakannya dari Lydia. Lydia perlu tahu hal ini," putus Sera pada akhirnya.

***

"Wangi dan segar banget rasanya setelah tadi mandi." 

Sera mencium aroma tubuhnya sendiri yang menurutnya begitu harum. 

Tampak setelah itu, kedua sorot mata Sera memandang ke arah jam dinding yang ada di atas rak televisi di rumah Lydia itu. 

"Hmm.. sekitar 30 menit lagi baru si Lydia pulang. Pasti akan membosankan jika tidak ada aktivitas yang aku kerjakan. Kira-kira, aku ngapain ya biar gak bosan?" 

Sera tampak bergumam seraya mengetuk-ngetukkan jari-jemarinya di dagunya. 

Sera pun kemudian terlihat mulai menyapu pandangannya pada seluruh sudut rumah milik sahabatnya itu. 

"Bersih-bersih sepertinya bukan hal yang buruk." 

Sera lalu menganggukkan kepalanya sejenak seraya melebarkan senyuman di wajahnya. 

Ia kemudian bergegas mulai merapikan segala pernak-pernik yang ada di rumah Lydia itu. 

Lantai yang dirasanya tampak kotor itu pun mulai Sera sapu bahkan juga pel. Kini, rumah Lydia benar-benar terlihat bersih dan begitu terawat. 

"Huek!" 

Tiba-tiba saja, perut Sera terasa tidak enak. Buru-buru wanita itu bergegas menuju kamar mandi memuntahkan isi perutnya. 

Sera berpegangan pada gagang pintu kamar mandi itu. Rasanya tubuhnya kini tak mampu menopang bobotnya lagi. 

Kakinya lemas dan kepalanya terasa pusing. 

Padahal dulu, Sera sangat berharap saat ia mengalami mual begini akan ada Brian yang setia menemaninya, merawatnya dan menjaganya. 

Namun, semua itu hanya khayalan yang tak pernah akan terwujudkan. 

"Sera? Aku pulang!" seru Lydia dari arah pintu masuk rumahnya. 

Tanpa bertanya lagi, darimana Lydia tau jika Sera sudah pulang ke rumah. Tentu hal itu dapat diketahui oleh wanita itu dari sandal dan juga pintu rumahnya yang tak terkunci lagi.

Lydia terlihat cemas begitu membuka rumah tapi tak juga menemukan sang sahabat. 

"Sera!"

Lydia berseru khawatir ketika mendapati sang sahabat yang tampak bersandar lemas di pintu kamar mandinya itu. 

Buru-buru Lydia membantu sang sahabat untuk duduk di ruang tamu rumahnya. 

"Kamu tuh ngeyelan banget ya, Sera. Udah dibilangin istirahat aja, gak usah kerja apa pun. Sekarang sakit lagi, kan?!" Lydia tampak memandang sang sahabat kesal. 

Pasalnya, Sera memang begitu batu setiap kali diperingati oleh Lydia. Sera tersenyum dengan wajah pucatnya, ia mencoba untuk menenangkan emosi sang sahabat.

"Aku gak apa-apa kok, Lydia. Justru kalo lagi hamil gak boleh mageran," sahut Sera membuat Lydia hanya bisa menghela nafas panjang. 

Ia lalu mencoba mengalihkan pembicaraan diantara keduanya. 

"Oh ya, ini aku bawa makanan favorit kamu. Sekarang mending kita makan aja ya." Lydia berseru sembari mengambil bungkus makanan yang dibelinya.

Bagaimanapun juga saat hamil tentunya Sera tak boleh sampai banyak pikiran, mengingat ocehan Lydia yang takutnya terlalu banyak hingga membuat wanita itu memikirkannya. 

Lydia tentu tidak ingin sampai hal itu terjadi. 

"Biar aku yang ambil piringnya." Lydia langsung berdiri dan bergegas pergi menuju dapur. 

Ia tidak ingin sampai Sera bergerak kemana pun lagi. 

Sera tersenyum mendapati sang sahabat yang begitu perhatian padanya.

"Terima kasih! Terima kasih banyak Lydia buat makanannya," ucap Sera berterima kasih. 

Keduanya pun lantas mulai makan lahap makanan yang dibeli oleh Lydia. 

Sesekali, mereka saling bertukar kisah tentang apa yang terjadi hari ini. 

"Senang deh denger kamu dapat nilai bagus di kampus," sahut Sera meletakkan piring kotornya. 

"Biar aku yang cuci nanti." Lydia langsung menegaskan. 

"Lydia. Sebenarnya ada yang mau aku bicarakan."

"Bicaralah," sahut Lydia santai.

"Jadi, aku…." 

Lydia sontak terbelalak begitu mendengar seluruh cerita yang diutarakan oleh sang sahabat. Ia benar-benar tak habis pikir jika Sera akan mengambil keputusan begitu.

"Ka–kamu serius?" tanyanya tak percaya.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Akhir Yang Indah

    Bab TerakhirSera akhirnya tidak protes lagi, dan membiarkan Leon tidur sambil memeluk tubuhnya. Meskipun, dia tidak mengetahui alasan pria itu tiba-tiba melakukan itu padanya.'Aneh banget. Dia pasti lagi mabuk. Tapi, kok gak bau alkohol ya? Dia kenapa sih, tiba-tiba kayak gini.' Sera membatin dalam hati kecilnya. Leon tampak tertidur sangat pulas saat memeluk Sera. Entah mengapa ada rasa nyaman yang mengalir dalam dirinya sehingga dia tidak merasakan gelisah lagi, meski dirinya sedang tertidur.'Aku ingin memilikimu seutuhnya.' Leon berucap sebelum akhirnya pria itu benar-benar terlena dalam tidur lelapnya. Keesokan paginya, Sera terbangun lebih dahulu dan berusaha melepaskan tangan Leon yang masih melingkar di tubuhnya. Hampir semalaman rupanya mereka tidur dalam posisi berpelukan meskipun posisi tubuh Sera membelakangi Leon."Hufh … untung dia masih nyenyak tidurnya. Lebih baik aku siap-siap ngampus aja deh," gumam Sera memutuskan.Wanita itu turun dari ranjang dan melangkah per

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Belenggu Yang Terlepas

    "Aku akan coba hidup dengan layak, Tante. Terima kasih." Sera terisak, lalu Danira langsung memeluk erat Sera.Dia sungguh tulus saat mengucapkan harapan agar Sera bisa bahagia. Tidak ada lagi amarah, maupun kebencian di dalam hati Danira."Ingatlah, Sera. Apa yang sudah terjadi di masa lalu, jangan pernah kamu ingat lagi. Kamu harus melanjutkan hidup, dan kamu sangat layak untuk bahagia. Bayi ini … harus memiliki masa depan yang sangat baik." Danira bahkan mengelus perut Sera yang terasa membuncit. Ia paham sekali jika bayi yang dikandung Sera adalah cucu kandungnya. "Tante akan tetap menganggap bayi ini sebagai cucu Tante, Sera. Nggak apa-apa, kan?" pinta Danira."Iya, gak apa-apa, Tante. Aku gak keberatan sama sekali." Sera menyahut dengan tatapan harunya.Bagai ada bongkahan batu besar yang terangkat dari dadanya. Beban di sana seolah perlahan sirna. Sera tak pernah menyesal datang ke rumah duka ini, karena keberaniannya itu akhirnya membuahkan hal yang manis. Brian akhirnya dik

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Perubahan Sikap

    Leon tersenyum tipis saat membaca pesan dari Lydia. Ia lantas mengetik pesan balasan untuk sahabat istrinya itu.[Baiklah. Terima kasih sudah memberitahu saya.]Saat ini, beberapa pelayan Leon memang tengah diinterogasi oleh pria itu karena mereka tidak menyadari kalau Sera meninggalkan mansion beberapa waktu yang lalu."Kalian boleh bubar sekarang." Leon berucap datar. Ia rasa tak perlu lagi mengumpulkan mereka semua di sini karena dirinya sudah mengetahui keberadaan Sera. Leon melangkahkan kakinya kembali ke kamar dan memilih untuk beristirahat karena dia sudah tidak cemas lagi. Leon mengetahui Sera tidak ada di kamarnya saat dia hendak meminta maaf karena sudah berdebat seperti tadi dengan Sera. "Sebenarnya aku ini kenapa? Kenapa aku harus mencemaskannya?" gumam Leon dengan perasaan gamang yang menyelimuti hati.Keesokan paginya, Sera sudah bangun sejak jam 6 pagi dan dia sudah bersiap mengenakan pakaian berkabungnya untuk datang ke rumah duka. Lydia pun demikian, mau tak mau dem

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Pergi Tanpa Pamit

    Leon mendengus kesal. Pria itu sangat tidak suka dituduh seperti apa yang sedang dilakukan oleh Sera saat ini. Akan tetapi, Leon pun dilema karena tak bisa benar-benar marah pada Sera."Sudahlah, saya gak mau bahas masalah ini lagi. Dan satu lagi, saya gak suka dituduh dengan hal yang gak pernah saya lakukan! Terserah, kamu mau percaya atau nggak!" ucap Leon setelahnya pria itu memutus pandangannya dan langsung berlalu begitu saja dari hadapan Sera tanpa mau memperpanjang perdebatan mereka. Sera masih mematung di tempatnya. Ia juga tak mengerti kenapa seemosional ini saat mendengar kabar duka dari Brian. Bagaimanapun juga, pria itu adalah ayah biologis dari janin yang tengah dikandungnya, dan Sera seperti merasakan kesedihan saat mendengar Brian sudah tiada. Wanita itu menjatuhkan tubuhnya di atas kursi. Sera merasa malu dan menyesal telah menuduh Leon seperti seorang penjahat. "Padahal dia bilang kalau Brian bunuh diri. Kenapa aku malah menuduhnya dan jadi berdebat," gumam Sera li

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Tuduhan Tak Masuk Akal

    Tubuh wanita itu ambruk ke lantai. Ia seperti tak bertulang. Kabar kematian Brian sangat mendadak dan membuatnya amat sangat terpukul.Beliau bahkan belum mematikan sambungan telepon saking terkejutnya dan tidak begitu mendengarkan ucapan sang petugas yang membawa kabar duka itu."Bagaimana mungkin? Bagaimana anakku bisa meninggal. Tadi … tadi, beberapa jam yang lalu dia masih sehat dan menikmati makanan yang kubawa. Apa yang terjadi." Danira meraung-raung tanpa henti.Perasaannya bercampur aduk kini. Dia sungguh tak bisa berkata-kata lagi saking paniknya."Aku harus mengabari Hans!" ucapnya setelah kewarasannya kembali. Danira meraih ponselnya lalu segera mencari kontak sang suami untuk mengabari kematian Brian.Tetapi, Hans yang sedang menghadiri rapat penting membuatnya sama sekali tidak menerima panggilan dari Danira."Sial! Ke mana si tua bangka ini! Giliran ada hal urgent begini dia malah gak angkat telepon!" makinya saat sepuluh kali panggilannya tak juga diterima oleh Hans.Da

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Kabar Duka

    Zacky datang tepat waktu. Pria dengan naluri bodyguardnya itu jelas tak bisa diremehkan. Saat ia melihat ketiga wanita itu mengikuti Sera, Zacky langsung saja mengikuti mereka dan benar saja. Ketiga perempuan itu hendak melakukan sesuatu pada Sera."Siapa kamu, hah! Lepasin nggak!" pekik Putri tak terima saat tangan halusnya tertahan oleh tangan kekar nan kasar milik Zacky."Jangan pernah menyentuh sehelai rambut Nona Sera!" seru Zacky seraya menghempaskan tangan Putri.Perempuan itu sempat terhuyung bahkan meringis kesakitan padahal Zacky tak menggunakan seluruh kekuatannya."Sialan! Kamu bodyguardnya, hah! Dasar perempuan pengecut, licik!" maki Putri sambil menyorot tajam ke arah Sera."Memang benar dia bodyguardku! Sayangnya, kamu perempuan! Jadi, dia gak akan memukulmu!" Sera tak mau kalah dengan tatapan mengintimidasi dari Putri. Keduanya tampak saling beradu tatapan tajam. "Kurang ajar! Dasar wanita murahan, kamu memang pantas punya jodoh om-om tua yang jelek! Jangan pernah gan

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Dilabrak

    Danira membuang napasnya kasar. Wanita itu menatap tajam sang suami yang telah tega menamparnya."Apa pun akan kulakukan untuk menemukan mereka," ucap Hans yakin."Lalu gimana dengan nasibku dan Brian, Mas?" Danira bertanya menimpali. Bagaimanapun, Danira bukanlah apa-apa jika tanpa kehadiran Hans. "Apa kamu gak mengerti juga! Untuk apa aku mempertahankan sebuah aib dalam keluargaku. Kalian akan kucoret dari kartu keluargaku! Mengerti!" Hans membalas tatapan tajam Danira. Wanita itu terkesiap dan tidak menyangka jika Hans akan secepat itu mendepaknya."Ck, aku gak yakin merek masih hidup!" sinis Danira sengaja memancing kemarahan Hans. Tujuan lainnya adalah agar Hans berpikir kalau mungkin saja istri pertama dan putranya sudah meninggal."Jaga mulutmu, Danira. Mereka gak mungkin—""Gak ada hal yang gak mungkin di dunia ini, Mas. Lagipula, apa kamu lupa sudah berapa tahun lamanya kamu membuang dan mencampakkan mereka tanpa sepeser harta pun. Istrimu waktu itu sakit-sakitan, dan putram

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Hans Menyesal

    "Hari ini kamu boleh pulang," ucap Leon pada Sera. "Benarkah?" "Apa aku pernah bohong dan gak serius?" Leon malah balik bertanya.Sera menggeleng samar, lalu ia pun mulai bergerak untuk membereskan barang-barangnya."Kamu sudah baik-baik saja, kan? Gak ada yang terasa sakit lagi?" tanya Leon. "Gak ada, Leon. Aku sudah baik-baik saja," ucap Sera seadanya. Wanita itu bahkan tidak menatap mata Leon saat berbicara dengannya. Entah apalagi yang akan terjadi ke depannya, setelah Leon sudah jelas mengibarkan bendera perang dengan Brian dan keluarganya. Sera bahkan tak punya keberanian untuk membahas rencana mereka selanjutnya. "Sudah siap?" Leon bertanya lagi ketika melihat Sera sudah selesai membereskan semua barangnya."Iya, sudah selesai." "Baiklah, ayo kita pulang." Leon menggandeng tangan Sera. Wanita itu sempat menatap bingung uluran tangan Leon yang sangat mendadak itu."Orang-orang di rumah sakit ini tahu kalau kita pasangan suami istri. Akan aneh kalau mereka lihat kita gak ga

  • Jerat Cinta CEO Posesif   Dinding Pembatas

    "Mungkin iya, tapi mungkin juga anda ingat siapa saya." Leon menatap wanita yang paling dibencinya dengan tatapan tajam."Katakan, siapa kamu!" ucap Nyonya Danira lagi terdengar memaksa."Coba Anda ingat-ingat siapa saya." Leon sama sekali tak gentar untuk memprovokasi Nyonya Danira."Heh, jangan macam-macam ya sama saya! Saya gak punya waktu buat ngeladenin orang gak jelas kayak kamu! Cepat katakan aja siapa kamu sebenarnya!" ucap Nyonya Danira terdengar sangat arogan."Sayang sekali, tapi saya hanya berharap anda akan mengingat saya! Permisi!" ucap Leon dengan senyum remeh menghiasi wajahnya."Hei, tunggu! Katakan kamu siapa! Dan saya peringatkan supaya kamu jangan main-main dengan saya! Hei!" teriak Nyonya Danira yang masih penasaran dengan sosok pria tadi yang terlibat masalah dengan Brian.Leon terus melanjutkan langkahnya dan tidak memedulikan teriakan Nyonya Danira yang terus memanggil namanya. Ia mengayun langkahnya menuju ke mobil, dan langsung melajukannya menuju ke rumah sa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status