Haiiii, jangan lupa jejaknya ya Selamat menikmati libur lebaran
“Cepat susul istrimu, urusan di sini biar Papih yang handle,” titah Yudha. Akbar baru sampai di rumah Sakit, Sussana sudah berada di UGD untuk pemeriksaan. Zudith lebih khawatir dengan kondisi kejiawaan Sussana juga keadaan kandungannya. Orangtua Sussana sudah dihubungi dan sedang dalam perjalanan menuju Rumah Sakit. "Keluarga pasien atas nama Sussana," panggil suster. "Saya suaminya." Akbar ikut dengan perawat untuk menemui dokter. "Sesuai permintaan keluarga, pasien sudah divisum untuk beberapa luka di tubuhnya. Saya sarankan rawat inap karena harus diobservasi oleh obgyn. Lagi pula pasien sepertinya masih trauma tadi masih sempat histeris. Sebenarnya, pasien telah berada dalam situasi apa, biar bisa kami sesuaikan untuk kelanjutan terapinya." "Istri saya diculik, juga menerima kekerasan fisik." Penjelasan Akbar membuat dokter memberikan kelanjutan terapi yang tepat untuk Sussana. Akbar menemui Zudith karena Sussana akan diantar ke ruang rawat bertepatan dengan kedatangan Gery
“Istirahatlah, besok kita akan bertemu dengan Om Ronald termasuk Ayah dan Bunda untuk membicarakan tuntutan pada dua orang bodoh yang berani bermain-main dengan keluarga Mahesa.” "Usapin punggung aku," pinta Sussana. Akbar tentu saja tidak menolak permintaan istri kecilnya. Tangannya terus mengusap punggung sang istri sampai terdengar dengkuran halus lalu membenarkan posisi selimut yang menutupi tubuh Sussana. Keesokan hari, setelah mendapatkan kunjungan dokter obgyn, Sussana diperbolehkan pulang karena tidak ada hal yang membahayakan baik bagi bayi dalam kandungan dan ibunya. Akbar membawa Sussana pulang ke kediaman Mahesa, disana sudah berkumpul Yudha, Zudith, Gery dan Halimah, serta pengacara keluarga Mahesa. "Bisa diceritakan detail kejadiannya seperti apa, saya juga akan merekam apa yang akan Ibu Sussana sampaikan," ujar Ronald. Sussana sempat menoleh pada suaminya, Akbar mengangguk seakan menyampaikan untuk Sussana mengatakan secara rinci kejadian yang dialaminya, sambil me
Cukup lama sahabat-sahabat Sussana datang untuk melihat keadaan Sussana dan menghiburnya. Sussana baru saja masuk kamar mandi untuk membersihkan diri, saat Akbar tiba. Tidak menemukan istrinya di kamar namun mendengar suara gemericik air di kamar mandi, Akbar tersenyum simpul lalu menyusul ke kamar mandi. Akbar memeluk dari belakang tubuh Sussana yang polos dan basah, membuat pemilik tubuh itu terkejut. Sussana menoleh, “Mas Akbar, mau ngapain?” tanya Sussana. “Mau mandilah, sekaligus layanan spesial untuk kamu.” Akbar membenamkan wajahnya diceruk leher Sussana yang basah dan licin karena sabun. Menyapukan sabun pada tubuhnya lalu memperbesar aliran air yang keluar dari shower agar sabun ditubuh mereka cepat luruh. Akbar membenamkan dan menyesap bahu, leher dan beberapa tempat di tubuh Sussana meninggalkan jejak cinta pada kulit putih tersebut. Akbar membalik tubuh Sussana, kini mereka berhadapan, menatap dua buah gundukan yang ukurannya terlihat semakin besar dan menantang. Kedua
Sussana berada di apartement Akbar, sebenarnya orangtua Akbar maupun Sussana tidak setuju jika anak dan menantu mereka kembali ke apartemen. Dengan alasan Sussana ingin fokus menyelesaikan skripsinya, akhirnya mereka menyetujui. Sedang fokus pada laptop dihadapannya, namun konsentrasi itu terpecah karena bunyi bel. Berjalan perlahan membukakan pintu, Sussana menghela nafas melihat siapa yang ada di depan pintu. “Hai, Sussana, apa kabar?” tanya Inggrid. “Sebelumnya baik, tapi lihat tante Inggrid mood aku langsung ambyar.” Inggrid tertawa, “Boleh aku masuk!” pinta Inggrid. Sussana menggelengkan kepalanya, “Aku sedang sibuk, ada urusan apa?” tanya Sussana pada Inggrid. “Makanya ijinkan aku masuk, masa kita bicara di pintu begini,” sahut Inggrid. Mau tidak mau Sussana mempersilahkan Inggrid masuk, keduanya duduk pada sofa bersebrangan. “Jangan harap aku akan sediakan minum apalagi camilan, kami di sini hanya sementara karena aku sedang fokus menyelesaikan skripsi.” Inggrid mengedikkan
Akbar menciumi leher jenjang Sussana, tangannya meremas dada Sussana. Sedangkan tangan yang satunya lagi menelusup ke dalam baby doll yang Sussana kenakan. Kini bibir Akbar berpindah dari leher ke bahu, menyesap meninggalkan jejak cinta di sana. Lalu naik lagi ke bibir, menyesap bibir atas dan bawah bergantian bahkan lidah mereka saling membelit.Akbar melepaskan pagutannya karena Sussana yang sudah kehabisan nafas, bahkan wanita itu kini terengah meraup oksigen. “Lepas semuanya,” ujar Akbar sambil melepaskan satu persatu penutup tubuh Sussana.Akbar kembali melumat bibir Sussana yang membuatnya candu, membuat tubuh Sussana menegang. Bahkan tangan Akbar mulai mengarah ke bagian inti tubuh Sussana.“Mas Akbar,” ucap Sussana saat mereka melepaskan pagutannya, “Kenapa?” jawab Akbar.Tangan Akbar menyentuh pusat tubuh Sussana yang sudah basah dan titik-titik sensitif lainnya. Bahkan kini Akbar menggeser tubuhnya berada tepat di bawah perut Sussana, sedikit melebarkan kedua paha Sussana.
"Masalah itu harusnya dengan penanggung jawab proyek, kenapa harus bertemu aku." "Sebenarnya itu hanya alasan, intinya dia mau bertemu dengan Akbar Putra Mahesa," ujar Bowo.Akbar berdecak, "Jadwalkan tapi aku tidak mau bertemu dengan Nola sendiri, kamu harus ikut dalam pertemuan tersebut.""Kenapa sih? Kayaknya takut banget, padahal hanya bertemu Nola," ujar Bowo."Bukan masalah takut, tapi aku tau maksudnya bertemu untuk apa? Saat dia tau aku dan Inggrid ternyata sudah pisah, Nola agak agresif. Bahkan dia seperti mengabaikan Sussana, sedangkan aku tidak mungkin berpaling dari Sussana.""Pesona sang Casanova," ledek Bowo."Kamu makin ke sini makin berani ya, mau dimutasi kali," sahut Akbar."Jangan dong," ujar Bowo sambil terkekeh. Tidak lama interkom dimeja Akbar berbunyi. "Pak Akbar ada Ibu Nola ingin bertemu, tapi tidak ada janji sebelumnya." Akbar menghela nafasnya, "Suruh masuk," ujar Akbar. "Kamu tetap di sini," pinta Akbar pada Bowo.Pintu ruangan Akbar terbuka, "Hai, apa kab
"Bu, ini kita ke mana ya?" tanya Pak Cipto Supir Akbar. "Kita pu... aduhhhh. Shhhh," desis Sussana merasakan sakit dan perutnya yang mengencang. Bahkan kini nafasnya terasa sesak. "Kita ke rumah sakit aja pak." Pria paruh baya itu segera melajukan mobilnya menuju Rumah Sakit sesuai perintah Sussana. Merasakan perutnya tidak nyaman, yang mungkin pengaruh dari emosinya tadi akhirnya Sussana langsung memutuskan ke Rumah Sakit. Sampainya di depan UGD, “Bu Sussana mau melahirkan? Saya hubungi Pak Akbar atau bagaimana?” tanya Pak Cipto terlihat khawatir. “Enggak usah, Pak Cipto langsung pulang aja. Nanti saya minta Pak Akbar yang jemput. Perut saya sakit tapi belum waktunya melahirkan.” “Kalau Pak Akbar hubungi saya, saya jawab apa Bu?” tanya Pak Cipto lagi karena dia melihat kedua majikannya tadi sempat berdebat. “Enggak akan, saya yang hubungi beliau. Kalau perlu ponsel Pak Cipto non aktifkan aja,” sahut Sussana sambil membuka pintu mobil. Seorang perawat UGD menyambut Sussana dan
“Bohong, buktinya semalam Mas Akbar enggak cari aku?” “Aku pikir kamu di rumah Bunda, aku berulang kali telpon tapi enggak diangkat.” “Aku enggak mau pulang,” ujar Sussana. “Lalu, Mau kemana?” Sussana merubah posisinya, kini mereka berbaring berhadapan, “Aku mau liburan, minggu depan aku sidang skripsi setelah itu melahirkan. Pasti bakalan sibuk, enggak ada lagi waktu hanya berdua dengan Mas Akbar.” Akbar terkekeh, ia menyelipkan helaian rambut Sussana yang jatuh menutupi dahi wanita yang saat ini menjadi miliknya. “Bisa dong, kita masih bisa habiskan waktu berdua. Anak bisa kita titip ke Mamih, Bira juga biasa begitu. Paling yang enggak tega Ibunya, enggak mau jauh sama anak.” “Pokoknya aku mau liburan, yang jelas fokus Mas Akbar hanya untuk aku. Enggak ada urusan bisnis, perusahaan apa lagi para ulat bulu, ulat keket atau uget-uget.” Akbar mengernyitkan dahinya, “Alat bulu, ulat keket atau uget-uget?” tanya Akbar heran. “Mau enggak? Kalau enggak, ya udah sana pulang. Biarin aj