Lagi-lagi, Dodo terlonjak kaget. Tapi mengalahi rasa penasarannya, Dodo yang sangat takut pada Johnny itu, hanya membalikkan badannya sebentar, dan mengangguk pelan, lalu meninggalkan bosnya yang tengah duduk di kursi tinggi ala bar tersebut.'Ada apa dengan tuan Suh. Aneh sekali. Tapi tak apalah, yuhuuuu ... akhirnya bisa refreshing,' gumam Dodo sembari berjalan menemui pekerja lainnya, untuk memberitahukan hal menggembirakan ini.Sementara Johnny, yang berada di ruangan bar yang khusus disediakan untuk tempatnya minum, kini telah menuangkan wine ke dalam gelasnya. Hatinya masih tak karuan. Rasa bersalah yang begitu kuat, juga terkaannya akan siapa yang sudah berani menjebak dirinya, sangat membuatnya menjadi kacau.'Aku tak akan melepaskanmu, bajingan! Setelah aku tau siapa kau sebenarnya, dan apa maksud dari tindakanmu ini, aku tak akan mengampunimu,' Johnny bergumam sesaat setelah ia menyesap segelas wine yang tadi ia tuangkan. Setelah melakukan ritual wajibnya untuk meminum wine
"Hah? Memangnya kamu ini siapa? Belagu banget jadi orang," sela Soraya, yang juga kaget atas perkataan Johnny barusan. Belum sempat mendapat jawaban dari lawan bicaranya, Soraya kembali dikagetkan oleh suara seseorang. "Johnny Suh. Kenapa kau masih berpakaian seperti ini. Meeting tiga puluh menit lagi!" ucap pria yang baru datang itu.Soraya dan Arinda saling tatap. Mereka menyadari sesuatu. Johnny Suh? Ya, benar. Lelaki dengan kaos oblong di hadapan mereka, pasti pemilik dari perusahaan yang bernama 'Suh Corporation' ini.'Mampus gue. Johnny Suh? Jadi, lelaki ini ...' gumam Soraya. "Mengerti sekarang kamu gadis sombong. Sekarang, ke luar dari kantor saya! Biarkan teman kamu bekerja." Pria yang benar adanya ialah pemilik perusahaan "Suh Corporation" itu, terang-terangan mengusir Soraya, karna telah berlaku tidak sopan padanya. Lelaki yang baru saja datang dan memperingatkan jadwal meeting pada Johnny tadi, juga tampak terheran-heran. Apa yang terjadi, pikirnya. Ia juga heran menga
"Jika kau ditolak, kau kira aku akan dengan egois membiarkanmu menjadi pengangguran sendirian?" ucap Arinda setengah meledek Soraya. "Huuuh ... kau ini." Soraya menoyor kepala Arinda pelan. Soraya dan Arinda sudah berteman sejak duduk di bangku SMA. Soraya yang merupakan putri dari pengusaha tekstil terbesar di kota itu, sangat nyaman berteman dengan Arinda, yang merupakan anak yatim piatu, dan hanya tinggal seorang diri di rumah yang tak terlalu besar peninggalan orang tuanya. Sikap perduli Arinda kepada Soraya, serta rasa kasih sayang yang Arinda berikan padanya, merupakan bagian dari hal yang membuat Soraya merasa sangat nyaman jika sedang bersama Arinda. "Yes, akhirnya kita diterima, Rin." Soraya bersorak ketika telah menyelesaikan intervew mereka, dan ke luar dari ruangan HRD tadi. "Puji Tuhan, Soraya. Kita bisa mulai bekerja besok," ucap Arinda. Hatinya sebenarnya sedikit mengganjal, karna percekcokan yang terjadi antara Soraya dan pria bernama Johnny Suh tadi. Terlebih, Jo
"Bagaimana ini, Arinda." Isak tangis Soraya memecah kala sahabatnya itu datang menemuinya. "Kenapa bisa seperti ini, Aya. Aku dan Kevin mencarimu dan pak Suh kemana-mana malam itu. Aku juga tak menduga bahwa kalian ternyata bersama." Arinda memeluk Soraya erat. "Semua terjadi begitu saja, Arinda. Sekarang, papa sudah sangat marah. Aku tak mungkin bisa membantah perkataan papa yang memintaku untuk menikah dengan pak Suh." Soraya meluapkan isi hatinya dengan leluasa dipelukan Arinda. "Aku juga tidak bisa berbuat apapun, Soraya. Semua sudah terjadi. Mungkin ini ialah jalan terbaik dari Tuhan." Arinda menenangkan Soraya dengan tutur lembutnya. Soraya mengangguk mengiyakan ucapan dari sahabatnya itu. Ia juga tak bisa berbuat apapun. Semua harus ia terima dan jalani saja sekarang. "Apakah Taraka menghubungimu?" Arinda tiba-tiba teringat akan seseorang. Mendengar nama itu, Soraya terkejut. Ya, benar. Saking kalutnya pikiran, ia sampai tak teringat pada kekasih yang sudah bertahun-tahun
'Sial! Apa yang sudah terjadi. Gadis ini ... aarghh shiit. Mengapa aku bisa tidur bersamanya?''Come on, Johnny! Ingatlah sesuatu.'Lelaki tampan itu merutuki dirinya sendiri, kala terbangun dari tidurnya. Kepala yang masih terasa berat karna pengaruh alkohol, membuatnya gusar. Terlebih, ketika melihat seorang wanita yang dikenalnya sebagai karyawan di kantornya itu, tidur satu kasur dengannya di kamar hotel, dan hanya terbalut selimut.'Tidak ... tidak. Ini tidak mungkin! Aku bersamanya malam tadi?'Dirinya semakin tak tentu arah, dan berusaha mengingat-ingat apa yang sudah terjadi setelah acara pesta perayaan pemenangan proyek besar oleh perusahaan miliknya. Sampai, suara seorang wanita membuyarkan segala pikirannya."Aarghh. Kepalaku sa--kit sekali." Gadis itu memegangi kepalanya, dan berusaha membangunkan diri.Betapa terkejutnya dia, mendapati dirinya yang hanya terbalut selimut, tanpa sehelai benangpun menempel di tubuhnya. Tak sampai disitu, rasa terkejutnya semakin menjadi mel
Johnny terus menatap wajah sendu Soraya. Tak disangka, gadis yang baru saja sebulan bekerja di perusahaannya, dan selalu berselisih faham dengannya itu, telah ternoda karna perbuatan yang bahkan tak disadarinya. Soraya yang sering disebutnya dengan sebutan gadis keras kepala itu, kini tak lagi menunjukkan sikap arogansinya pada Johnny.Dia terus saja menatap Soraya, refleks mengelus dahi dan mengusap rambut gadis itu. Suara ketukan pintu kemudian membuyarkan lamunannya. "Permisi, Pak," ucap seseorang dari luar."Ya, masuk," sahut Johnny.Wanita yang merupakan staff hotel itupun langsung masuk setelah dipersilahkan oleh si penunggu kamar. Dia terlihat membawa papper bag berisi beberapa pakaian wanita yang ternyata dipesan Johnny untuk Soraya. Staff itu juga membawa obat-obatan dari apotek, yang sudah di pesan juga oleh Johnny sebelumnya. "Ini, pesanannya, Pak. Mau di taruh di mana?" "Kamu, tolong ganti pakaiannya, ya. Obatnya letakkan saja di situ. Saya akan ke balkon," titah Johnny
Seperti kehilangan kata-kata, Soraya menurut saja dengan perintah bos-nya. Selain enggan berbicara banyak, Soraya juga merasa sangat lapar.Sambil mengunyah potongan croissant yang disuapkan oleh Johnny, tatapan Soraya tak luput dari pria berambut coklat gelap itu. Sampai tiba, suara pintu yang diketuk dari arah luar, memecah keheningan di antara mereka berdua."Masuklah, Kevin." Johnny langsung menyuruh orang yang mengetuk pintu untuk masuk. Dia tau siapa yang datang."Selamat pagi, Jo." Benar, Kevin adalah orang yang mengetuk pintu kamar tadi. Meluaskan pandangannya, betapa terkejutnya Kevin ketika melihat Soraya berada satu kamar dengan bos-nya. Dia bahkan sampai mengucek matanya, memastikan benar tidaknya bahwa gadis itu Soraya. Bagaimana mungkin, pikirnya."Apa yang kamu lihat, Kevin. Ya, dia Soraya. Teman pacar kamu." Johnny yang mengerti akan keheranan Kevin, lantas langsung menjelaskan tanpa ditanya oleh Kevin yang diketahuinya sedang menjalin hubungan dengan sahabat Soraya.
Usai memilih ponsel baru untuk menggantikan ponsel Soraya yang hilang di hotel, Johnny langsung melajukan mobilnya menuju rumah Soraya. Sementara Soraya, hanya menatap lurus ke depan. Masih berharap, bahwa apa yang sudah dialaminya saat ini hanyalah sebuah mimpi."Soraya. Kenapa diam saja. Bicaralah. Biasanya kamu itu banyak omong," ucap Johnny memecah keheningan di antara mereka."Harus bagaimana? Saya harus teriak-teriak di sini? Lagi pula, kenapa tidak bapak yang harusnya diam saja. Bukankah bapak biasanya tidak suka melihat saya yang banyak bicara ini," ketus Soraya. Memang benar, Johnny selalu merasa risih pada Soraya karna terlalu banyak bicara di kantor. Soraya adalah gadis dengan watak keras. Jika dia tak menyukai sesuatu, dia akan mengatakannya dengan gamblang. Tak perduli, siapa yang sedang di hadapinya.Jelas saja Soraya merasa aneh, karna Johnny yang biasa menyuruhnya diam, malah meminta agar dia bicara. 'Dasar pria aneh. Berkepribadian ganda!' batin Soraya."Bukan begitu