"Ada orang yang memberikanmu obat perangsang," ucap Dominic, membuat Celine yang sejak tadi diam dengan wajah sedih, mengangkat kepalanya. Menatap wajah lelaki yang tadi malam berhasil menikmati tubuhnya. Dia belum diizinkan untuk pergi oleh Dominic. Laki-laki itu bilang ingin menjelaskan apa yang terjadi.
"Apa? Obat perangsang?"Celine memegang kepalanya yang sedikit sakit. Dia tidak pernah berpikir sampai ke sana. Celine hanya memikirkan kalau dirinya mabuk. Walau itu sedikit aneh, mengingat dia tidak meminum alkohol dan dia hanya minum air yang diberikan oleh Simon.Simon.Mata Celine membulat seketika. Dia merasa aneh setelah meminum air yang disodorkan oleh laki-laki itu. Celine ingat saat dirinya keluar dari ruangan karena perasaan tidak nyaman berada dekat dengan laki-laki itu. Sampai tangannya tiba-tiba ditarik keluar. Tepatnya menuju area parkiran yang sepi di samping klub malam. Orang yang membawanya adalah Simon. Jadi, apakah laki-laki itu yang mCeline membasuh wajahnya dengan air. Mengguyur seluruh tubuhnya yang hina karena telah disentuh oleh pria yang bukan suaminya. Bersamaan dengan itu, air matanya luruh. Dia benar-benar tidak tahu apa yang harus diperbuatnya saat ini. Namun jelas, Rayyan sama sekali tidak boleh tahu. Dia tidak ingin membuat hati suaminya terluka.Berengsek! Dominic benar-benar berengsek!Celine menggigit bibirnya dalam-dalam. Dia kembali meneteskan air mata. Kecewa karena lelaki yang ditolongnya justru malah memanfaatkan kesempatan. Harusnya Dominic menyadari bahwa apa yang dilakukannya adalah salah. Kenapa laki-laki itu tidak berpikir kalau dia sudah bersuami? Dipegangnya perut telanjangnya dengan sedih. Celine ingin berteriak keras, tapi semua itu tidak bisa dia lakukan karena Rayyan pasti akan bertanya-tanya.Bolehkah jika dia menganggap ini tidak pernah terjadi? Mimpi buruk. Celine hanya harus menganggapnya sebagai mimpi buruk dan dia harus melupakannya. Walau semua itu tetap tidak
"Kondisi Pak Rayyan sudah jauh lebih baik. Beliau bisa dilatih dengan berjalan pelan-pelan," jelas sang dokter yang memeriksa kondisi kaki Rayyan. Hasil lab memperlihatkan keretakan di kaki laki-laki itu sudah mulai membaik. Tulang-tulangnya tampak mulai merapat kembali. Jauh dari sebelumnya yang terlihat banyak retakan.Celine yang mendengar dan melihat hasil lab tersebut, merasa sangat lega. Perbedaan dari dua foto yang dulu dan sekarang sudah terlihat sangat jelas. Suaminya akan sembuh. Tidak sia-sia kesabarannya selama ini. Rasa haru meliputi dadanya, Celine tersenyum pada sang dokter. "Terima kasih, Dok. Saya akan ingat pesan Anda.""Ya, tetap perhatikan terus pola makannya."Sekali lagi, Celine mengangguk. Dia kemudian berdiri dari kursinya dan membantu sang suami bangkit. Memapah Rayyan keluar dengan sangat hati-hati. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain mendengar kabar baik ini. Sepanjang lorong, Celine terus memapah Rayyan sambil tersenyum."Ak
Celine tidak pernah mau menatap muka Dominic sepanjang perjalanan. Begitu sampai, dia langsung turun dari mobil sembari membukakan pintu untuk Rayyan segera turun. Mau tak mau, Celine harus menyerah saat Dominic memintanya mengantar mereka. Tentu bukan dengan sukarela, melainkan dengan sebuah ancaman secara tidak langsung.Sialan!Bisa-bisanya Dominic mengancamnya dengan memanfaatkan kejadian malam itu. Tangan Celine mengepal sempurna saat mengingatnya. Dadanya dipenuh amarah yang menggebu, ingin sekali berteriak di depan wajah laki-laki itu dan mengumpatinya. Namun apalah daya, Celine tidak mungkin mampu melawan Dominic yang memiliki segalanya. Jika dia melapor atas tindak pemerkosaan pun, pasti tidak akan ada yang percaya dan Dominic bisa berbalik menuntutnya. Lalu dia dan suaminya akan kehilangan muka di depan umum. Celine tidak mau itu terjadi."Terima kasih sudah mengantar kami. Sekarang, lebih baik kau cepat pergi," usir Celine dengan nada ketus tanpa mau menata
Plak ....Sebuah tamparan keras mendarat tepat di pipi seorang pria yang kini tengah menyambut kedatangannya dengan senyuman. Tanpa sedikit pun terlihat bersalah atas apa yang telah diperbuatnya. Berengsek! Tidak tahu diri! Segala umpatan rasanya ingin sekali dia keluarkan. Celine benci laki-laki seperti ini!"Celine, kenapa kau menamparku?" tanyanya dengan wajah tak berdosa. Kaget saat wanita yang dia tahu hampir tidak pernah bertindak kasar, bisa menamparnya seperti ini. Padahal niatnya hanya ingin mengembalikan tas milik wanita itu yang tertinggal, mengingat kemarin dan hari ini Celine tidak masuk kerja. Alhasil, dia mendatangi rumahnya. Namun Celine justru mengajaknya untuk berbincang cukup jauh dari rumah. Namun dekat dengan jalan utama."Kau harusnya tahu apa yang terjadi, dasar sialan!"Celine serta merta merebut tas miliknya yang ada di tangan Simon. Mendorong tubuh laki-laki itu dengan tatapan penuh kebencian. Amarah yang tidak tertahankan kare
"Tolong cari tahu semua yang berhubungan dengan Celine," perintah Dominic lewat telepon yang dengan cepat dia tutup begitu urusannya selesai.Dominic terdiam di balkon kamarnya sambil menghembuskan napas kasar. Berpegangan pada sebuah pagar besi sambil menatap langit malam dan bulan yang kini tampak sangat terang. Menikmati udara malam yang dingin menusuk hingga menyentuh tulang-tulangnya. Bibirnya kemudian membentuk senyum kecut tatkala dia ingat saat Celine menolak panggilannya.Nomornya di-blacklist.Wanita itu seperti benar-benar ingin menjauh dan tidak mau berhubungan lagi dengannya. Baru pertama kali Dominic mendapati wanita seperti Celine. Biasanya, wanita yang sudah menikah sekali pun akan tidak akan berpikir ulang untuk mendekati atau pun mencari perhatiannya. Terlebih klien-klien orang tuanya atau bahkan tunangannya sendiri. Semua wanita mengantre dan memelas cinta darinya. Meski sudah biasa, terkadang itu terasa memuakkan baginya, karena hal itu
"Celine, tunggu sebentar! Siapa laki-laki tadi?"Celine terdiam saat lengannya tiba-tiba ditahan saat dia baru saja keluar dari restoran. Ini sudah waktunya pulang dan dia buru-buru pergi karena tidak ingin berpapasan dengan orang paling tidak tahu diri. Simon. Namun sepertinya, keberuntungan sama sekali tidak berpihak padanya.Hari ini, Celine sedang sial karena harus bertemu dengan dua orang yang ingin sekali dia hindari, terutama lelaki yang saat ini dengan sangat lancang menyentuh lengannya. Cih, Celine segera menepisnya kasar dan menatap penuh ketidaksukaan. "Jangan kurang ajar dan menyentuhku sembarangan!""Maaf, aku penasaran kenapa kau menghindariku. Padahal aku sangat ingin bicara denganmu," ucap Simon pelan.Celine mengernyit, lalu melirik ke sekitar di mana beberapa rekan kerjanya, terlihat melewati mereka dengan pandangan yang sesekali mencuri-curi pandang ke arahnya. Di sini terlalu ramai dan Celine tidak suka dengan itu. "Itu bukan alasa
"Kenapa berhenti?"Celine menatap Dominic dengan kening berkerut saat mobil yang ditumpanginya tiba-tiba berhenti di jalan yang cukup sepi. Ada perasaan waswas yang hinggap dalam hatinya. Terutama pada laki-laki yang kini tampak tenang saat menatapnya."Sepertinya mogok.""Kau bercanda?" Celine mendecih tak percaya. Mengusap rambutnya sembari menatap ke luar mobil. Matahari sudah terbenam, langit sore pun berganti malam dan sialnya dia masih ada dalam perjalanan pulang. Bersama pria asing yang pernah menghabiskan malam bersama. Celine tidak bisa menolak saat Dominic tiba-tiba menariknya masuk ke dalam mobil. Dia seperti diculik paksa."Tidak," ucap Dominic sambil kembali men-stater mobilnya, namun mesin mobilnya sama sekali tidak menyala.Hah. Tidak ada yang bisa Celine lakukan selain menatap Dominic dengan sorot tidak mengerti. Tidakkah laki-laki di sebelahnya ini men-service kendaraannya atau paling tidak, mengeceknya sebelum berpergian? Sulit
"Kau menyukainya?" tanya Jerry yang saat ini tengah menyetir. Melalui kaca spion, dia menatap anak majikannya dengan sorot penasaran. Mereka baru saja pulang setelah mengantar Celine ke rumahnya. Pria dingin yang juga mantan atasannya sebelum dia berkhianat, tampak mengangkat kepalanya. Ada ketidaksukaan terlihat di sana.Jerry tahu, dia salah telah bermain-main dengan seorang Dominic. Bahkan maut pun seolah takut pada pria itu. Dominic seperti bukan manusia. Bibirnya terkekeh pelan saat membayangkan kembali kejadian di malam ketika dia menusuknya. Harusnya, sulit untuk Dominic bisa berjalan dan hidup seperti sekarang. Lelaki itu kekurangan banyak darah, tapi Tuhan terlalu menyanyanginya dan mengirimkan malaikat untuk membantu Dominic. Sampai sekarang, dia sendiri penasaran, siapa orang yang telah menyelamatkan lelaki itu?"Jangan ikut campur dengan urusanku."Nada dingin yang khas untuk menggambarkan sosok pria yang berhati dingin itu sudah tidak asing ba