Berjam-jam berlalu, operasi Rayyan telah dilakukan dan Celine yang masih belum diizinkan masuk, hanya diam bersama Arion serta Daisy yang menemaninya. Pandangannya masih sendu, asyik menatap pintu tanpa niat sedikit pun untuk berpaling. Di sampingnya, Arion yang masih tidak tahu apa-apa, sedang terlelap di pangkuan Celine. Berbeda dengan Daisy yang menatap prihatin. Anaknya telah membuat masalah dengan menyebabkan sebuah keluarga menderita. Meski semua itu ini juga berawal darinya.
Daisy ingin mengatakan kalau Dominic yang telah menabrak suami wanita itu, namun dia juga akan terbawa salah karena dialah yang membuat anaknya tidak fokus menyetir. Gara-gara perkataannya yang terus mendesak Dominic, kecelakaan pun harus terjadi. Alhasil, Daisy harus setuju ketika Dominic memintanya untuk merahasiakan apa yang terjadi. "Sabar, Sayang. Suamimu akan baik-baik saja."Tak ada yang bisa dilakukannya selain mengelus punggung Celine. Mengurangi kesediha wanita itu. Ha"Maaf atas sikap kasar mertuaku," ucap Celine setelah Dominic membaringkan Arion di kamarnya. Lelaki itu duduk di kursi dan membiarkan Celine membuatkannya secangkir teh hangat. Pintu masuk sengaja dibiarkan terbuka, agar tidak menimbulkan prasangka negatif bagi orang lain."Dia benar-benar tidak cocok menjadi ibunya Rayyan," komentar Dominic sembari menyesap teh seduhan Celine. Rayyan sangat baik tutur katanya, tidak kasar atau menggunakan nada tinggi. Jauh beda dengan wanita tua yang tadi dilihatnya, kata-kata, sikap dan bahkan tingkah lakunya begitu tak terpuji.Kejadian barusan membuat Dominic harus teringat kembali dengan data diri Celine yang sempat dibacanya. Disebutkan bahwa mertuanya tidak pernah menyukai Celine, namun karena apa? Dia tidak tahu soal itu. Akan tetapi, bagaimana Celine bisa tahan dengan sikap luar biasa buruk mertuanya? Dominic sendiri sudah sangat geram. Beruntung, dia cepat bertindak dan membuat wanita tua itu pergi sebelum mulut kasarnya m
"Rayyan, aku senang kau sudah tidak apa-apa."Tatapan sendu bercampur bahagia, memenuhi sorot mata seorang wanita saat suami tercintanya dinyatakan telah sadar. Namun tentu, Rayyan masih ada di ruang ICU. Masih dibutuhkan perawatan khusus pasca operasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Di ruangan itu juga, mereka dibatasi. Hanya dia dan Dominic yang bisa masuk."Ce-line, apa yang terjadi?"Suara lirih yang terdengar begitu lemah, menambah kesedihan bagi Celine yang melihatnya. Wajah Rayyan pucat dan bibirnya tampak kering. Sorot matanya juga tidak berbinar seperti biasa. Hingga karena kondisi itu, tangannya mengusap kasar pipi yang sudah dipenuhi air mata. "Kau tidak ingat, Rayyan?" tanya Celine dengan suara tersendat, menahan tangis. Matanya beralih menatap Dominic yang berdiri di sisi lainnya."Kau mengalami kecelakaan, Rayyan. Ada mobil yang menabrakmu."Tubuh Rayyan yang masih lemah, menyulitkannya untuk bersuara atau menggerakkan anggota
"Aku mau bekerja sebagai asistenmu tanpa dibayar."Celine menatap serius lelaki yang saat ini ada di depannya. Menghentikan kegiatan makan lelaki itu, hingga kepalanya terangkat dan juga menatapnya. Mata mereka melakukan kontak cukup lama. Tangan Celine saling meremas gugup. Keputusan yang dia ambil sudah dipikirkannya matang-matang. Meski sulit, setelah apa yang terjadi padanya dan Dominic, tapi dia tidak punya pilihan lain.Hanya Dominic yang bisa menolong suaminya. Hanya lelaki itu.Setelah terjadi keheningan beberapa saat, lelaki itu akhirnya tersenyum tipis sambil mengangkat salah satu alisnya. Seakan menganggap perkataan Celine adalah lelucon. Sampai sebuah jawaban tak terduga, meluncur dari bibirnya. "Aku tidak bisa menerimamu."Tubuh Celine membeku dalam sekejap. Wajahnya berubah tegang. Matanya membulat sempurna. Kerutan di keningnya mulai terlihat. Celine harap, dia saat ini salah dengar. Dominic pasti sedang mempermainkannya. "T-tunggu, k
Delsan Tower.Mata Celine terpaku, menatap sebuah gedung tinggi yang menjulang ke langit. Gedung yang difungsikan sebagai tempat perkantoran sekaligus hotel serta restoran. Ada keraguan saat dia melihat kemegahan bangunan di depannya. Meragukan keseriusan Dominic yang ingin memperkerjakannya. Celine tidak yakin untuk masuk. Dia kembali melirik pakaian yang dikenakannya.Lusuh. Ini pakaian lamanya. Melihat beberapa orang yang berlalu lalang, dia menjadi khawatir saat melihatnya. Bagaimana jika dirinya dikira gembel lalu diusir tanpa sempat bertemu dengan Dominic? Tapi, Celine tidak mungkin melewatkan kesempatan ini. Tidak ada satu pun perusahaan atau toko yang mau menerimanya selain perusahaan milik lelaki itu. Anaknya juga butuh makan dan dia jelas tidak memiliki tempat untuk bergantung.Hembusan napas pelan keluar dari mulutnya. Celine memejamkan matanya sejenak, sebelum memantapkan hati dan melangkah masuk ke dalam gedung. Berjalan ragu ke arah meja resepsionis.
Celine menghembuskan napasnya berkali-kali. Dia menatap setumpuk berkas dari Dominic. Lelaki itu menyuruhnya untuk membaca data-data klien yang bekerja sama dengannya. Menghafal dan mengingat mereka, karena tidak menutup kemungkinan, dia yang akan berhadapan dengan para klien itu. Tentu tidak mudah. Celine tidak dapat melakukannya dengan cepat. Dia juga diberi tugas untuk mengetahui informasi umum mengenai perusahaan dan departemen-departemennya. Tak mengira jika Dominic ternyata tidak memberi keringanan di hari pertamanya bekerja.Pandangan Celine berusaha fokus kembali membaca berkas-berkas di tangannya dengan teliti. Mengenyahkan segala pemikiran buruk tentang Rayyan atau pun atasan barunya. Sesekali, keningnya berkerut dalam dan menggeleng saat dia memikirkan kondisi Rayyan serta anaknya. Hingga Celine yang begitu larut dalam fokusnya, tidak menyadari jika pintu ruangan Dominic sudah terbuka. Menampilkan sosok atasanya dan diam mengamati.Mulut lelaki itu awalnya t
"Kau tidak takut padaku lagi?"Mata hazel itu menatap wanita di depannya begitu lekat. Mengamati bibir merah yang kini tengah mengunyah makanannya tanpa ragu, tanpa takut atau tanpa tatapan sinis terhadapnya. Sungguh tak disangka, seseorang dapat berubah dalam sekejap karena uang. Tepatnya setelah dia membantu pengobatan suami wanita di depannya. Bibirnya tersungging penuh senyum.Sementara yang diajak bicara tampak mengangkat kepalanya. Matanya bertemu pandang dengan lelaki yang merupakan atasan barunya saat ini. Salah satu alisnya terangkat. Dia sedikit tidak mengerti dengan pertanyaan yang dilontarkan untuknya itu. "Kau salah paham. Dari dulu, aku tidak pernah takut padamu."Senyum Dominic semakin melebar. Ketertarikan dia perlihatkan terang-terangan pada wanita bersuami itu. Sikap tegas dan berani yang belum pernah dia lihat sebelumnya dari wanita lain, termasuk tunangannya. "Kau benar, tapi kau terlihat tidak seperti memusuhiku lagi dan mengenai malam
Celine menatap ponselnya yang berbunyi nyaring. Menyita perhatiannya dari sang suami. Dia mau tak mau meletakkan kembali sendok yang kini tengah digunakan untuk menyuapi Rayyan bubur. Mengambil ponsel dan melihat sebuah pesan yang datang dari Dominic. Kedua alisnya mengernyit, Celine bisa melihat sebaris kalimat permintaan untuk datang ke apartemen lelaki itu."Siapa?" tanya Rayyan yang melihat Celine terpaku pada ponselnya. "Bosmu?""Hmm, iya," ucap Celine sedikit gugup. Dia menyelipkan helaian rambutnya di daun telinga."Sekarang? Kamu baru saja pulang. Kenapa bosmu memintamu kembali?"Celine juga penasaran. Dia bingung kenapa Dominic memintanya datang ke apartemen di saat dia baru datang ke rumah sakit dan ingin menghabiskan waktunya untuk menjaga Rayyan, sebelum pulang melihat Arion. Lelaki itu tidak memberitahu apa pun padanya. Celine hanya menduga kalau ini mengenai pekerjaan."Aku tidak tahu, Rayyan. Ini hari pertamaku bekerja, mungkin aku melak
"Apa ini sesuai dengan yang kaumau?" tanya Celine pada Dominic yang duduk di sofa sembari memeriksa kembali beberapa berkas untuk bahan rapat besok. Tentunya, wine menjadi teman dia dalam bekerja. Hingga perhatian Dominic teralihkan pada Celine yang duduk di mejanya dengan laptop miliknya yang menyala.Dominic yang menyadari itu, segera bangkit menghampiri Celine. Menatap bahan presentasi yang kini tengah dikerjakan wanita itu. Ekspresi kusut dan masam terlihat menghiasi wajah cantik Celine. Sudah hampir lima kali Dominic meminta merevisinya. Oh, tentu saja ini bukan bantuan kecil seperti apa yang dikatakan oleh lelaki itu. Celine dibuat pusing tujuh keliling gara-gara harus mengerjakan semuanya secara mendadak. Meski lelaki itu sudah menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan."Ada yang terlewat," ucap Dominic, yang langsung membuat Celine mendengkus kasar. Menduga jika lelaki itu kembali menyuruhnya merevisi. Namun Dominic yang menyadari ekspresi patah semangat Cel