Share

Bab 7

Lily merasa pria itu sedang menatapnya lagi... dan tersenyum. Setelah melihat pria tampan yang tidak sengaja dia tabrak tadi sedang menatapnya dari seberang ruangan yang penuh sesak. Lily bersumpah untuk tidak melihat ke arahnya lagi. Sebagai gantinya, dia mencoba memusatkan perhatian pada percakapan antara Paula dan para gadis lainnya dari lantai yang sama dengannya. Tapi saat dia mengintip dari sudut matanya, dia berhasil melihat pria itu tidak malu karena tertangkap  basah sedang menatapnya. 

Dan itulah permainan yang sudah mereka mainkan selama lima menit terakhir. Mencuri pandang sebentar dan tersenyum satu sama lain.

"Dengan siapa kau tersenyum?" Tanya Paula.

"Tidak ada." Jawab Lily berbohong. 

"Oh, kukira kau sedang mencari mangsa." Kata Paula sambil tersenyum. 

"Tidak." Protes Lily.

"Jadi siapa pria itu?" Tanya Paula sambil memutar matanya.

Lily mendesah kalah. "Baiklah. Aku tidak sengaja bertemu dengan beberapa menit lalu dalam perjalanan kembali dari kamar mandi. Dia terlihat menarik, tapi aku terlalu malu karena heelsku tersangkut di karpet untuk mengobrol dengannya" Jelas Lily.

Paula tersenyum nakal. "Apa dia seksi?"

Tanpa melirik ke arah pria itu, Lily bisa melihat pria itu sedang berdiri di depannya. "yah, dia benar-benar tampan."

Mata Paula melebar. "Kau menyebut seorang pria tampan."

"Aku benar-benar ingin tahu siapa dia. Aku rasa aku ingin bicara dengannya lagi." Kata Lily malu-malu.

"Bicara dengannya? Tidak sayang, kami akan membuatmu berkencan. Maksudku, aku tidak pernah melihatmu bertingkah seperti ini pada pria dalam waktu yang lama." Kata Paula.

"Jadi di mana dia?" tanya Tessa.

"Jangan terlalu jelas. Tapi dia bersandar di salah satu tiang marmer dan sedang menatap ke arah sini." Kata Lily.

Lily tidak bisa melihat seperti apa tanggapan mereka pada pria misterius yang di ceritakannya sampai Lily melihat Paula tersentak ngeri. "Ada apa? Siapa dia?"

"Tidak ada. Nama pria itu Etan. Etan Benedict." Jawab Tessa.

"Dan?" Tanya Lily menunggu kelanjutannya.

Paula menggelengkan kepalanya dengan membabi buta. "Dia tidur dengan siapa pun, Lily. jadi kau harus menjauh darinya kecuali jika kau ingin dimanfaatkan olehnya." Kata Paula.

Tessa mengangguk. "Dia punya reputasi buruk pada wanita. Aku dengar dia hanya bisa bekerja dengan sekretaris wanita yang sudah tua karena kalau tidak dia pasti akan tidur dengan mereka." Jelas Tessa dengan jijik.

Mata Lily melebar terkejut. "Benarkah?"

"Dia tertangkap basah saat pesta amal tahun lalu dengan celananya di sekitar pergelangan kakinya saat dia sedang melakukan 'itu' dengan istri seorang penyumbang." Kata Ika, seorang temannya yang lain.

"Tidak ada yang tahu persis berapa banyak wanita yang sudah dia tiduri di tempat kerja kita." Kata Paula.

"Ya Tuhan." Gumam Lily. Bagaimana dia bisa berpapasan dengan bajingan seperti itu? Saat dia melirik ke arah pria itu lagi, pria itu masih menatapnya atau lebih tepatnya sedang tersenyum padanya.

"Aku pikir dia akan datang ke arah sini." Kata Paula.

"Kalian meninggalkanku sendiri dengan bajingan itu?" tanya Lily terkejut saat melihat teman-temannya beringsut menjauh.

"Kau akan baik-baik saja. Katakan saja padanya untuk menjauh." Kata Paula.

"Terima kasih banyak." Kata Lily dengan cemberut.

Dengan kesombongan yang pasti dalam setiap langkahnya Etan melangkah mendekatinya. "Halo lagi"

"Halo." Jawab Lily singkat.

"Aku pikir setelah pertemuan awal kita, kita tidak pernah mendapat kesempatan untuk berkenalan secara resmi. Aku Etan Benedict." Katanya.

"Ya, aku tahu." Jawab Lily.

"Kau tahu?" tanya Etan sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Reputasimu sudah mendahuluimu." Jawab Lily sambil tersenyum.

"Jadi wanita cantik sepertimu dari devisi personalia tahu semua tentang eksploitasi pemasaranku?" Tanya Etan lagi.

"Bagaimana kau tahu kalau aku..."

""Aku punya mata-mata, terutama mereka mengenal wanita seksi yang bernama Lily dari devisi personalia." Kata Etan sambil tersenyum.

Lily berusaha keras mengalihkan pandangan darinya. ya Tuhan, dia sangat sombong. Jika ada satu hal yang tidak bisa dia hadapi dalam diri seseorang adalah ego dan dia tidak yakin apakah dia pernah bertemu dengan pria yang lebih memikirkan dirinya sendiri dari pada Etan.

"Jadi bagaimana menurutmu jika kita keluar dari sini dan mungkin kembali ke tempatmu? Tempat di mana kita bisa saling mengenal sedikit lebih jauh." tanya Etan sambil merendahkan suaranya.

"Apa kau sedang bertanya padaku, pak Benedict?" tanya Lily singkat.

Mata Etan melebar karena terkejut. "Kau bisa memanggilku Etan, dan yang aku inginkan adalah pergi ke tempat yang tidak terlalu ramai. Kita bisa mampir ke cafe dulu kalau kau mau." 

Lily menyilangkan lengan di depan dadanya. "Aku yakin kalau kau lebih suka membuatku mabuk agar aku akan tidur dengan secara suka rela denganmu, kan? Maksudku, kemungkinan apa kau benar-benar ingin mendengar pendapatku tentang masalah ekonomi atau siapa yang akan memenangkan piala sepak bola tahun ini?"

"Apa maksudmu?" Tanya Etan kebingungan.

"Oh, aku pikir kau hanya mendengar yang baik saja tentangku. Aku yakin kau tidak biasa di tolak. Tapi dengarkan dengan seksama saat aku mengatakan bahwa aku tidak menghargai ajakan lain di luar perusahaan." jelas Lily. 

"Benarkah begitu?" Tanya Etan.

"Benar." Jawab Lily singkat.

Etan membungkuk mendekatinya. "Sayang, jika kau takut teman-temanmu berpikiran buruk tentangmu karena ingin tidur denganku, jadi kita tidak harus pergi bersama. Tidak ada yang akan tahu kecuali kau dan aku." 

"Aku tidak mau tidur denganmu." Kata Lily sambil mundur selangkah.

Etan tersenyum. "tentu saja kau mau." Dia dengan ringan mengetuk pelipisnya. "Pikiranmu menyuruhmu menolakku karena reputasiku, tapi tubuhmu mengatakan sebaliknya."

"Kurasa kau salah." Kata Lily. Dia tidak suka dengan kenyataan kalau tubuhnya bereaksi pada Etan.

Sambil membungkuk, napas Etan terdengar terengah-engah di telinganya. "Lalu kenapa payudaramu tiba-tiba mengeras?"

Lily tersentak dengan ketidaksopanan pria itu yang terang-terangan menatap pada dadanya. "Karena ini desember dan udaranya dingin. Kau harus lihat di mana kita berdiri. tepat di bawah ac." Lily menggelengkan kepalanya dan menatap Etan dengan ekspresi jiijik. "Jujur saja, kau benar-benar menjijikkan."

"Berhubungan saat marah bisa menjadi sangat menggairahkan dan jika aku boleh bertaruh, kau sudah lama tidak melakukannya." Etan mengedipkan matanya dan menarik Lily ke arahnya. "Kau bisa menumpahkan semuanya padaku." Lanjutnya dengan penuh kemenangan.

Lily mendorongnya dengan kasar. "Aku akan mengatakan ini untuk yang terakhir kalinya. Kau adalah orang terakhir yang akan aku tiduri tapi itu pun jika kau memang ingin mau tidur denganmu. Mungkin ini membuatmu terkejut, tapi aku punya prinsip dan juga keraguan dan semuanya mengatakan padaku kalau kau adalah salah satu bajingan paling egois yang pernah aku temui. Dan tetap di sini bersamamu dan membiarkanmu menyentuh seinci tubuhku akan menjadi hal paling rendah yang pernah aku lakukan. jadi aku dengan hormat memintamu untuk menjauh dari pandanganku. Karena dengan cara apa pun aku akan membuatmu pergi. Entah aku akan memanggil keamanan atau menendangmu agar kau pergi."

Mulut Etan menganga kaget sebelum matanya menyipit pada Lily.

"Baiklah kalau begitu." Kata Etan kemudian dia berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Lily.

Paula dan yang lainnya bergegas menghampirinya. "Ya Tuhan, kau luar biasa Em!" Kata Paula.

"Kau mendengarnya?" tanya Lily.

Paula mengangguk. "kami mencoba untuk tidak menguping, tapi kami tidak bisa menahannya." 

Tessa tersenyum. "Kau benar-benar mengatakannya."

"Aku rasa sudah aku katakan dengan jelas." Jawab Lily.

Ika menepuk punggung Lily. "kau harus benar-benar bangga pada dirimu sendiri. Kurasa dia tidak pernah menemui wanita yang bicara seperti itu padanya." 

Lily mendesah. Dia tidak tahu bagaimana perasaannya. Sekarang setelah adernalin itu tidak lagi memompa tubuhnya, dia tidak merasa sombong. Sabagai gantinya, dia merasa malu dengan apa yang dia katakan pada Etan . Dia hanya bisa berharap untuk tidak pernah bertemu dengannya lagi selamanya.

Paula meraih tangannya. "Ayolah, mari kita cari minuman untuk merayakannya."

Lily tertawa. "Kau serius?"

"Ya, kita semua harus bersulang pada hari kau menolaknya." Kata Tessa.

"Apakah kalian keberatan kalau kita melakukannya di tempat lain? Aku tidak ingin menanggung resiko bertemu dengannya lagi malam ini." Kata Lily.

"Dia sudah pergi." Kata Ika.

"Benarkah?" Tanya Lily.

"Dia langsung pergi keluar tepat setelah kau menolaknya." jawab Tessa sambil mengangguk.

Paula tersenyum, "Jadi kita tempat ini sepenuhnya adalah milik kita untuk minum dan bersantai. Oke?" 

"Baiklah." Jawab Lily sambil tersenyum. Tidak ada lagi yang dia ingin lakukan saat ini selain melupakan pertemuannya dengan Etan Benedict.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status