"Astaga. Aku nggak bisa percaya ini."
"Akhirnya aku bisa berada di sini!
Clarissa Chandra memandang gedung di depannya dengan penuh kemenangan. Akhirnya! Dia bersorak dalam hati. Dia berhasil diterima di JW Company!
Perusahaan itu bukan perusahaan kaleng-kaleng. Perusahaan bonafid dengan karyawan lebih dari 500 itu adalah salah satu perusahaan terbesar di Indonesia. Bergerak di bidang utama mode dan busana, perusahaan itu menawarkan hal utama yang para pencari kerja inginkan: gengsi. Selain itu perusahaan juga mulai merambah bidang lain seperti bidang kuliner dan bidang jasa iklan. JW Company benar-benar bukan perusahaan main-main. Reputasinya sendiri sangat bagus. Jika diterima di sana, otomatis orang akan menganggap serius dirimu.
Bebeerapa waktu lalu, perusahaan itu sedang berusaha mengeluarkan merk mereka sendiri, yang akan diberi nama JW Style dan sedang merekrut beberapa desainer. Merk itu rencananya akan mereka luncurkan di awal tahun depan, yang berarti tiga bulan lagi.
Dan dia, Clarissa Chandra, terpilih!
Ketika dia tahu bahwa hanya 5 orang yang kemudian terpilih termasuk dirinya, dia merasakan betapa ketatnya persaingan masuk ke perusahaan itu dan mensyukuti betapa beruntungnya dia. Dia ingat betapa panjangnya perjalanannya, mulai dari memasukkan lamaran, wawancara, penilaian pertama hingga penilaian terakhir, semuanya begitu berat dengan ribuan pelamar yang menjadi saingannya. Bahkan dia nyaris tak bisa melalui tahap itu tanpa merasa cemas dan ingin menangis.
Apalagi wawancaranya! Sesi wawancara benar-benar tak bisa dilupakannya. Dia nyaris kesulitan membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Sesi itu bukanlah sesi tersulit. Sesi tersulit justru adalah memasukkan lamaran dan menunggu panggilan. Rasanya seperti dia menunggu selama seabad!
Kesan pertama adalah kesan yang menetap, begitu pikirnya. Maka di hari pertama masuk kerja ini dia berusaha menampilkan dirinya sebaik mungkin. Dia memakai dua potong pakaian, atasan dan bawahan yang senada, dengan warna krem yang lembut dan di pinggangnya tersemat ikat pinggang putih yang trendi. Rambutnya digerai dengan rapi dan sepatu hitamnya mengkilap tanpa cela. Dia juga memakai jam tangan merk terkenal, yang dibeli dengan gaji terakhirnya di perusahaan sebelumnya. Semua itu diharapkannya dapat mengesankan orang-orang di perusahaan barunya nanti.
Dia juga sudah berdandan dengan cermat. Wajahnya mulus tanpa cela, lipstiknya berwarna merah mudah yang lembut. Dia tidak mengenakan makeup yang tebal karena tidak menyukainya. Tapi penampilannya yang lembut itu justru cocok sekali untuknya, karena garis rahangnya yang halus, matanya yang sayu, dan hidungnya yang mancung itu cocok diberi makeup simpel.
Tapi ketika dia masuk ke lobi kantor yang sangat luas dan megah, bukan main terkejutnya dia!
Dia melihat orang berlalu-lalang di sekitarnya, beberapa sibuk berbincang dengan ponselnya. Ada juga yang sedang sibuk berbicara dengan satu sama lainnya.
Gaya busana orang-orang itu sungguh luar biasa! Perpaduan warna di mana-mana, mode yang tanpa batas, hingga tatanan rambut yang bahkan belum pernah dilihatnya, ada di sana. Belum lagi makeup mereka! Semuanya sangat anggun dari berbagai macam gaya makeup yang berbeda. Dia jadi merasa usahanya tampil prima justru membuatnya tak terlihat di lautan manusia yang semuanya modis ini. Belum lagi dandanan mereka! Apa mereka setiap hari ke salon sebelum berangkat kerja ataukah memang mereka juga pintar menghias wajah mereka sendiri? Jika benar begitu, maka dia kalah!
Dia yang sudah berusaha sebaiknya merasa seperti pecundang sekarang. Dengan lesu dia lalu pergi ke resepsionis.
“Saya Clarissa Chandra, desainer yang lulus tes masuk,” katanya pelan.
Si wanita resepsionis itu bahkan dandanannya tak kalah dengan orang-orang lainnya di ruangan itu! Dia memakai setelan kemeja dan jas hitam serta rok putih dengan garis hitam yang sangat cantik. Wajahnya putih mulus dengan lipstik merah merona. Dia sangat cantik ...
Wanita itu lalu memandangnya.
“Baik. Saya sudah menerima informasi soal itu. Ini kartu masuk Anda. Gesek di ps yang tersedia disana,” Dia menunjuk pos-pos yang dibatasi garis seperti di antrian di bank dan memiliki mesin untuk membaca kartu.
“Dan ikuti petunjuk ke ruang kerja Anda, Ruang Desainer,” kata si resepsionis.
“Nantinya supervisor Anda akan menyambut Anda. Namanya Miss Dewinta,” lanjutnya.
“Baik, Miss,” kata Clarissa segera, merasa bahwa “Miss” memanglah panggilan di kantor itu. Sepertinya dia benar karena setelah itu si resepsionis tersenyum manis padanya.
Dia lalu mengambil kartu masuknya, yang sudah diberi namanya sendiri dan berlogo perusahaannya lalu menggesek di mesin yang tersedia. Dia lalu masuk ke ruangan berikutnya yang langsung membuatnya melongo.
Lobi saja sudah luar biasa! Dengan dinding jendela kaca besar, Meja dan kursi-kursi empuk untuk duduk-duduk, pot-pot bunga di mana-mana ...
Tapi ruangan berikutnya lebih luar biasa lagi. Ruangan itu adalah ruang utama yang bercabang ke divisi-divisi dalam kantor itu. Aromanya luar biasa, dia seperti masuk ke perusahaan pembuatan parfum karena dia mencium aroma lemon yang segar. Ruangan itu sangat besar dan luas. Masih tetap didominasi jendela kaca besar dan meja serta kursi empuk, ada beberapa rak buku juga di sana. Juga ada mesin pembuat kopi dan meja camilan yang nantinya dia ketahui selalu diisi ulang tiap beberapa jam sekali. Langit-langitnya juga dari kaca yang tidak menyerap cahaya matahari, jadi dia bisa melihat pemandangan luar biasa langit di luar.
Ini perusahaan paling luar biasa yang pernah dimasukinya!
***
"Miss Clarissa Chandra ya?” tanya Miss Dewinta ketika dia sampai di Divisi Desainer. Penampilan wanita itu sama luar biasanya dengan orang-orang lainnya. Dia sangat tinggi, modis dan anggun. Rambutnya disanggul ke atas dan ada nuansa-nuansa Arab di wajahnya. Sepertinya dia memiliki sedikit darah Arab dalam dirinya.
“Iya, Miss,” kata Clarissa segera. Dia berusaha membebani roknya yang sebenarnya sudah rapi dan tidak kusut sama sekali. Dia melakukannya hanya karena dia sedang gugup.
“Baik. Saya temani ke bilik Anda. Nanti itu akan menjadi tempat kerja Anda,” katanya ramah. Bahkan nada dalam suaranya sangat anggun dan berkelas ...
“Baik Miss,” katanya lagi.
Miss Dewinta lalu mengantarnya ke biliknya. Biliknya adalah ruangan kecil dengan lebar dua meter. Ada kursi dan meja dengan komputer di atasnya. Ruangan itu kecil tapi apik sekali.
“Kursi dan mejanya boleh dihias sesuka Anda, lho,” kata Miss Dewinta sambil tersenyum saat memandanginya yang masih terkesima.
“Baik Miss!” kata Clarissa segera setelah pulih dari rasa terkesimanya.
“Sekarang job desc Anda adalah menggambar desain-desain pakaian yang sesuai dengan citra JW Style. Anda akan dapat melihat contohnya di buku desain yang ada di meja Anda.” Miss Dewinta lalu menunjuk sebuah map hitam yang bertuliskan “JD Design” di atasnya.
“Nantinya, hasilnya Anda serahkan pada saya, ya. Semua yang Anda perlukan juga sudah ada di bilik Anda. Kertas, pensil, semuanya. Nantinya bisa diberikan pada saja. Setelah saya setuju, langsung Anda scan,” kata Miss Dewinta.
“Baik Miss, siap!” kata Clarissa. Deskripsi pekerjaannya sangat jelas dan dijelaskan dengan baik pula oleh Miss Dewinta. Dia jadi makin kagum dengan pola kerja di perusahaan ini.
“Baik saya tinggal dulu, ya,” kata Miss Dewinta. Clarissa mengangguk dan tersenyum padanya.
“Terima kasih banyak, Miss,” balasnya.
Clarissa menaruh tasnya dan tersenyum lebar. Saatnya mulai bekerja! Semangatnya begitu membuncah sampai dia tidak sabar untuk mulai. Dia sangat lega bahwa deskripsi tugasnya begitu mudah baginya. Ini sama seperti pekerjaannya sebelumnya.
Dia tidak sadar bahwa setelah Miss Dewinta selesai berbicara dengannya, dia bertemu seseorang di ruangan lain. Dia adalah wanita yang menjabat sebagai kepala supervisor seluruh divisi di perusahaan itu.
“Mangsa baru, Miss.”
Si kepala supervisor tersenyum lebar. Tapi senyumnya bukan senyum yang menyenangkan untuk dilihat, melainkan senyum aneh yang terlihat ... keji. Dia memandang Clarissa dari jendela kaca ruangannya.
It's a beautiful night, we're looking for something dumb to doHey baby, I think I wanna marry youIs it the look in your eyes or is it this dancing juice?Who cares, baby, I think I wanna marry youWell, I know this little chapel on the boulevard we can goNo one will know, oh, come on girlWho cares if we're trashed, got a pocket full of cash we can blowShots of patron and it's on, girlDon't say no, no, no, no, noJust say yeah, yeah, yeah, yeah, yeahAnd we'll go, go, go, go, goIf you're ready, like I'm readySuara band mulai berkumandang di pesta pernikahan antara Daniela dan Trevis. Lagu-lagu yang dimainkan mereka rupanya adalah semua lagu-lagu pilihan Daniela dan Trevis! Semua tamu sangat menikmati lagu-lagu itu. Bahkan beberapa bergoyang sambil tertawa-tawa. Suasana pesta yang sangat meriah!Di atas panggung tampak Daniela dan Trevis duduk menghadap pa
Tiga hari sebelumnyaRissa tampak tidak tenang. Dia sudah mendengar bahwa anaknya telah selamat. Bahwa salah satu pelayan Mr. Johann telah membawa bayinya kembali ke Indonesia, jauh dari Angeline Johann yang telah menculiknya. Pelayan itu membawa anaknya dalam kondisi yang baik-baik saja. Ethan tidak kekurangan apa-apa satupun juga.Jika itu benar, maka itu adalah hal yang paling ditunggunya! Dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan anaknya! Hatinya sangat sakit menahan kerinduan pada Ethan! Sudah berapa hari dan malam dilaluinya tanpa bersama Ethan ... Sudah berapa hari dilaluinya tanpa bisa mencium bayinya ... Dia sangat merindukan semua momen bersama bayinya!Maka siang itu ketika Mr. Jona kembali dari kantor, dia membawa pula Amelia yang sedang menggendong Ethan.“Rissa, Rissa! Lihat, ini Ethan!”Dia mendengar suara Mrs. Claudia memanggilnya. Dan hatinya langsung terasa terloncat dar
“Hai, Trevis!” Melvin memanggil sahabatnya yang baru keluar dari kantor ayahnya. Dia sendiri memang sedang berencana untuk menemui ayahnya saat dia bertemu Trevis. “Habis dari kantor ayah?” tanyanya. Dia melihat bahwa Trevis tampak habis melalukan pembicaraan yang cukup serius, dilihat dari raut wajahnya. Trevis mengangguk. “Yoi. Aku ke sini buat kasih abu si Angeline,” jelasnya. Melvin bersiul. “Ah! Ayah bilang kalo abunya bakal dilarung atau dibuang ke langit. Ide yang bagus,” katanya. Trevis mengangguk. Dia lalu bergidik membayangkan akan menemui abu Angeline yang jatuh dari langit. Dia bahkan tidak akan mau memegang abu Angeline. Itu seperti membayangkan dia masih ada, hanya saja dalam genggaman tangannya. “Semoga saja ayahmu tidak menyimpan abu itu. Hiiiy itu akan terlalu menakutkan.” Dia lalu memeluk dirinya sendiri, merasa ngeri. Melvin tergelak. “Bahkan dalam kematian pun dia masih bisa
CTASSS!!!Kapak itu berhasil mengenai leher Angeline! Melvin berhasil membunuh Angeline!Melvin memperhatikan dengan jantung seolah akan keluar dari dadanya ketika serangannya berhasil mengenai leher Angeline. Dan kali ini Angeline tidak berhasil lolos kembali dari serangannya!“Akhirnyaaa!!!” seru Trevis dengan lega. Dia lalu bangkit dari tubuh Angeline yang sudah tidak bergerak. Dia lalu terkapar di lantai, seperti kelelahan. Padahal yang letih adalah batinnya. Dia sudah muak bertarung tiada henti dengan Angeline yang sangat sulit untuk dikalahkan. Dia sudah sudah kesal dengan wanita itu yang tidak hentinya menyerang, berteriak, dan memaki.“Kau hebat, Melvin,” katanya.Melvin menggeleng, dia lalu ikut terduduk di sebelah Trevis.“Kita yang hebat,” katanya.“Dia bener-bener ... ampun deh nggak tahu lagi gimana ngomongnya,” kata Trevis sambil menggelengkan kepalanya. Dia membay
DUAKKK!!!“Aaaargh!!!” seru Melvin segera. Dia memegangi kedua kakinya dengan ekspresi sangat kesakitan. Angeline baru saja memukul area di antara dua kakinya tepat saat dia sedang mengayunkan kapak padanya. Kapak itu lalu terjatuh berkelontang di lantai.“HA HA HA!!!” seru Angeline puas. Dia menatap Melvin dengan pandangan yang membara.“KAU PIKIR KAU AKAN BISA MEMBUNUHKU?!”“Mimpi saja kau!!!”“Tak akan aku biarkan aku mati semudah itu!!!”Trevis segera menghampiri Melvin. Tapi sebelumnya dia menampar Angeline.PLAKKK!!!Tawa Angeline langsung berhenti. Dia menatap Trevis dengan pandangan marah bukan main.“DIAM KAU!!!” seru Trevis hilang kesabaran.Angeline menggerung.“BERANINYA KAU MENAMPARKU!”Trevis meledak marah. Dia sudah tidak sabar lagi dengan pertarungan yang seakan tidak ada habisnya ini
“Mr. Jona! Kami menemukan keberadaan Angeline Johann!” seru salah satu bawahan Mr. Jona.Ada dua orang yang sedang berdiri di hadapan Mr. Jona sekarang. Dua orang itu sedang memberikan laporan pada bos mereka itu.Mr. Jona langsung berdiri. Ekspresi wajahnya tampak terkejut sekaligus senang.“Benarkah?! Di mana?” tanyanya segera.“Di Volkshotel Amsterdam, Pak!” jawab bawahannya segera.“Kami tahu ini dari Frida Gustav! Dia adalah bawahan dari Mr. Johann dan Angeline Johann!” lanjut mereka dengan segera.Ya, sambil menunggu kepulangan Melvin dan Trevis, Mr. Jona telah mengutus para bawahannya untuk mencari keberadaan Angeline. Mereka akhirnya mendapatkan informasi dari Frida, yang memberi informasi kepada mereka dengan senang hati. Ya, Frida telah memutuskan untuk berkhianat dari Angeline! Dia sudah muak menuruti segala perintah dari Angeline.Dia selalu berkomunikasi secara