Keramaian dan musik yang berdentum kencang memekakkan gendang telinga Luna. Entah mengapa dia berakhir di sebuah bar alih-alih pergi ke rumah Flora dan menangis dalam pelukan sahabatnya. Malam ini Luna benar-benar ingin menyendiri.
Luna meneguk wiskinya untuk kesekian kali. Perlahan-lahan kepalanya mulai melayang dan dia senang pikirannya teralihkan, tidak ada Reno lagi di sana. Walaupun dia tahu itu hanya sementara. “Hai, cantik. Minum sendiri? Boleh aku temani?” Gadis itu tak merespon beberapa pria yang silih berganti datang menghampiri dan mencoba menggodanya. Luna memang ingin menenangkan diri dan bersenang-senang malam ini, tapi dia tidak berniat untuk mencari teman. Sungguh, dia hanya ingin sendiri. Walau tidak mendapat respon, pria itu tidak berhenti. “Sedang patah hati? Aku bisa mengobati dan menghiburmu.” Luna berdecak. Pria asing yang menghampirinya sungguh sangat bawel! Karena semakin risih gadis itu memilih untuk pergi dari sana, tapi tiba-tiba pria nakal itu menahan tangannya. “Jangan menyentuhku!” bentak Luna menghempas kasar tangan nakal pria itu. “Oh come on, jangan sok jual mahal di sini. Sombong sekali. Berapa hargamu semalam? Katakan saja, tidak usah sok suci.” “Aku bukan wanita murahan, jaga mulutmu, brengs*k!” Luna menatapnya dengan tatapan mengerikan, dia pria yang sakit jiwa. Seolah tuli pria itu malah semakin mendekatkan tubuhnya. Menatap Luna dengan rakus, seakan gadis itu adalah mangsa buruan. “Stop! Jangan coba-coba mendekat dan menyentuhku, atau aku akan melaporkanmu ke polisi!” Luna berteriak. Tapi, apa pengaruhnya? Pria itu tetap melihat bibir dan belahan dada Luna dengan pandangan lapar. “Jangan menolak, aku akan membuatmu senang dan melupakan patah hatimu. Aku jamin kau akan mendesah keenakan.” Tangan pria itu dengan kurang ajar menarik bokong Luna dan menghimpit tubuhnya. Luna yang sudah dalam pengaruh alkohol, tak dapat membuat banyak perlawanan. Namun, gadis itu berusaha memberontak sekuat yang ia bisa, hingga… ‘BRUKK’ Tiba-tiba tangan pria itu terlepas dari tubuh Luna karena seseorang menendang tubuh pria itu dari samping. Luna membuka matanya dan seketika terkejut melihat orang yang tengah meninju wajah pria hidung belang itu adalah kakak tirinya, Reno. Keributan itu membuat petugas keamanan berdatangan dan berusaha memisahkan mereka. Setelah puas memberi pelajaran pada si pria hidung belang, Reno segera memeriksa adiknya. “Kau baik-baik saja?” Luna yang masih terkejut tak mampu berkata-kata. Akhirnya Reno mencengkram tangan Luna dan menariknya keluar dari bar. “Reno, lepas! Tanganku sakit!” Luna dengan segera melepas cengkraman kakak tirinya itu. Mereka kini sudah berada di parkiran mobil. Reno menatap tajam Luna dengan rahangnya yang terkatup kuat, emosinya seolah-olah akan meledak. “Sedang apa kau di sini, hah? Kau mabuk dan hampir dilecehkan pria asing, apa kau sudah gila?!” bentaknya. “Apa pedulimu? Kau cemburu?” Ketika Luna berbicara, bau alkohol semakin menyengat. “Astaga, kau sangat bau alkohol. Sebenarnya berapa banyak yang kau minum?!” Reno tersulut emosi. Ia benar-benar kesal ketika mendapati Luna hampir dilecehkan pria lain. “Masuk!” Reno dengan segera membuka pintu di samping kemudi dan memaksa Luna duduk disana. Reno tidak habis pikir dia benar-benar menemukan Luna di bar. Ketika pria itu pulang ke rumah, dia begitu khawatir saat tahu Luna tidak ada di kamarnya. Bahkan pesan dan panggilannya tak ada satupun yang terjawab. Akhirnya Reno terpaksa melacak GPS ponsel Luna dan dia hampir tidak percaya melihat lokasinya. “Kenapa kau kesini?” tanya Reno lagi ketika dia sudah duduk dibalik kemudi. “Tentu saja aku ingin bersenang-senang, apa lagi?” Luna dengan santainya menjawab, tanpa menatap ke arah Reno. “Ada apa sebenarnya, Luna? Apa kau ada masalah? Kau tahu, apa yang kau lakukan malam ini sangat beresiko? Aku sangat khawatir padamu karena tiba-tiba menghilang. Bagaimana jika aku tidak datang tadi? Bagaimana jika pria hidung belang itu melakukan hal buruk padamu?” Luna berdecih lalu menatap sinis pada Reno. “Tidak usah sok peduli padaku, jika nyatanya kau hanya ingin mempermainkanku!” “Apa maksudmu?” Reno semakin bingung dengan sikap Luna yang tiba-tiba berubah. “Cukup mempermainkanku, Reno! Kau sudah punya calon tunangan, bahkan kau datang ke pesta ulang tahunnya hari ini. Jadi berhenti membuatku berharap padamu!” sentak Luna tak kuasa menahan air matanya. Reno tertegun mendengar ucapan Luna. Jadi ini alasannya… “Apa Ayah yang memberitahumu?” “Tidak penting aku tahu dari siapa, yang terpenting selama ini kau hanya mempermainkanku!” bentak Luna lagi. Reno menghela napas. Matanya menatap Luna dengan sendu. “Kenapa kau melakukan ini? Kau bisa bertanya padaku dan aku akan menjelaskan semuanya padamu. Jangan melukai dirimu seperti ini. Aku tidak suka melihatnya.” Reno menghapus air mata yang berlinangan di pipi adiknya. “Jessie bukan calon tunanganku. Aku tidak pernah tertarik padanya.” Entah mengapa pernyataan Reno tidak membuat Luna merasa tenang sama sekali. Dia masih terisak dan tidak tahu bagaimana berhenti. Hatinya masih saja terasa sesak. Luna merasa… benar atau tidaknya Reno memiliki calon tunangan sekarang, dia tetap tidak bisa menjadi pemilik pria itu. “Hei, lihat aku.” Reno menangkup dan mengarahkan wajah mungil Luna berhadapan dengannya. “Jessie hanya wanita yang dijodohkan oleh Ayah untukku, tapi aku tidak pernah menerimanya. Aku dekat dengannya hanya sebatas urusan bisnis.” Reno kembali menghapus air mata yang jatuh di pipi Luna. “Aku hanya tertarik padamu, Luna. Jika ada wanita yang akan menjadi pendamping hidupku di masa depan, aku ingin kau yang menempatinya.” Luna menatap dalam pria yang berstatus kakak tirinya itu. “Bagaimana bisa aku mempercayaimu?” Reno menghela napas. Mata tajam pria itu sedang memeta wajah cantik adiknya. Dia menelan saliva ketika tatapannya jatuh pada bibir merona Luna. Bibir merah muda yang selalu menggodanya. Reno mengumpat pelan setelah itu menarik tubuh adiknya mendekat dan segera mengulum bibir merah Luna. Bibirnya dengan agresif memagut bibir gadis itu dan membuatnya menggeram. Ia merasakan gerakan canggung ketika Luna membalas ciumannya, tapi dia tak peduli. Rasa manis dari pewarna bibir yang bercampur dengan alkohol, semakin membuat Reno menggila. Ia semakin memperdalam ciumannya dan mendesaknya. Pria itu seolah melupakan status diantara mereka. Reno merasa pusing dengan gairahnya yang semakin memuncak. Dia semakin haus terhadap Luna. Dengan enggan Reno melepaskan tautan bibir mereka. Ia melihat Luna dengan napasnya yang memburu sama sepertinya. Dan melihatnya seperti itu semakin membuat Reno bergairah. “Apa itu cukup membuktikan bagaimana perasaanku padamu?” Reno menelan salivanya. Luna menatapnya tajam dan dia tidak bisa mengartikan tatapan gadis itu sekarang. “M-maaf, aku rasa aku sudah kelewatan. Maaf aku tidak bisa menahannya lagi.” Luna menahan tubuh Reno yang hendak menjauh darinya. “Kau tidak perlu menahannya. Jadikan aku milikmu, Reno.”Luna terus duduk di tepi sungai hingga menjelang sore. Beberapa hal yang terjadi antara ia dan Reno terus mengusiknya. Sesekali Luna memainkan cincin berlian di jari manis. Luna merasa cincin mahal itu semakin tak pantas dia miliki. Ia telah mengkhianati Brian sedemikian buruk. Sungguh pria itu tidak pantas menerima perlakuan seburuk ini darinya. Brian pantas mendapatkan wanita yang terbaik, dan itu bukan dia. Luna menarik napas panjang. ‘Tuhan, aku tidak ingin menyakiti hatinya lebih dalam lagi …’Dalam hati Luna berjanji pada dirinya sendiri, jika dia berhasil selamat dari hutan ini, ia akan bicara dengan Brian dan menyelesaikan hubungan mereka secara baik-baik. Luna tidak mau terus berpura-pura dan membohongi perasaannya. Seberapapun dia memaksa untuk mencintai Brian, nyatanya dia tidak pantas bersanding dengan pria itu. Dia akan jujur dan melepas Brian untuk menemukan wanita yang lebih baik darinya. Tiba-tiba Luna merasa seseorang duduk di sampingnya. Dan tanpa melihat, tentu
Luna masih terengah dengan rasa panas di sekujur tubuhnya. Pertanyaan Reno sejujurnya sangat mudah untuk ia jawab, tapi mengapa lidahnya terasa sangat kelu sekarang. Akhirnya tanpa memberi jawaban, Luna mendekatkan wajahnya ke wajah Reno untuk berciuman kembali karena itulah yang saat ini benar-benar ia inginkan. Luna melingkarkan lengannya di leher Reno dan hanya mengangguk saat Reno kembali menatapnya untuk menuntut jawaban. Bibir Reno melengkung ke atas setelah mendapat persetujuan dari Luna. Lalu dengan perlahan dia melepas seluruh benang yang melekat di tubuh Luna, hingga kini wanita itu telanjang di bawah kungkungannya. “Aku sangat merindukan ini.” Tatapan memuja Reno padanya membuat gairah Luna semakin meningkat. Dia juga ingin melihat tubuh telanjang Reno, jadi Luna segera bergerak menarik dua tepi kaos lengan pendek Reno ke atas kepala, setelah itu ia menghela napas dalam-dalam saat Reno melepas celananya juga, hingga akhirnya Luna bisa mengagumi tubuh atletis Reno seutu
“Reno, tolong ada ular. Aku takut!” Mendengar jeritan Luna, Reno tidak berpikir dua kali untuk mendekat. Tak peduli wanita itu hanya mengenakan tanktop dan celana dalam. Keselamatan Luna nomor satu untuknya. “Dimana ularnya, Luna?!” Luna dengan mata terpejam ketakutan, menunjuk ke arah sesuatu yang mengambang di atas air. Reno melihat ke arah yang sama dan keningnya mengernyit. Dengan perlahan ia masuk ke dalam air lalu mendekat untuk memastikannya. Dan seutas senyum terbit di bibir kala ia sadar bahwa sesuatu yang mengambang di atas air itu hanyalah seutas tali. Reno mengambil tali panjang berwarna hitam kemudian membuangnya ke pinggir dan mendekat ke arah Luna. “Luna, tidak apa-apa, buka matamu.” Luna membuka mata perlahan. Tubuhnya gemetar, bahkan matanya berkaca-kaca karena saking takutnya. “Tidak apa-apa. Itu bukan ular hanya seutas tali. Tidak ada yang berbahaya. Kau aman,” ucap Reno dengan lembut, berusaha menenangkan. “Aku takut, Reno. Itu seperti ular sun
Luna hampir frustasi karena tak kunjung melihat Reno, dia ingin menyusuri hutan untuk menemukan Reno, tapi ia takut kemungkinan dia pun akan ikut menghilang karena tersesat di hutan. Luna benar-benar tidak ingin hal buruk terjadi pada Reno karena ia yakin tanpa Reno, dia tidak akan bisa bertahan di sana sendirian. Namun, jantung Luna yang sejak tadi berdegup kencang itu seketika berhenti berdetak saat ia mendengar langkah kaki di belakang. Luna dengan cepat berbalik dan detik itu dia langsung berhadapan dengan Reno. Tangisan Luna pecah saat itu juga bersamaan dengan perasaannya yang begitu lega melihat Reno kembali dalam keadaan hidup. “Hei, kenapa kau menangis? Apa kau mencariku?” Reno terkejut saat melihat Luna menangis histeris dan lebih terkejut lagi ketika dalam hitungan detik Luna memeluk tubuhnya dengan sangat erat. “Kau benar-benar gila, Reno! Kau membuatku ketakutan setengah mati!” Kening Reno mengernyit. “Ketakutan karena apa?” Dia juga memeluk Luna, berusaha memenangk
Hari telah beranjak malam. Beruntung dingin yang kian menusuk kulit sedikit terhalau dengan hangatnya api. Reno menatap pancaran wajah cantik Luna yang diterangi api unggun di hadapannya. “Maaf, aku janji besok akan mendapatkan ikan lebih banyak untuk kita makan,” ujar Reno, sedikit merasa bersalah karena Luna terlihat sangat lapar dan dia hanya bisa menangkap satu ekor ikan untuk mereka makan berdua. “Tidak apa, tubuhmu masih lemas. Setidaknya perut kita tidak kosong lagi.” Luna mengangguk, lalu dia menguap. “Sepertinya kita harus tidur karena aku merasa lelah dan seluruh tubuhku benar-benar sakit.”“Ya, aku juga merasakannya … kita memang perlu tidur. Aku sudah menyiapkan beberapa lembar daun besar di atas rumput. Tidak empuk, tapi semoga saja kita bisa tidur,” ujar Reno. Reno kemudian berbaring lebih dulu di atas rerumputan yang telah ia lapis daun pisang yang ditumpuk menjadi lebih lebar dan tebal.Kemudian dia mengambil
“Sshhttt … aw …”Luna tidak berhenti meringis sejak tadi. Akibat gengsinya yang terlalu tinggi dan tak mau menerima uluran tangan Reno, kaki Luna tidak sengaja terkilir saat berjalan. Jalan hutan yang curam membuat langkahnya tidak seimbang dan akhirnya kaki sebelah kiri Luna yang menjadi korbannya. “Apa kau bisa berdiri?” tanya Reno dengan khawatir. “Kakiku sakit sekali.” Luna mengeluh kesakitan dan Reno tak punya pilihan selain menggendong tubuh Luna. “Ayo, naik ke punggungku,” ucap Reno sambil berjongkok memunggungi Luna. “T-tapi lenganmu?”Reno menghela napas kasar. “Cepatlah naik, lebih baik kita kembali ke mobil sebelum hari mulai gelap.”Tak memiliki pilihan lain membuat Luna menerima tawaran Reno dan kini ia berada di atas punggung pria itu. “Kenapa kita kembali?” tanya Luna ketika Reno berbalik arah. Tidak menuju ujung tebing lagi. “Kita tidak bisa memanjat tebing dalam keadaan seperti ini, Luna. Kakimu terkilir, dan kondisiku juga tidak sefit itu untuk memanjat tebing