Home / Romansa / Jodoh Dikejar, Kau Kudapat / Bukan Sebuah Solusi

Share

Bukan Sebuah Solusi

Author: Ayda Harada
last update Last Updated: 2021-11-23 08:39:26

"Ayo kita kawin lari aja, Mas!"

Gala menatap Gendis dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia tak percaya akan kalimat yang keluar dari bibir tipis kekasihnya tersebut. Bagaimana mungkin seorang Gendis Ayu Paradista memiliki pemikiran yang ... konyol seperti itu? 

Perempuan itu baru saja menyelesaikan ceritanya mengenai apa yang membuat Fatma tak menyetujui jika ia menikahi anak perempuannya dan Gala juga tak menyangka jika Fatma masih menganut hal semacam itu. Namun, ia cukup menghargai Fatma dengan tak menganggap remeh petuah tersebut. 

Jika ditanya, Gala memang tak mau jika harus berpisah dengan Gendis. Perempuan itu sudah menjadi bagian dari separuh hidupnya. Akan seperti apa jika hari-harinya dilalui tanpa adanya ocehan Gendis, meski terkadang yah, ia cukup jengah sendiri. Tapi memikirkan menghabiskan waktu tanpa pujaan hatinya itu juga tak pernah sedikitpun terlintas dalam benaknya. 

Merasa tak ada jawaban dari Gala, Gendis langsung meraih kedua tangan Gala dan menggenggamnya erat. 

"Kamu mau 'kan, Mas?"

Gala menggeleng pelan, "Nggak, Dis."

Jawaban yang diberikan Gala seolah menjadi tombak yang menancap di ulu hati Gendis. Bukan ini yang mau Gendis dengar. Sayangnya, keinginan Gala yang menyetujui usulnya hanya menjadi sebatas harapannya saja. 

"Kamu udah nggak cinta sama aku ya, Mas?"

"No," jawab Gala cepat, "Bukan kayak gitu, Sayang. Sampai kapanpun aku akan selalu cinta sama kamu, Dis. Cuma kamu perempuan yang aku cinta."

"Terus kenapa kamu nggak terima usul aku?" cecar Gendis menuntut, ia butuh kepastian tentunya, "Harusnya kalau cinta aku, kamu mau dong kawin lari sama aku."

"Dan bikin orang tuamu punya pandangan buruk sama aku?"

Bungkam. Gendis tak mampu menjawab pertanyaan yang Gala lontarkan balik untuknya. Jujur saja, ia tak berpikir sampai sejauh itu. Yang Gendis pikirkan adalah bagaimana dirinya dan Gala tetap bersama. 

Saat tahu jika Gendis mulai memikirkan ucapannya, Gala kembali membuka suara, "Aku sayang kamu, Dis. Banget malah. Tapi semua itu bukan solusi yang baik buat kita. 

"Yang ada malah menambah masalah buat kita. Orang tuamu pasti bakal mikir kalau aku bawa pengaruh buruk buat kamu."

Lagi, air mata Gendis mengalir tanpa bisa ia cegah. Entah apa yang membuat Gendis sampai tak memikirkan konsekuensi yang akan ia dapat jika melakukan hal nekat seperti apa yang terlintas di benaknya. 

Kedua tangan Gala menangkup pipi Gendis dan seketika menyebarkan kehangatan. Dengan lembut lelaki itu mengusap air mata Gendis. Hatinya terasa berdenyut melihat sangat pujaan hatinya menangis seperti itu. 

"Kita cari solusi sama-sama ya," ujar Gala pelan, "Anggap aja ini ujian cinta kita dari Tuhan. Aku yakin kalau kita bisa lewatin semua ini."

"Tapi kamu nggak bakal ninggalin aku, kan?"

"Cuma orang gila yang ninggalin perempuan secerewet kamu, Yang."

Gendis mendengkus pelan, namun tak urung senyum tipis terbit di wajah cantiknya. 

"Aku anggap itu pujian. Makasih, Sayang." Gendis meringis kecil, menampilkan deretan gigi putihnya.

Gala tergelak mendengar ucapan kekasihnya. Ia lantas memeluk tubuh ramping Gendis. Sejatinya ia tak benar-benar mengatai perempuan itu sebagai orang yang cerewet. Tapi, cerewet yang Gala maksud adalah dari segi perhatian Gendis yang selalu dicurahkan untuknya. 

Perempuan itu tak akan bosan memberondonginya dengan deretan pesan singkat yang sekedar mengingatkannya pada hal-hal kecil seperti makan, istirahat, dan tentu ibadahnya. Gendis layaknya alarm yang selalu mengingat Gala pada segala hal. 

"Udah baikan 'kan sekarang?"

Gendis menggeleng, "Belum."

"Apalagi sih yang bikin pacarku ini sedih?"

"Cacing di perutku udah berontak dari tadi makanya aku belum baikan sekarang?" jawab Gendis lugas. 

Gala mendesah pelan, "Astaga, jangan bilang kalau kamu lewatin sarapan hari ini?"

"Aku nggak nafsu makan, Mas."

"Itu bukan alasan, Sayang!" tandas Gala tegas, "kamu selalu ingetin aku buat makan tepat waktu tapi kamu sendiri malah abai. Aku nggak suka ya kalau kamu kayak gitu. Kalau sakit siapa yang repot coba?"

Gendis meringis kecil, "Iya, Sayang. Maaf ya. Lain kali nggak aku ulangi lagi pokoknya."

"Janji?"

"Janji, Mas Gala-ku sayang."

"Good."

***

"Mau nambah nggak, Yang?"

Gendis menyeruput es jeruk miliknya sebelum menjawab, "Perutku bakal overload kalau nambah lagi, Mas. Porsi makanku udah banyak lho tadi."

Gala mengangguk kecil. Ia kembali meneruskan mannya yang belum selesai. Meski fokus dengan makanannya tapi mata Gala tak luput dari gerak-gerik perempuan di depannya. 

Lelaki itu tahu akan apa yang membuat Gendis melihat ke beberapa arah. Memang dasarnya ia cukup peka jika sudah menyangkut soal Gendis. Sehingga Gala pun berdiri dari kursinya dan menuju counter gelato. 

"Panna cotta and dark chocolate."

Gendis yang tak sadar jika Gala sempat meninggalkan meja makan pun menoleh dan terkejut saat di depannya sudah tersaji gelato kesukaannya. 

"Eh—ini...?"

"Aku perhatiin dari tadi kamu lihatin anak-anak makan gelato terus. Jadi, ya udah aku pesenin aja," ujar Gala lugas. 

Pipi Gendis bersemu merah menahan malu. Ia malu karena ketahuan memperhatikan anak kecil yang tengah menikmati gelato mereka. Gendis tak menyangka jika Gala begitu peka terhadapnya. 

"Kamu perhatian banget sih, Mas. Kalau aku makin cinta gimana sama kamu?"

"Bagus dong, jadi aku nggak perlu takut kamu diambil cowok lain," balas Gala penuh keyakinan. 

Tangan Gala bergerak menyendok gelato dan menyodorkan pada Gendis yang diterima dengan senang hati. Meski sedikit malu sebab banyak pasang mata yang menatap ke arah mereka. Tapi, kali ini Gendis mencoba untuk acuh. Ia hanya ingin menikmati waktunya bersama Gala. 

Sampai akhirnya dering ponsel milik Gendis menjadi penengah kemesraan diantara mereka. Perempuan itu meraih clutch dan mengambil ponselnya yang meronta sejak tadi. Sejenak Gendis menghela napas saat mengetahui nama siapa yang tertera di layar ponselnya. 

"Siapa?"

"Mama," jawab Gendis lirih. 

Senyum tipis terkembang di wajah tampan Gala. Lelaki itu memberi usapan ringan di punggung tangan Gendis yang ada di atas meja. 

"Ya, udah. Angkat aja nggak apa-apa."

"Tapi—"

"Mama pasti bingung nyariin kamu, Yang," sela Gala cepat. Bukan tanpa alasan ia mengatakan hal demikian sebab ia yakin jika Gendis tak memberitahu jika dirinya akan pergi. Gala cukup paham dengan perangai perempuan itu jika sedang berselisih paham dengan anggota keluarganya. 

Bukannya langsung menuruti perkataan Gala, Gendis malah memasang wajah memelas. Berharap agar Gala 'membebaskannya' kali ini. Perempuan itu hanya tak mau kembali berdebat dengan sang mama. 

Namun, harapannya tak terkabul dengan sebagaimana yang ia harapkan. Lewat tatapan tajam dari Gala sudah membuat Gendis tak bisa berbuat apa-apa selain ... menerima panggilan Fatma. 

"Halo."

"Kamu dimana sih, Dis?"

Gendis memejamkan mata sambil menarik napas dalam, "Gendis lagi makan siang sama Mas Gala, Ma."

"Habis ini kamu pulang! Ajak Gala sekalian, ada yang mau Mama bicarakan."

Gendis baru saja membuka mulutnya tuk bertanya namun Fatma sudah lebih dulu mematikan sambungan teleponnya. Lagi, untuk kesekian kalinya Gendis hanya mampu menghela napas. Dalam hatinya ia bertanya hal apakah yang ingin Fatma bicarakan padanya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Bahagia itu Sederhana

    "Bisa nggak kalau permintaan kamu nggak aneh-aneh kayak gitu?"Gendis mengerucutkan bibirnya saat Gala mengatakan jika permintaannya aneh-aneh. Padahal menurutnya permintaannya cukup sederhana. Pergi bersama Gala sepertinya adalah hal lumrah. Tapi Gala malah menyebutnya seolah adalah hal yang tak bisa dikabulkan."Permintaanku itu simpel tahu, Mas," elak Gendis tak mau disalahkan. "Emangnya kamu beneran bisa terima kenyataan kalau aku nikah sama orang lain?"Pertanyaan Gendis begitu sarat akan ancaman. Semua itu bukanlah gertakan Gendis belaka. Nyatanya, perempuan itu memang akan menikah dengan laki-laki lain yang merupakan pilihan ibunya.Gala tahu itu. Lantas Gala bisa apa? Gala memang pernah mendengar pepatah yang mengatakan jika sebelum janur kuning melengkung seseorang masih milik semua orang. Namun, apakah Gala bisa berbuat suatu hal yang menurutnya sangat menyimpang dari prinsipnya.Sekalipun rasa sakit menghujam hatinya, mau tak

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Pengin Pergi Jauh

    "Bukannya kamu tahu semuanya tentang aku bahkan lebih dari diriku sendiri?"Perkataan itu terus saja terngiang di kepala Gendis. Apa yang dikatakan Gala memang tak sepenuhnya salah. Namun, Gendis tak mau termakan oleh pemikiran yang bisa saja salah. Sekalipun Gala masih menunjukkan rasa perhatiannya. Pun dengan panggilan sayang yang Gala berikan untuknya. Semua itu tak serta merta membuat Gendis bisa membumbungkan rasa kepercayaan diri jika Gala.... masih menginginkannya. Dalam hal ini, Gendis ingin jawaban yang konkret. "Aku memang tahu semuanya tentang Mas Gala tapi aku kan nggak selamanya bisa tahu isi hatimu, Mas," kata Gendis setelah sekian lama terdiam. Sejak Gala memberi jawaban yang cukup ambigu, keduanya memang tak terlibat dalam percakapan apapun. 15 menit setelah mereka selesai makan, Gala mengajak Gendis dan mengatakan jika akan mengantar perempuan itu. Selama itu pula Gendis hanya menurut kemauan Gala dan Gala hanya akan berbicara seper

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Kamu Tahu Aku Lebih dari Diriku Sendiri

    (Hollaaa, maaf banget buat yang udah baca bab sebelumnya dan menemukan banyak kata yang keulang. Tapi udah aku revisi pas ngerasa ada yang aneh sama bab yang aku upload) ***Gala tak menyangka Gendis masih mengingat apa yang ia suka dan apa yang tak ia suka. Rasanya ia seperti dihadapkan pada waktu ketika hubungan mereka masih terasa hangat. Saling memiliki satu sama lain dan terasa membahagiakan. Gala sadar jika Gendis memahami semua tentang dirinya melebihi diri Gala sendiri. "Kamu... gimana kabarnya, Dis?" tanya Gala setelah hanya tinggal mereka berdua. Senyum terkembang di wajah Gendis. Perempuan itu sedikit menundukkan tuk menyembunyikan kesedihannya. "Aku baik, Mas," sahut Gendis menipiskan bibirnya skeptis, "tapi nggak dengan hatiku," lanjutnya dalam hati. Gala mengangguk paham. Suasana saat ini cukup canggung. Gala yang merasa bersalah karena mengajak Gendis yang notabenenya adalah tunangan orang lain dan Gendis yang merasa jika Gala sedikit me

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Hal yang Selalu Diingat

    Ada perasaan yang tak bisa Gendis ungkapkan saat ini. Entah mengapa ia merasa gugup. Kedua kakinya seolah tak bisa diam begitu saja ketika ia sedang menunggu seseorang yang mengajaknya bertemu­­- Manggala Yuda. Gendis merasa seperti abg yang sedang dilanda kasmaran. Terlalu konyol untuk sikap seseorang yang pernah menjalin hubungan selama 5 tahun. Gendis tahu jika pertemuan ini tak sesimpel yang ada dalam bayangan kepalanya. Ini bukanlah sebuah pertemuan ‘kencan’ seperti pasangan pada umumnya. “Kamu udah lama datengnya, Dis?” Gendis mendongak ketika suara berat menyapa indra pendengarannya tuk mendapati Gala-seseorang cyang tengah ia tunggu dan membuatnya merasa gugup berdiri di depannya. Lelaki yang terlihat tampan dengan kemeja maroon yang lengannya digulung sampai siku itu menarik kedua sudut bibirnya ketika mata mereka saling bertemu. Tampan. Satu kata itulah yang seketika terlintas dalam benak Gendis. Ya, hal itu sepertinya sudah tak diragukan lagi. Gala m

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Jangan Lama-Lama Sedihnya, Kasian Hatimu.

    Setiap orang tua pasti mau anaknya bahagia. Sekalipun itu bertentangan dengan 'keinginan' sang Anak. Hal itu adalah perasaan yang Dea rasakan. Setelah pertemuan pertama dengan Shiren, ia merasa jika perempuan yang merupakan teman kerja Dana adalah perempuan yang cocok untuk Gala. Shiren adalah perempuan baik, santun, dan cantik. Rasanya tak ada satupun hal yang membuatnya untuk tak menyukai Shiren. "Kamu udah pulang, Mas?" tanya Dea begitu Gala memasuki ruang keluarga di mana saat ini perempuan itu tengah menikmati reality show yang disiarkan salah satu TV swasta. Gala berhenti dan menoleh ke arah sang Mama. Lelaki itu tersenyum seraya mengangguk kecil. "Mama belum tidur?" tanya Gala balik. Ia melirik ke arah jam yang terpajang cantik di dinding dan waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Ia cukup tahu kebiasaan mamanya yang selalu tidur jam 9. Untuk itu Gala pun tentu merasa heran saat melihat Dea masih berada di ruang keluarga ketika ia baru saja pula

  • Jodoh Dikejar, Kau Kudapat   Bukan Keinginan Gendis

    "Dis, Abang pinjem charger laptop—LAH, kamu nangis?"Januar baru saja masuk ke kamar Gendis tanpa mengetuk pintu terlebih dulu dan tertegun saat mendapati Adiknya sedang duduk sambil memeluk boneka Panda kesayangannya. Januar melihat air mata mengalir di pipi Gendis dan hal itu selalu membuatnya tak suka. Ia memang bukan kakak yang baik karena selalu jahil dengan adiknya. Namun, melihat bagaimana Gendis mengeluarkan air mata tentu bukanlah hal yang ia sukai. Sekalipun mereka sering bertengkar, Januar mau Gendis selalu tersenyum setiap saat. Gendis hanya melirik ke arah Januar yang berdiri di tengah kamarnya. Ia merutuki kebodohannya yang lupa mengunci pintu sehingga siapapun bisa masuk ke kamarnya dan melihat fakta ini. Selain itu, rasanya Gendis juga ingin menjawab pertanyaan Januar dengan suara lantang. "UDAH TAHU NANGIS, MASIH NANYA LAGI!" Mungkin seperti itulah Gendis akan menjawab pertanyaan sang Kakak. Akan tetapi saat ini, ia merasa malas unt

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status