"Bisa nggak kalau permintaan kamu nggak aneh-aneh kayak gitu?"
Gendis mengerucutkan bibirnya saat Gala mengatakan jika permintaannya aneh-aneh. Padahal menurutnya permintaannya cukup sederhana. Pergi bersama Gala sepertinya adalah hal lumrah. Tapi Gala malah menyebutnya seolah adalah hal yang tak bisa dikabulkan.
"Permintaanku itu simpel tahu, Mas," elak Gendis tak mau disalahkan. "Emangnya kamu beneran bisa terima kenyataan kalau aku nikah sama orang lain?"
Pertanyaan Gendis begitu sarat akan ancaman. Semua itu bukanlah gertakan Gendis belaka. Nyatanya, perempuan itu memang akan menikah dengan laki-laki lain yang merupakan pilihan ibunya.
Gala tahu itu. Lantas Gala bisa apa? Gala memang pernah mendengar pepatah yang mengatakan jika sebelum janur kuning melengkung seseorang masih milik semua orang. Namun, apakah Gala bisa berbuat suatu hal yang menurutnya sangat menyimpang dari prinsipnya.
Sekalipun rasa sakit menghujam hatinya, mau tak
"Mama nggak setuju kamu nikah sama Gala!"Blaaarrrr...Kalimat itu bagai petir yang menyambar di siang bolong bagi Gendis. Bagaimana tidak, saat ia mengutarakan niatnya untuk menikah malah ditentang keras oleh mamanya, Fatmala."Kenapa, Ma? Bukannya selama ini Mama juga suka-suka aja sama Mas Gala?" tanya Gendis dengan penasaran.Perempuan yang kerap dipanggil Fatma itu menghela napas panjang. Ia menatap putrinya dengan intens, seolah ingin mengatakan sesuatu yang penting dan mendalam."Mama memang membiarkan kamu pacaran sama Gala, tapi bukan berarti Mama setuju kalau kamu sampai menikah sama dia," ucap Fatma lugas.Kening Gendis berkerut. Tentu saja ia masih tak paham dengan apa yang dibicarakan mamanya. Pasalnya, selama ini Fatma terlihat menyukai Gala dan membiarkan dirinya menjalin hubungan hingga berjalan tiga tahun lamanya.Lantas, mengapa mamanya tak memberi restu padanya dan Gala?"Mama ju
"Ayo kita kawin lari aja, Mas!" Gala menatap Gendis dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia tak percaya akan kalimat yang keluar dari bibir tipis kekasihnya tersebut. Bagaimana mungkin seorang Gendis Ayu Paradista memiliki pemikiran yang ... konyol seperti itu? Perempuan itu baru saja menyelesaikan ceritanya mengenai apa yang membuat Fatma tak menyetujui jika ia menikahi anak perempuannya dan Gala juga tak menyangka jika Fatma masih menganut hal semacam itu. Namun, ia cukup menghargai Fatma dengan tak menganggap remeh petuah tersebut. Jika ditanya, Gala memang tak mau jika harus berpisah dengan Gendis. Perempuan itu sudah menjadi bagian dari separuh hidupnya. Akan seperti apa jika hari-harinya dilalui tanpa adanya ocehan Gendis, meski terkadang yah, ia cukup jengah sendiri. Tapi memikirkan menghabiskan waktu tanpa pujaan hatinya itu juga tak pernah sedikitpun terlintas dalam benaknya. Merasa tak ada jawaban dari Gala, Gendis langsung meraih kedua tangan Gala dan menggenggamnya e
"Kamu apa kabar, Gal?"Gala mengangguk pelan sambil menjawab dengan santun, "Baik, Tante."Sikap Fatma masih ramah seperti biasa terhadap Gala karena bagaimanapun perempuan paruh baya itu hanya mempermasalahkan wetonnya bukan orangnya."Bagus kalau kayak gitu. Kerjaan baik juga, kan?" tanya Fatma lagi. Ia berusaha untuk mencairkan suasana meski tetap saja terasa mencekam bagi Gala dan Gendis.Sepasang sejoli itu sudah menebak maksud Fatma yang ingin bertemu dan berbicara dengan mereka. Namun, sebisa mungkin Gala juga mencoba untuk tetap tenang. Toh, ia juga tak melakukan kesalahan. Jadi untuk apa harus merasa takut."Alhamdulillah, lancar, Tan," balas Gala, "Sekarang lagi ngurus proyek di Surabaya."Gendis yang duduk di sebelah Gala semakin merapatkan tubuhnya pada lelaki itu. Hal itu membuat Gala melirik sekilas pada perempuan yang menggigit bibir bawahnya sendiri. Gala yang cukup peka terhadap Gendis segera meraih tangan perempuan it
"Gendis masih di kamarnya ya, Mbok?" Mbok Lasmi, asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja di keluarga Raharjo itu pun mengangguk pelan. Bibirnya terasa kelu untuk sekedar menjawab pertanyaan dari majikannya tersebut. Namun, rasanya ia juga tak mungkin terus berdiam diri. "Anu, Bu. Non Gendis nggak mau makan sejak kemarin," beritahu Mbok Lasmi pelan. Fatma yang tengah mengambil nasi menghentikan gerakannya. Perempuan itu menoleh dan menatap perempuan tua itu dengan intens seolah mencari kebenaran dari ucapan Mbok Lasmi. Sayangnya, melihat tingkah Mbok Lasmi yang sedikit menundukkan kepalanya membuat Fatma menyimpulkan jika dia tidak berbohong. Lagipula apa gunanya Mbok Lasmi berbohong padanya? Oh, bisa saja Gendis sudah bekerjasama dengan Mbok Lasmi untuk menarik simpati darinya. Namun, semua yang sempat terlintas di benaknya pun harus Fatma pupus saat melihat raut khawatir di wajah renta Mbok Lasmi.&nb
"Gendis kok lama nggak main ke sini ya, Gal? Kalian lagi marahan ya?"Gala yang tengah memindah channel TV dengan asal mendongak dan seketika melihat Dea—mamanya berjalan ke arahnya. Perempuan itu membawa piring berisikan buah yang sudah ia potong kecil-kecil tuk kemudian bergabung dengan anak laki-lakinya.Usia Gala memang sudah dikatakan dewasa. Namun, jika sudah berdua dengan mamanya lelaki itu akan bersikap manja. Seperti saat ini, baru saja Dea mendudukkan tubuhnya Gala sudah merubah posisinya dan berbaring dengan paha sang mama yang ia jadikan bantal."Kami nggak lagi marahan kok, Ma." Gala memejamkan matanya saat Dea mengusap rambuh hitamnya dengan lembut. Kasih sayang seorang ibu yang begitu tulus sampai membuat Gala dulu memiliki cita-cita untuk mempunyai istri seperti mamanya.Selama mulai merasakan hubungan percintaan barulah dengan Gendis Gala bisa menemukan sosok yang ia cari. Perempuan mandiri, tidak banyak menuntut,
"Itu muka apa jemuran baru diangkat sih? Kusut amat," olok Angga yang baru saja masuk ke dalam ruangan Gala dan melihat raut sahabat sekaligus bosnya itu tampak muram.Jika sudah berbicara seperti ini, Angga sudah menanggalkan statusnya yang merupakan asisten Gala. Untuk kali ini lelaki berambut ikal itu menempatkan dirinya sebagai sabahat Gala.Dan sebagai sahabat yang baik tentu saja ia harus bisa menjadi tumpahan segala keluh kesah sahabat kita bukan?"Aku putus sama Gendis?"Uhuukk.. Uhuukk...Angga tersedak teh yang baru saja ia minum. Beruntung saja ia tak menyemburkan minuman itu ke wajah Gala. Bisa digantung di pohon tomat kalau hal itu sampai terjadi."Jorok banget sih, Ngga," omel Gala tak suka."Sorry, sorry, aku nggak sengaja."Angga menarik selembar tisu tuk kemudian ia usap di sekitar mulutnya. Namun, matanya tetap menelisik wajah Gala tuk mencari kebohongan yang mungkin saja di
"Kata Bang Janu kamu nggak mau makan. Emangnya kamu nggak sayang sama dirimu sendiri?" Dengan sabar, Gala menyuapi Gendis makanan kesukaannya—ayam fetucini. Lelaki itu membelinya di restoran langganan yang sering mereka kunjungi. Itupun tanpa Gendis yang meminta. Gala yang berinisiatif melakukan hal tersebut. Yah, Gala memang sepengertian itu orangnya. Gala selalu punya cara untuk menyenangkan hati Gendis. Meski perhatian sekecil membelikan makanan kesukaannya. "Aku sayang kok sama diriku sendiri," balas Gendis setelah menelan makanan di mulutnya. Seperti biasa, Gendis akan bersikap manja jika sudah bersama Gala. Terlebih lagi, keduanya sudah dia hari tanpa saling bertemu bahkan bertukar kabar secara intens. Sambil mengaduk nasi yang akan diberikan pada Gendis, Gala berkata, "Terus kenapa kamu nggak mau makan?" "Aku kepikiran kamu terus, Mas." Gendis menjawab tanpa ragu, perempuan itu seolah ingin
Gendis Ayu: Temenin aku minum yuk!Beberapa saat setelah pesannya terkirim, ponsel Gendis berdering dengan nyaring. Ia melirik ke arah layar yang menyala dan segera mengangkat panggilan telepon yang tak lain adalah dari Alea, sahabatnya."Kamu mau kan temenin aku minum? Aku yang traktir deh," cerocos Gendis tanpa mengucapkan salam terlebih dulu.Hal tersebut tentu saja membuat Alea diseberang sana kebingungan. Pasalnya, Gendis bukan tipe perempuan yang mau diajak ke tempat seperti itu. Kalaupun Gendis ke bar sekalipun itu pasti ada Gala yang akan menjaganya."Kamu lagi kenapa sih, Dis? Tumben banget ngajak minum?" tanya Alea menyuarakan rasa penasarannya."Udah, nanti aku ceritain deh. Aku yang bayar pokoknya, jadi kamu tenang aja—""Ini bukan soal kamu yang bayar atau nggak Dis." Alea menghela napas pelan, "kamu lagi ada masalah ya? Dan, emang harus banget sampai minum kayak gitu?"Gendis memutar bola ma