LOGINPagi telah menyapa, di pukul 9 pagi Rara baru saja bangun, dia terbangun juga karena cahaya matahari yang masuk ke dalam kamarnya. Biasanya dia bisa bangun lebih dari jam 9 ini, tapi karena cahaya matahari menyorot sangat tajam membuatnya merasa sangat terganggu.
"Ah siapa sih yang buka gordennya!" Gerugutnya sangat kesal. Sepertinya ada yang membuka gorden jendela kamarnya. Tapi siapa? Ibunya tidak akan berani melakukan itu, dan setiap malam juga pintunya selalu di kunci supaya tidak ada yang mengganggunya yang ada di kamar. Terpaksa Rara harus bangun, dia tidak punya pilihan lain. Saat dia menyibakkan selimutnya, betapa terkejutnya dia saat melihat sosok pria dewasa dengan pakaian santainya namun terkesan sangat rapi dan wangi itu berdiri tepat di depan matanya menatapnya dengan sangat lekat. "AAAAA." Rara tentu saja sangat kaget, dia bahkan hampir terjatuh ke bawah sana kalau saja pria dewasa itu tidak langsung menarik tangannya dan menghalangi nya supaya tidak jatuh ke bawah sana. Ternyata dia adalah suaminya! Suaminyalah yang membuatnya sangat kaget. Ah iya, Rara hampir lupa kalau kemarin dia baru saja menikah dengan pria dewasa yang berumur 28 tahun, hanya berbeda 6 tahun dengannya. Namun tetap saja dimatanya dia itu tua. "Om!" Serunya sangat marah. Davin terkekeh geli, "Maaf, saya tidak tahu kalau kamu akan terkejut seperti itu." Rara menghela nafasnya pelan sembari menghempaskan tangan Davin, dia mengusap wajah cantiknya itu dan mengecek kalau tidak ada sesuatu yang aneh di wajahnya, pasalnya akan sangat memalukan kalau dia terlihat jelek hanya karena dia baru bangun tidur. Dia juga merapikan rambutnya yang terlihat kusut, tidak terbayang kalau seandainya rambutnya seperti singa. Pasti dia akan sangat malu. "Kamu masih tetap cantik kok. Saya pun heran kenapa bisa kamu bangun tidur tapi masih terlihat cantik," pujinya dengan sangat manis. Rara sangat tercengang mendengarnya, sontak dia mendongak pada pria dewasa itu dengan kedua matanya yang membulat sempurna. Bukannya salting dia malah kesal. "Minggir ah!" Rara turun dari ranjangnya dan mendorong kasar tubuh suaminya untuk menyingkir dari hadapannya. Dia harus segera pergi ke kamar mandi untuk melihat kondisi dirinya. Apa benar dia masih cantik? "Nanti setelah mandi, turun kebawah dan makan. Kamu ketinggalan sarapan bersama tadi, jadi nanti nyusul." Rara tidak mendengar perkataan suaminya itu, dia langsung masuk begitu saja ke dalam kamar mandinya, dan menutupnya dengan cepat. Nafasnya terengah-engah. Dan segera dia menuju sebuah cermin di dalam kamar mandi sana, dia terdiam memperhatikan pantulan dirinya sendiri. Oh tidak, ucapan suami dewasanya itu ternyata ada benarnya juga. Ternyata suaminya itu tidak berbohong kalau dia masih terlihat cantik meski pun baru bangun tidur. "Oh ya jelas, seorang Rara mana mungkin bisa jelek! Bukan cuma dia aja yang muji gue cantik meski bangun tidur! Orang-orang terdekat gue juga sadar kalau gue emang secantik itu. Rara gitu loh." Entah kenapa Rara menjadi merasa angkuh sekali, apa mungkin karena mengiyakan apa yang dinilai oleh suaminya itu. Ternyata selera suaminya bagus juga. ****** Rara baru saja keluar dari kamarnya setelah membersihkan dirinya dan menyiapkan dirinya dengan pakaian terbaiknya. Di rumahnya terlihat sangat sepi, entah kemana semua keluarganya, apa mereka pergi keluar. Dan tunggu, kemana suaminya? dimana dia? Ah, kenapa dia mencari suaminya itu. Rara harusnya tidak peduli. Sudahlah, lupakan itu. Dari pada banyak bertanya soal kenapa rumahnya sepi, soal kemana semua keluarganya, dan soal kemana suaminya itu, Rara tidak peduli. Lebih baik dia makan saja karena perutnya terasa sangat lapar. Namun siapa sangka, saat dia hendak melangkah menuju ruang makan, dia tiba-tiba mendengar keramaian di belakang rumah sana, dimana disana terdapat sebuah taman bunga dengan kolam ikan yang cukup luas milik ayahnya. Ah, ternyata keluarganya tengah berkumpul di sana, sepertinya mereka pun tengah menikmati matahari diluar sana, karena biasanya jam seperti ini cahaya matahari itu sangat baik untuk kesehatan tubuh. Siapa sangka kalau ternyata disana juga ada suaminya, terlihat kalau suaminya tengah bercanda dengan keponakannya yang baru berumur 7 tahun itu, namanya Arga. "Onti Rara udah bangun!" Seru Arga sembari menunjuk pada Rara. Karena hal itu semua orang langsung menoleh pada sosok Rara yang tengah berdiri kaku di hadapan semua orang. "Ya ampun, tuan putri sudah bangun?" Ah, sindiran dari ibunya memang tiada lain, selalu berhasil menyentuh hatinya. "Bagaimana tidurnya tuan putri? Apa tuan putri tidur nyenyak?" Ibunya kembali menyindirnya. "Mah, semalam aku kecapean lah! Kan kemarin aku habis nikah," gerugutnya kesal. "Suamimu saja bisa bangun pagi, bahkan pagi-pagi dia sudah buat kopi untuk dirinya sendiri," balas Rani dengan acuh. Rara berdecak kesal, dia melirik suaminya dengan sini. Keberadaan suaminya jelas sangat mengguncang keberadaannya. Sementara suaminya? dia sama sekali tidak peduli dengannya yang tengah di omeli, dia justru terus menerus bermain dengan keponakannya itu. Entah sejak kapan suaminya itu begitu dekat dengan keponakannya, padahal biasanya keponakannya itu anti sekali dekat dengan orang asing, dia pilih-pilih untuk berteman atau pun dekat dengan siapa pun. Sepertinya suaminya pintar mencari muka. "Terserah!" "Duduk sini, kita mau bicara sama kamu," titah Rani. "Kenapa? Aku mau makan," ujarnya. Meski mengomel dia tetap duduk di samping kakak iparnya yang tengah memangku anak pertamanya yang baru saja berumur 7 bulan. Dia perempuan cantik yang bernama Keysa. "Suamimu tadi bilang kalau katanya hari ini dia akan membawa kamu pindah ke rumahnya," ujar Rani. Rara sangat terkejut mendengarnya, "Pindah? Kenapa pindah? Kenapa gak tinggal disini aja?" "Gak bisa Ra, saya gak bisa tinggal disini. Karena jarak rumah ke rumah sakit disini cukup jauh, jadi saya mau kita tinggal di rumah saya yang jarak ke rumah sakit dekat, dengan pekerjaan saya," jelas Davin. Rara mendengus tak suka, "Ya udah, dia di rumahnya dan aku disini!" "Mana bisa gitulah, Ra," ujar Keira, sang kakak ipar mulai ikut menimpal, "Tugas seorang istri itu harus ikut kemana pun suaminya pergi. Sekarang tanggung jawab kamu secara penuh telah di pegang penuh oleh suami kamu. Kamu gak bisa tinggal disini lagi, karena kamu harus ikut suami kamu." Rara benar benar tidak suka mendengarnya. Sudah dia duga dari awal kalau pasti setelah menikah dia akan meninggalkan rumahnya, dia akan dipaksa untuk ikut bersama suaminya. Dia sama sekali tidak suka hal ini. "Setelah ini, kamu beresin barang barang kamu yang mau kamu bawa. Gak perlu semuanya, karena takutnya kamu mau menginap disini," titah Rani. "Gak apa-apa ya, Nak. Ikut suami itu ibadah." Ah mau bagaimana lagi, Rara tidak bisa menolak.Pagi telah menyapa, di pukul 9 pagi Rara baru saja bangun, dia terbangun juga karena cahaya matahari yang masuk ke dalam kamarnya. Biasanya dia bisa bangun lebih dari jam 9 ini, tapi karena cahaya matahari menyorot sangat tajam membuatnya merasa sangat terganggu."Ah siapa sih yang buka gordennya!" Gerugutnya sangat kesal. Sepertinya ada yang membuka gorden jendela kamarnya. Tapi siapa? Ibunya tidak akan berani melakukan itu, dan setiap malam juga pintunya selalu di kunci supaya tidak ada yang mengganggunya yang ada di kamar.Terpaksa Rara harus bangun, dia tidak punya pilihan lain. Saat dia menyibakkan selimutnya, betapa terkejutnya dia saat melihat sosok pria dewasa dengan pakaian santainya namun terkesan sangat rapi dan wangi itu berdiri tepat di depan matanya menatapnya dengan sangat lekat."AAAAA." Rara tentu saja sangat kaget, dia bahkan hampir terjatuh ke bawah sana kalau saja pria dewasa itu tidak langsung menarik tangannya dan menghalangi nya supaya tidak jatuh ke bawah sana.
"Gue gak mau tidur bareng sama Om, jadi om tidur aja di sofa, atau Om tidur aja di lantai sana! Atau mau dimana pun juga terserah, yang pasti gue gak mau tidur bareng!"Davin sangat terkejut, baru saja keluar dari kamar mandi dalam keadaan segar dan merasa lebih baik. Namun tiba-tiba saja dikagetkan dengan bantal serta selimut yang berserakan di bawah lantai sana. Davin hanya bisa melongo kala melihatnya.Apalagi saat dia mendengar suara istrinya yang berseru sembari menatapnya tajam diatas tempat tidur empuk itu."Apa maksud kamu?" Tanya Davin yang sama sekali tidak mengerti dengan tingkah laku istrinya itu."Kurang jelaskah? Gue bilang tadi kalau gue gak mau tidur bareng sama lo! Inget ya Om, gue gak cinta sama lo, gue gak punya perasaan sama sekali! Dan jangan harap kalau kita akan tidur bareng. Malam ini gue tidur diatas ranjang, sedangkan om tidur aja di bawah atau di sofa. Terserah mau dimana pun yang penting gak tidur di ranjang yang sama!" Ujarnya dengan penuh penekanan.Davi
Nisa dan Keira membantu adik iparnya untuk pergi menghampiri suaminya yang sudah menunggunya setelah acara ijab kabul selesai. Di karpet putih bertaburan bunga marah putih Rara berjalan didampingi kedua kakak iparnya, dia terpaksa harus tersenyum hanya karena suruhan kedua kakak iparnya yang memaksanya untuk tersenyum pada para tamu yang sudah menunggunya dan menyambutnya dengan senyuman kebahagiaan.Di depan sana suaminya Davin sudah menunggunya dengan senyuman lebarnya, dia terlihat sangat senang sekali. Dia terlihat lega karena acara sakral tadi sudah dilewati, sebelumnya dia hampir pingsan karena saking gugupnya.Rara muak sekali melihat suaminya itu, sebisa mungkin dia terus menerus mencoba untuk tersenyum meski dalam hatinya dia merasa sangat dongkol sekali.Saat keduanya saling berhadapan satu sama lain, Rara mencoba untuk bersikap jutek pada suaminya itu. Tapi suaminya justru tersenyum terus sedari tadi. Ah, cukup menyebalkan menurutnya.Davin benar benar dibuat tercengang kal
Davin merasa sangat gugup, selama di perjalanan dia tak berhenti mengatur nafasnya yang terasa sangat berat sekali. Tak pernah terbayangkan kalau hari H pernikahan akan sangat gugup seperti ini. Jantungnya sampai berdebar-debar sampai membuatnya merasa lemas karena saking gugupnya."Jangan gugup, Davin. Semuanya akan baik-baik saja," ujar sang ayah yang bernama Tama. Ayahnya duduk di kursi depan bersama supir yang membawa mereka untuk pergi ke rumah pengantin perempuan.Ibunya Sora tampak terkekeh geli saat melihat raut wajah putranya yang terlihat masam akibat mendengar perkataan ayahnya, perlahan dia genggam tangan anaknya yang terasa dingin, lalu dia usap dengan lembut, "Semuanya akan baik-baik saja."Davin merasa tenang kala mendengar perkataan ibunya, dengan perlahan dia menganggukan kepalanya sembari tersenyum hangat."Apa nanti setelah menikah abang gak akan tinggal di rumah kita lagi?" Celetuk adiknya Rayhan yang baru saja berumur 17 tahun."Iya tentu saja, setelah menikah aba
Pintu rumah dibuka dengan kasar, kedua anak laki-laki berjalan memasuki rumah besar milik mereka sembari menarik kasar anak perempuan di rumah itu yang hampir saja berhasil melarikan diri dari rumah kalau saja kedua kakak laki-lakinya itu tidak langsung mengetahuinya.Dito dan Rani sebagai orang tua kandung dari anak perempuan itu menunggu kedatangan kedua anaknya yang berhasil membawa pulang anak perempuan mereka yang sangat bandel. Mereka kompak menghembuskan nafasnya dengan kasar kala melihat anak perempuan mereka menunduk dengan tubuh yang bergetar karena menangis.Akibat pergaulan, sang anak perempuan menjadi sangat tidak terkendalikan! Pergaulan bebas yang selalu ditakutkan oleh kedua orang tua tersebut telah memasuki kehidupan putrinya.Selaku orang tua, mereka mengaku kecolongan. Mereka benar-benar tidak menduga kalau anak perempuan mereka bisa melakukan itu. Apalagi diam-diam ternyata dia mengenal dunia bebas tanpa sepengetahuan mereka.Ini dikarenakan setelah sang anak menge
1 minggu sebelum menuju pernikahan, Rara semakin dibuat ketar ketir. Hanya tinggal menghitung jari, pernikahannya akan segera dilangsungkan. Rara semakin kalang kabut. dia tetap saja menolak pernikahan itu, sebelum pernikahan itu terjadi, Rara selalu berusaha keras untuk mencari cara supaya dia bisa lepas dari perjodohan ini! Berbagai cara sudah dia lakukan. Namun tetap saja, semua cara yang dia lakukan tidak membuahkan hasil. Keluarganya tetap bersikeras untuk menjodohkannya. Dan sekarang hanya tinggal satu cara supaya Rara benar-benar terlepas dari perjodohan ini. Yaitu, kabur! Ya, kabur! Malam ini Rara sudah membuat rencana untuk kabur dari rumahnya, entah akan pergi kemana namun yang pasti malam ini dia harus kabur bersama teman temannya yang akan membantunya. Kalau bukan karena teman-temannya, Rara tidak akan bisa kabur dari rumahnya. Pukul dini hari Rara sudah bersiap di kamarnya, disaat semua anggota keluarganya sudah terlelap dan damai dalam tidurnya, Rara akan menja







