Share

Chapter 13

last update Last Updated: 2021-08-21 11:28:23

Ketika sudah berada di taman, Ardi dan Jessy duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon yang cukup besar. Dengan ditemani semilir angin di bawah pohon, membuat suasananya menjadi sangat sempurna bagi Ardi untuk tidur di situ. Perlahan-lahan Ardi berbaring di bangku tersebut, dan menjadikan paha Jessy sebagai bantalnya. Rasa sejuk  yang sangat cocok di tengah hari yang panas ini, membuat Ardi tida bisa menahan kantuknya, sehingga akhirnya dia tertidur untuk beberapa menit. Jessy yang tadi ingin mengatakan sesuatu jadi tertunda karena melihat Ardi yang sudah tertidur.

Setelah beberapa menit, Ardi terbangun dari tidurnya karena tangan Jessy yang terus mengusap kepalanya. Walaupun terasa nikmat, tapi Ardi tetap terbangun karena usapan itu mengejutkannya.

Jessy melihat Ardi sudah terbangun itu, langsung memencet hidungnya cukup lama.

"Jessy! Sudah! Aku enggak bisa nafas nih". Teriak Ardi.

"Aku bawa kamu kesini tadi karena ada yang mau katakan. Tapi kenapa kamu langsung tidur?".

"Maaf, tapi lepasin biarin aku nafas dulu".

"Tuh". Jessy akhirnya menuruti Ardi.

Setelah terasa sudah bisa kembali bernafas normal, Ardi merasa lega. Dia kemudian ingin membalas apa yang dilakukan Jessy kepadanya dengan cara yang sama, tapi Jessy langsung menggunakan keterampilan bela dirinya untuk menepis tangan Ardi.

"Curang!". Keluh Ardi karena dia tidak bisa melakukan hal tersebut.

"Ardi, aku mau serius sekarang!". Jessy menghilangkan senyuman dengan cepat setelah menepis tangan Ardi tadi.

Ardi menatap lama wajah temannya tersebut, baru setelah itu dia mengizinkannya berbicara.

"Silahkan".

"Aku mempunyai perasaan sama kamu, tapi hanya sebagai kakak. Perasaan khawatir, perasaan sayang, perasaan-perasaan lainnya hanyalah perasaan kakak terhadap adiknya. Jadi, jika kamu menganggap ada lebih dari itu, maka kamu salah. Aku sama sekali tidak mempunyai perasaan seperti yang kamu bayangkan".

"Aku kecewa". Kata Ardi dengan nada yang menurun.

"Itu lebih baik, daripada aku memberika-". Perkataan Jessy terpotong.

"Aku kira kamu seperti yang aku bayangkan. Padahal kalau kamu seperti Chihuahua, maka aku senang sekali. Soalnya Chihuahua itu anjing yang cantik, penurut dan pintar kepada majikannya. Tapi ternyata kamu menyuruh aku menganggapmu itu kakak aku. Aku kecewa sekali". Ardi mengusilinya.

"Aku serius Ardi!!". Jessy marah, karena Ardi tidak menanggapi perkataannya dengan sungguh-sungguh.

"Haha..., maaf. Tapi sebenarnya aku juga menganggap kamu itu seperti kakak sendiri, kakak yang mau menemani adiknya, mau merangkulnya disaat butuh pelukan, dan yang mau mendengarkan perasaan hatinya. Aku.... menganggap kamu seperti kakak sendiri". Ardi memegang kedua pipi Jessy.

Dengan mendengar perkataan Ardi tersebut, Jessy merasa seperti telah terlepas dari beban yang sangat berat. Cukup lama baginya untuk mencoba mengatakan hal tersebut, tapi situasi dan kondisinya masih belum tepat. Jessy berumur satu tahun lebih tua daripada Ardi, dengan alasan itulah, dia menganggap Ardi seperti adiknya sendiri, karena dia adalah anak tunggal, maka sangat besar harapannya bisa mempunyai saudara. Tapi sampai saat ini orang tua Jessy sama sekali belum dikaruniai anak lagi, sehingga dia menganggap Ardi dan adik perempuannya adalah saudaranya sendiri.

Kemudian Jessy merangkul Ardi dengan penuh kasih sayang sebagai kakak, walaupun orang-orang yang melihat mereka berdua beranggapan seperti pasangan yang sudah tidak bisa menahan kerinduannya.

"Kalau gitu, kamu harus dengarkan apa yang aku katakan. Kalau aku sedang menasihati kamu, maka hal itu harus didengarkan! Jangan sesekali kamu melawan, kalau enggak, nanti aku hajar habis-habisan seperti anggota mafia saat itu!". Ujar Jessy setelah melepaskan pelukannya.

Ardi mengangguk pasrah, dia ingat seperti apa sifat Jessy ketika dia sangat marah dengan ketiga anggota mafia saat itu.

"Bicara soal mafia, bagaimana kamu bisa tau kalau mereka adalah anggota mafia?".

Kehadiran Nathan yang secara tiba-tiba membuat mereka berdua terkejut.

"Bagaimana kamu bisa ada disini?". Tanya mereka berdua serentak.

"Memangnya enggak boleh?. Tapi aku penasaran, darimana kamu bisa tau kalau mereka adalah anggota mafia?". Nathan kembali mengajukan pertanyaan yang sama kepada Ardi.

Ardi kemudian menjelaskan kepadanya mimpi yang pernah dia alami. Setelah menyimak cerita Ardi tadi, Nathan masih belum menerimanya. Dia masih beranggapan kalau Ardi berbohong.

"Cerita yang menarik, tapi setelah mendengarnya, aku merasa kalian berdua seperti seorang keluarga".

"Maksudnya apa?. Itu enggak ada hubungannya dengan yang aku ceritakan". Ardi tidak memahami apa yang dikatakan oleh Nathan.

Nathan tidak menjawab pertanyaan Ardi, dia langsung pergi dari tempat itu. Tapi karena merasa di abaikan, Ardi menyusul Nathan dan menarik bajunya kemudian kembali menanyakan hal yang sama.

"Apa maksud dari perkataanmu tadi? Aku sama sekali tidak suka ada orang yang mengabaikan pertanyaanku, jika tidak tau, katakan tidak!". Amarah menyelimuti Ardi kembali.

"Hanya dengan berhasil mengalahkan orang terkuat di sekolah ini, kamu sudah sok hebat ya". Nathan kemudian berbalik. "Sebaiknya perbaiki dulu mental kertas mu itu!" Nathan mendorong kepala Ardi beberapa kali menggunakan telunjuknya.

Ardi terdiam, dia tidak bisa mengatakan apapun. Dia merasa kalau Nathan yang tadi sangat berbeda dengan yang ada di toilet. Jessy kemudian menghampiri Ardi setelah Nathan sudah cukup jauh, dia bertanya kepadanya apa yang baru saja terjadi.

Ardi tidak memberikan jawabannya, dia hanya mengatakan kalau Nathan juga akan masuk universitas yang sama dengan mereka berdua, dan tentu saja ini hanyalah karangan ardi.

***

Setelah dinyatakan lulus dari Sekolah Menengah Atas, saat ini Ardi akan berangkat ke tempat orang tuanya, sementara menunggu waktu keberangkatannya ke Universitas Veulla yang dijadwalkan bulan depan. Universitas tersebut berada di kota yang berbeda, dan cukup jauh dari kota Ardi saat ini. Keberangkatan Ardi kali ini ditemani oleh Jessy, Ardi tidak bisa menolak permintaannya, karena dia sempat diancam.

Tempat tinggal orang tua Ardi berdekatan dengan bandara yang ada di kota itu, dan di kota tersebut hanya ada satu bandara nasional. Jadi Ardi memanfaatkan hal tersebut untuk bertemu dengan keluarganya terlebih dahulu.

Mereka berdua menggunakan kereta untuk berangkat ke tempat orang tua Ardi, dan didalam kereta itu Jessy tidak bisa diam, banyak pertanyaan yang dia lontarkan kepada Ardi, sampai membuat Ardi angkat tangan untuk menjawabnya satu-persatu.

"Aku nyerah deh, pertanyaan kamu itu enggak ada habisnya". Ardi mengangkat kedua tangannya.

"Yee ... Ini kan perjalanan pertama aku ke daerah ini".

"Ini juga yang pertama buat aku, mereka pindah baru-baru ini juga. Jadi nikmati aja perjalanannya, jangan banyak tanya".

Setelah mengatakan itu, Jessy langsung menyenderkan kepalanya ke bagian kaca jendela kereta, dan tanpa sadar sudah tertidur.

Perjalanan yang cukup singkat, setelah tiba di tempat tujuannya, Ardi langsung membangunkan Jessy. Kota yang dipenuhi dengan gedung pencakar langit yang tinggi, dan dengan banyak taman yang indah, membuat Jessy merasa sangat senang ketika Ardi membawanya berjalan-jalan sebentar mengelilingi daerah itu.

Setelah puas berjalan-jalan, Ardi dan Jessy langsung berangkat menuju rumah orangtuanya Ardi. Setelah tiba di sana, mereka di sambut oleh adik perempuannya.

"Seperti biasanya, selalu dekat dan sangat mesra. Kakak, aku juga mau seperti itu". Kata adik perempuan Ardi kepada Jessy.

"Sini adik kakak yang cantik". Ujar Jessy dengan langsung memeluknya.

Setelah pelukan itu selesai, mereka bertiga masuk ke dalam rumah, dan duduk di sofa ruang keluarga untuk berbincang-bincang. Ayah dan ibu Ardi saat ini tidak ada di rumah, dan hanya ada Sherly sendirian.

"Kak, maaf ya aku tinggal dulu. Soalnya ada janji sama teman sore ini". Sherly langsung meninggalkan mereka berdua.

Beberapa puluh menit setelah kepergian Sherly, datanglah lagi orang yang tidak mereka berdua kenal.

"Siapa kalian?".

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Journey of Life   Chapter 17

    Sambil menahan rasa sakit di perutnya, Ardi mencoba melihat wajah orang yang menghajarnya, dia ingin tau apa alasan orang tersebut melakukan hal tersebut padanya. Dengan tatapan sinis, laki-laki yang menampar perut Ardi tadi mengencangkan kerah baju Ardi dan mencoba untuk menghajarnya kembali. "Kenapa Susi menangis!" teriak laki-laki itu tepat didepan wajah Ardi setelah puas memukulinya. Wajah ardi penuh memar dan matanya mulai kelihatan membengkak, untuk mengucapkan sepatah kata pun hampir tidak sanggup. Mulutnya terasa perih, dan matanya sudah sangat sakit jika tidak dipejamkan. Walaupun begitu, Ardi tetap berusaha untuk mengatakan sesuatu kepada laki-laki tersebut. “Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan, dan hanya itu saja yang bisa kulakukan untuknya.” Setelah mengatakan hal tersebut, Ardi langsung tidak sadarkan diri. Di tempat yang berbeda, Jessy dan Nathan saat ini masih menunggu kedatangan Susi dan Ardi untuk segera bergabung dengan mereka berdua di meja yang sudah

  • Journey of Life   Chapter 16

    Lebih dari dua puluh menit mereka berdua di ruangan itu, tapi Susi masih belum berhenti menangis dan memukul Ardi. Dia terus memukuli dada Ardi dengan kepalan tangannya yang kecil, dan kepalanya ditempelkan di bagian dada Ardi untuk menutup wajahnya."Bodoh!! bodoh sekali!! itu memalukan sekali!!" kata Susi sambil terus memukul Ardi.Ardi tidak ingin mengatakan apapun, jika dia salah sedikit berucap, maka hal itu pasti akan membuat Susi semakin marah kepadanya.Disaat yang bersamaan, ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan itu dan mengatakan "Permisi tuan, apakah masalahnya sudah selesai? jika tuan tidak memesan ruangan ini, biarkan tamu lain yang memesannya."."Nanti saya bayar untuk biaya kamar ini! jadi jangan menganggu!" Teriak Ardi.Waiters yang ada di depan pintu tersebut terkejut dengan teriakan Ardi, dan mengelus-elus dadanya sambil mengatakan "Saya salah apa? padahal cuma bertan

  • Journey of Life   Chapter 15

    "Susi!" Ardi merasa seperti pernah mendengar nama itu. "Apa kita pernah ketemu sebelumnya." tanya Ardi yang berdiri terpaku melihat Susi."Dasar!!! sombong sekali jadi cowok!! Sini, ikut aku." Susi menarik Ardi menuju suatu tempat."Nathan? kenapa kamu bisa ada disini?" Ardi terkejut ketika melihat Nathan berada di tempat itu."Nathan!, ini aku bawakan temanmu. Dia orang yang sombong sekali, aku jadi benci rasanya, apalagi saat ucapan salam ku diabaikan." Kata Susi menggerutu."Sudahlah, aku mau kalian berdua untuk akrab nanti. Ardi, aku belum memperkenalkan diri, kan? kenalkan, aku Nathan, Kaka tingkat yang akan mengawasi kamu dan juga Jessy, dia adalah teman aku dari kecil, namanya Susi Artia. Aku mau kalian bertiga berteman akrab nantinya, dan aku juga akan mengawasi kalian menggantikan Mr. Brown." Penjelasan yang singkat dari Nathan, dia akhirnya menunjukkan siapa dia yang sebenarnya kepada Ardi, walau

  • Journey of Life   Chapter 14

    Laki-laki yang masuk ke tempat itu meningkatkan kewaspadaannya, dia berpikiran kalau Ardi dan Jessy adalah pencuri."Seharusnya saya yang bertanya Kamu siapa! Seenaknya saja langsung masuk rumah ini seperti pemiliknya sendiri". Kata Ardi memarahinya."Apa kamu Ardi?". Laki-laki itu menunjuk Ardi."Iya, siapa kamu! Apa yang mau kamu lakukan?". Tanya Ardi kembali.Laki-laki itu menghampiri Ardi, lalu memeluknya."Ternyata kamu calon saudaraku. Maaf kalau begitu, nanti aku jelaskan, tapi sekarang ada yang mau aku ambil di kamar, setelah itu berangkat lagi". Sebelum laki-laki itu menjauh, Jessy dengan cepat menarik tangannya."Kamu penipu ya?". Tanya Jessy."Jelas aja bukan, nanti kalian berdua tanya sama mama dan papa untuk lebih jelasnya, aku saat ini sibuk". Jawab laki-laki itu.Setelah mengatakan itu, Ardi dan Jessy mengikuti dia menuju ke

  • Journey of Life   Chapter 13

    Ketika sudah berada di taman, Ardi dan Jessy duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon yang cukup besar. Dengan ditemani semilir angin di bawah pohon, membuat suasananya menjadi sangat sempurna bagi Ardi untuk tidur di situ. Perlahan-lahan Ardi berbaring di bangku tersebut, dan menjadikan paha Jessy sebagai bantalnya. Rasa sejuk yang sangat cocok di tengah hari yang panas ini, membuat Ardi tida bisa menahan kantuknya, sehingga akhirnya dia tertidur untuk beberapa menit. Jessy yang tadi ingin mengatakan sesuatu jadi tertunda karena melihat Ardi yang sudah tertidur.Setelah beberapa menit, Ardi terbangun dari tidurnya karena tangan Jessy yang terus mengusap kepalanya. Walaupun terasa nikmat, tapi Ardi tetap terbangun karena usapan itu mengejutkannya.Jessy melihat Ardi sudah terbangun itu, langsung memencet hidungnya cukup lama."Jessy! Sudah! Aku enggak bisa nafas nih". Teriak Ardi."Aku bawa

  • Journey of Life   Chapter 12

    Jessy merasa sangat ketakutan, selama ini, Jessy tidak pernah merasa takut yang berlebihan dalam setiap hal. Jika dia dikerumuni oleh orang yang ingin merampoknya, dia hanya tinggal berlari dan menyelamatkan diri, itu yang ada dipikirannya. Menurut Jessy, hal-hal yang cukup menakutkan bagi kebanyakan orang, baginya itu adalah hal yang dapat diselesaikan dengan mudah, jika kita menghilangkan rasa takut tersebut. Walaupun ketika ditodong seseorang menggunakan senjata api, dia tidak akan takut, Karena dia sudah pernah belajar dengan Ardi cara menghindari todongan senjata dengan cepat. Karena keberaniannya itu, Jessy dengan mudah mengalahkan ketiga anggota mafia yang saat itu sedang menghajar Nathan.Tapi kali ini Jessy mengerti. Dia paham seperti apa itu berada dalam keputusasaan disertai dengan rasa takut yang sangat besar. Dan mengingat hal itu, air matanya berjatuhan kembali.Dengan erat Ardi memeluk Jessy dari belakang, dia sangat m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status