Share

BAB 7: Persyaratan Gila Brandon

Author: LeeNaGie
last update Last Updated: 2024-07-23 19:41:01

Arini

Mata cokelat lebar Arini membulat sempurna mendengar syarat yang diajukan Brandon. Ini sungguh gila! Bagaimana bisa ia melakukan kencan ganda, apalagi melibatkan Fahmi? Astaga, darah seakan naik ke kepala yang dihiasi rambut hitam panjang itu sekarang. Embusan napas keras ditiupkan ke atas, sehingga poni yang menutupi kening terangkat ke atas.

“Nggak mau! Nggak akan pernah!” cetus Arini menggeleng tegas.

“Kalau gitu gue juga nggak akan pernah temui cewek-cewek yang disodorin Nyokap,” balas Brandon melipat tangan di depan dada berlagak cuek.

“Bran!” protes Arini dengan mata sedikit mengecil.

Brandon berdiri lalu melangkah menuju wastafel untuk membersihkan tangan. Perut yang lapar, tidak mengizinkannya untuk berdebat dengan Arini sekarang. Tiba di tempat duduk, pria itu mulai mencampurkan nasi dan ayam goreng yang sudah diolesi saus.

Arini ingin mencecar dengan kata-kata, tapi tidak jadi. Dia bisa melihat sahabatnya sedang kelaparan. Kasihan juga jika diomeli, bisa tersedak atau berkurang nafsu makannya. Alhasil, wanita itu mengambil burger yang dibelikan Brandon, lantas menggigit sedikit.

“Sejak kapan deket sama Fahmi?” Akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari bibir seksi Brandon.

“Bang Fahmi?” Arini menyipitkan mata sebagai bentuk protes, karena Brandon tidak sopan telah memanggil nama. Jarak usia mereka berdua dengan Fahmi cukup jauh, enam tahun.

Brandon mencoba tersenyum usil. Dengan cepat ia menelan sisa nasi yang dikunyah sebelum menanggapi lagi.

“Cie … mesra banget sih sebut nama Fahmi,” godanya.

Iras wajah Arini berganti datar. “Apaan sih, Bran?”

Terdengar tarikan udara dari sela gigi yang sedang rapat. “Lo nggak berpikiran aneh-aneh, ‘kan?”

“Aneh-aneh gimana?” pancing Brandon memasukkan satu suwir ayam ke mulut.

Kelopak mata Arini berkedip pelan ketika menatap Bran dengan penuh selidik. “Ya, kayaknya lo lagi berpikiran gue deket dalam artian pedekate sama Bang Fahmi.”

Wajah tirus itu sedikit maju ke depan, sehingga membuat Bran tampak salah tingkah. Dia memundurkan kepala ke belakang saat jantung mulai gaduh di dalam.

“Bukan gue, tapi anak-anak di floor yang mikir gitu,” sahutnya sebelum meneguk air mineral kemasan.

Arini mendesah seraya meletakkan sisa burger di atas nampan. Dia bersandar di kursi dengan pandangan ke arah bawah.

“Harusnya lo tahu apa gue deket sama Bang Fahmi atau nggak. Paling nggak lo bisa lihat deketnya sebatas apa.”

“Lo nggak pernah cerita, In.”

Wanita itu menarik napas panjang, sebelum kembali memajukan tubuh ke depan. Kedua tangannya bertumpu saling berimpitan di atas meja.

“Gue sama Bang Fahmi cuma deket, karena tetangga. Ya sering pulang dan berangkat bareng juga sih kalau satu sif.” Arini bergumam sebelum meneruskan perkataannya. “Trus gue bisa tanya-tanya juga masalah kerjaan.”

“Cuma itu doang?” tanya Brandon sambil mengunyah nasi dan potongan ayam.

“Iya. Kayak tadi, ngajak makan juga karena pulang bareng. Kebetulan gue lagi laper.” Arini memiringkan kepala dengan senyum lebar. “Mie ayam yang deket lampu merah itu enak banget, Bran. Lo harus coba!”

Brandon berdecak mendengar perkataan Arini. Dia tahu persis wanita itu suka makan, tapi tubuhnya tidak pernah gemuk.

“Habis berapa porsi emang? Makan lama banget sampai dua jam.”

Jari telunjuk Arini naik ke atas. “Satu. Makannya bentar, ngobrolnya yang lama.”

Kepala yang dihiasi rambut model layered undercut itu manggut-manggut. “Udah mulai nyaman kalau gitu.”

Arini memutar bola mata malas. “Apaan sih? Nyebelin lo!”

“Pokoknya, akhir minggu lo harus ketemu sama tuh cewek. Awas kalau nggak!” sambungnya mulai mengancam.

“Emang kalau nggak mau, lo mau apa?”

Wanita itu menegakkan tubuh lagi sebelum mengucapkan, “Kalau nggak mau, gue pecat lo jadi sahabat,” ancamnya terdengar dan terlihat serius.

***

Brandon

Iin: Ntar sebelum ke kantor mampir dulu ke kosan. Gue bikinin sop hangat buat lo nih.

Iin: Biar lo nggak masuk angin. Floor pasti dingin malam-malam.

Senyum mengembang di wajah Brandon ketika mendapatkan pesan tersebut dari Arini. Keinginan untuk langsung berangkat ke kantor harus diubah menjadi ke tempat kos wanita itu terlebih dahulu. Dengan senang hati Brandon datang ke sana, sekaligus berjumpa dengan sahabatnya. Apalagi ada sop hangat yang sedang menanti.

Arini tidak hanya cantik dan cerdas, tapi pintar memasak juga. Hal itulah yang membuat Brandon berpikir, sahabatnya akan menjadi sosok istri idaman para pria. Namun sayang, hubungan yang bisa ditawarkannya hanyalah persahabatan.

Jika sebelumnya Bran pernah memiliki niat untuk menjalin hubungan serius dengan Arini, sekarang harus pupus karena merasa tidak pantas mendampinginya. Masa lalu yang kelam, ditambah lagi dengan cap sebagai playboy dan tukang PHP (Pemberi Harapan Palsu) membuat nyali pria itu ciut. Dia juga berpendapat Fahmi adalah orang yang tepat untuk Arini.

Hari ini gue harus ngomong sama Bang Fahmi. Mudah-mudahan ada waktu yang tepat, batin Brandon dalam perjalanan menuju kosan Arini.

Bagi Brandon, kebahagiaan Arini adalah yang paling penting. Sejauh ini selain bersama dengan dirinya, wanita itu cukup dekat dengan Fahmi. Dia juga melihat caranya memperhatikan wanita itu, tampak berbeda dengan yang lain.

“Datang juga,” sambut Arini tersenyum lebar seperti biasa, setelah melihat Brandon tiba dengan sepeda motor.

Pria itu berhenti tepat di depan Arini. “Lo nungguin dari tadi?”

Arini mengangguk singkat. “Biar lo nggak kelamaan nunggu,” sahutnya menyerahkan tote bag berisi termos khusus untuk sop.

“Habisin loh, jangan sampai sisa,” sambung wanita itu lagi.

“Iya bawel,” balas Brandon mengusap pinggir kepala Arini. Dia mengangkat tote bag seraya tersenyum. “Makasih ya.”

“Sama-sama. Jaga kesehatan dan jangan sampai sakit menjelang weekend, biar kencan berjalan lancar,” goda Arini tersenyum usil.

Brandon menarik napas berat saat ingat telah setuju untuk bertemu dengan perempuan yang akan dikenalkan oleh Lisa. Akhirnya ia memenuhi keinginan sang Ibu melalui sahabatnya. Pria itu takut jika Arini benar-benar akan mengakhiri persahabatan mereka hanya karena hal sepele seperti ini.

“Iya, Arini Maheswari. Si Kutilangdara yang nggak lagi rata,” ledek Brandon dengan tampang tengil.

“Kampret lo!” sungut Arini mencubit pinggang Brandon.

“Eh, jangan dicubit dong. Ini gue lagi pegang termos, kalau jatuh gimana? Nggak jadi makan dong,” cecar Brandon berusaha menghindar.

Arini menghentikan pergerakan tangannya, karena tidak ingin juga hasil jerih payah memasak sepulang bekerja satu jam lalu tumpah.

“Ya udah, berangkat gih. Ntar telat loh,” suruhnya dengan gerakan mengusir.

“Dih, gue diusir nih ceritanya.”

Bola mata cokelat itu berputar malas.

“Makasih ya, Bestie. Lo emang yang terbaik,” ucap Brandon menggantungkan tote bag di bagian depan.

Arini tersenyum seraya melambaikan tangan. Sementara Brandon memutar motor agar bisa keluar lagi di tempat yang tadi. Terlalu sulit jika harus melewati jalan satu lagi, karena gang sangat sempit dan banyak belokan.

Motor matic itu terus melaju dari jalan Tanah Abang IV menuju jalan Abdul Muis. Tiba di pertigaan, kendaraan roda dua yang dikendarai Brandon bergerak lagi ke gedung tempatnya bekerja. Tak lama kemudian ia tiba di basemen parkiran.

Seperti biasa, Brandon menyimpan jaket kulit di jok motor terlebih dahulu sebelum bergerak menuju lift. Dia melangkah cepat sembari berharap bisa berjumpa dengan Fahmi, meski tidak tahu pria itu masuk sif berapa.

Lift yang ditumpangi Brandon berhenti di lantai satu. Netra sayunya menangkap sosok yang ingin ditemui. Siapa lagi kalau bukan Fahmi.

“Kamu masuk malam juga, Brandon?” sapa Fahmi melihat Brandon ada di dalam lift.

“Iya, Bang. Lo juga?”

“Yah, gitu deh. Biasalah jadwal bulan ini kebanyakan sif malam,” balas pria bermata sipit itu berdiri di samping Brandon.

Brandon menarik napas panjang sebelum mengajak Fahmi berbincang sebentar. Mereka masih memiliki waktu untuk berbicara hingga lift tiba di lantai tujuh.

“Apa pendapat lo tentang Arini, Bang?” cetus Brandon to the point.

Pandangan Fahmi yang tadi menatap pintu lift, kini berpindah dalam waktu yang singkat ke arah Brandon.

“Maksudnya?”

“Gue pengin tahu aja pendapat lo tentang Arini. Soalnya gue lihat kalian dekat,” jelas Brandon berusaha terlihat santai.

Fahmi mengalihkan pandangan sambil tersenyum. Dia menaikkan tali tas ransel yang menggantung di pundak kanan.

“Arini baik, pintar dan cantik. Enak juga diajak ngobrol,” tanggap Fahmi memuji wanita yang baru beberapa bulan dikenalnya.

Brandon mengangguk dua kali bersiap maju ke dekat pintu, karena sebentar lagi lift sampai di lantai tujuh. Dia menepuk pundak Fahmi singkat.

“Kalau lo libur Sabtu ini. Ikut gue double date. Iin juga ikut.” Brandon menoleh ke arah Fahmi yang tampak kaget mendengar perkataannya. “Gue akan bantu lo deketin Iin, asal lo serius sama dia, Bang.”

Bersambung....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   SPECIAL CHAPTER: LISA - SANDY

    LISAAku menatap nanar sesosok tubuh yang kini terbaring lemah di tempat tidur ruangan ICU. Pria yang menjadi cinta dalam hidup dan ayah dari putraku tak sadarkan diri dua minggu belakangan. Mas Sandy pingsan setelah Bran menyerahkan bukti penggelapan dana yang melibatkan istri mudanya, Ayu.Kalian benar, selama enam tahun belakangan diri ini dimadu olehnya. Aku tak pernah mendunga sebelumnya Mas Sandy akan mengkhianati cinta kami dengan menikahi wanita lain yang usianya jauh lebih muda dariku, apalagi seusia dengan putra kami, Brandon.Jangan ditanya lagi betapa hancur hati ini saat tahu dia menikah lagi, tapi ternyata itu tak mampu membuatku membencinya. Rumah tangga yang kami bina selama dua puluh lima tahun dengan penuh cinta mampu membuatku memaafkannya. Ya, aku sangat mencintai pria itu.“Maafkan Mas, Lis. Mas sungguh tidak ingin mengkhianati cinta kita, tapi kejadian itu membuatnya hamil. Mas harus bertanggung jawab,” ucap Mas Sandy ketika aku tahu pengkhianatannya.Ayu, maduku

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   Extra Part 2: Kebahagiaan

    Beberapa bulan kemudianEnam pasang mata melihat sesosok bayi yang sedang tertidur pulas di dalam box yang kini berada di ruang tamu. Keenam orang itu mengelilingi dengan tatapan takjub ke arah Elfarehza, putra pertama Arini dan Brandon.“Aku pengin punya anak juga!” seru Siti sambil bertepuk sekali.“Nikah gih. Udah ada calonnya ini. Tunggu apa lagi?” ledek Edo yang berdiri di sebelah Widya.“Kalian jangan pacaran lama-lama. Buruan nikah,” cetus Arini semangat.Mereka berenam melihat ke arah Arini yang sedang bermain dengan Rezky, putra Moza. Batita itu sangat bahagia bisa bertemu lagi dengannya. Ternyata Arini tipe wanita yang dengan mudah mencuri perhatian anak-anak. Buktinya Rezky dan Farzan langsung lengket dengan perempuan itu.Keenam tamu tersebut mengambil duduk di tempat masing-masing, meninggalkan El—panggilan Elfarehza—yang masih tidur pulas di dalam box.“Bang Edo dan Widya kapan mau nikah?” tanya Arini menyipitkan mata ke arah mereka.Betul sekali, Edo dan Widya menjalin

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   Extra Part 1: Pernikahan Keysa

    Memasuki usia kandungan delapan bulan, Arini mulai diserang gangguan tidur. Posisi tidur terasa tidak nyaman membuatnya sebentar miring ke kiri dan sebentar ke kanan. Ketika telentang, ia kesulitan bernapas. Alhasil pagi ini ia masih mengantuk.Keinginan untuk tidur lagi setelah salat Subuh, tidak bisa terwujudkan. Empat jam lagi, ia akan berangkat ke pesta pernikahan Keysa. Artinya, ini adalah kesempatan Arini bertemu dengan produser idola. Siapa lagi jika bukan Raline Rahardian yang merupakan sahabat karib mantan atasannya tersebut.Keysa yang tidak tahu tentang kehamilan Arini malah memintanya menjadi pagar ayu dan mengirimkan kebaya lima hari lalu. Jelas saja kebaya tersebut tidak muat di tubuh Arini yang sudah melar. Belum lagi kandungan yang membesar. Alhasil, ia harus meminta bantuan Georgio untuk membuat ulang gaun yang sama.“Konyol nggak sih pagar ayu lagi hamil?” celetuk Arini merasa aneh saat Keysa kekeh memintanya jadi pagar ayu, meski sudah tahu ia sedang hamil.“Sekali-

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 100: Menuai Hasil Perbuatan Sendiri

    Pagi harinya, Arini terbangun dengan perasaan masih belum percaya kalau Brandon benar-benar ada di sampingnya. Pria itu tidur dengan rambut gondrong yang tidak diikat. Ternyata apa yang terjadi tadi malam bukanlah mimpi.Arini juga ingat bagaimana mereka melepas kerinduan tadi malam sampai bercinta di kamar mantan pacar Brandon. Jika diingat-ingat malu juga melakukannya di sana. Namun, tiga bulan sepi yang dilalui tidak mengizinkan mereka menunggu sampai tiba di apartemen.Mereka mengisi malam dengan berbagi cerita, termasuk bagaimana Brandon bisa tahu kalau Arini ada di rumah Moza. Barulah Arini tahu, kalau pria itu pernah melihat postingan Moza dan mendengar suaranya ketika menelepon.“Ibu hamil yang gue lihat di Teras Kota, anak kecil usia tiga tahunan, suara Moza waktu gue telepon lo sampai postingan foto hasil USG di IG Moza. Semuanya tuntun gue sampai temukan tempat lo sembunyi, In,” papar Brandon tadi malam.Selesai mandi, Arini dan Brandon langsung pamitan kepada Moza dan Suke

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 99: Mengetahui Kebenaran

    AriniArini tenggelam dalam pikiran sendiri. Dia masih ingat dengan pertemuan yang tidak disengaja tadi siang. Pria itu pasti Brandon, ia tidak mungkin salah mengenali suaminya sendiri. Meski penampilan orang tersebut berbeda dari biasa, tapi Arini yakin kalau sosok yang dilihat tadi adalah Brandon.Hatinya remuk menyaksikan kebahagiaan yang terpampang nyata. Sheila tersenyum lebar, begitu juga Brandon. Mereka tampak seperti pasangan suami istri yang bahagia dan saling mencintai. Apakah itu berarti Brandon sudah benar-benar melupakannya?“Lo harus pastikan dulu, Rin. Jangan berpikiran macam-macam sebelum semuanya jelas.” Begitu kata Moza beberapa jam lalu.“Gimana kalau mereka beneran jatuh cinta, Moz?”“Ya itu risiko. Lo yang biarkan mereka nikah dengan alasan kasihan sama Tante Lisa. Sekarang hadapi, jangan lari,” tegasnya sambil memegang bahu Arini yang rapuh. “Pilihannya ada dua. Tetap berada di samping Brandon apapun yang terjadi atau lo boleh balik lagi ke sini. Gue dengan senan

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 98: Petunjuk-petunjuk yang Diabaikan

    BrandonBrandon termenung sepanjang perjalanan kembali ke Jakarta. Entah kenapa, ia terus memikirkan ibu hamil yang dilihat bersama dengan anak kecil tadi. Jelas-jelas itu bukan Arini. Jika benar, siapa anak kecil itu?Dia tahu persis Arini tidak memiliki sanak saudara, apalagi kenalan yang tinggal di daerah itu. Dugaan tersebut langsung dienyahkan Brandon. Mungkin karena sangat merindukan istrinya, sehingga berpikir wanita tadi mirip dengan Arini.Mata sayu itu terpejam ketika kepala bersandar nyaman di kursi belakang kendaraan. Otak Brandon dipaksa berpikir keras di mana istrinya berada. Ke mana lagi ia harus mencari wanita itu? Dia bahkan meminta bantuan detektif swasta untuk mencari, tapi masih belum ada kabar sampai sekarang.Terlalu berisiko jika melaporkan kepada polisi, karena bisa menimbulkan kehebohan di media elektronik dan cetak. Yunus dan Asma akan tahu kalau Arini tidak bersama dengannya sekarang. Asma jelas belum tahu perihal kepergian Arini, karena tidak menghubungi Br

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status