Share

BAB 6: Kedatangan Mendadak Brandon

Author: LeeNaGie
last update Last Updated: 2024-07-22 19:19:24

Brandon

“Pulang sekarang, Bran?” tanya pria berkepala plontos ketika melihat Brandon mengambil botol minum.

Hanya botol minum yang boleh dibawa ke dalam ruangan. Perusahaan melarang para agent membawa ponsel, dompet dan benda lain. Dikhawatirkan data pelanggan bisa bocor dan disalahgunakan oleh mereka.

“Iya, Bang,” jawabnya singkat, “duluan ya.”

Brandon langsung meninggalkan ruangan tepat satu menit menjelang pukul 21.00. Kaki panjangnya melangkah cepat menuju loker. Dengan sigap ia mengambil tas, lalu menutupnya lagi. Pikiran yang tidak tenang sejak tadi menuntun pria itu bergerak ke basemen parkiran.

Ketika berada di dalam lift, pandangan netra sayu Bran menatap layar ponsel yang menunjukkan ruang chat dengan Arini. Pesan yang dikirim satu jam lalu belum dibalas olehnya. Brandon membuang napas singkat memikirkan alasan pesannya belum dibalas oleh wanita itu.

“Apa masih sama Fahmi ya?” duganya memejamkan mata.

Begitu pintu lift terbuka, Bran bergegas menuju sepeda motor yang selalu menemani selama beberapa bulan terakhir. Motor matic Honda Vario berwarna merah dengan garis hitam. Setelah menyerahkan kartu parkir, ia menarik gas sehingga berhasil melewati tanjakan area parkiran basemen gedung.

Kurang dari sepuluh menit, ia sudah berada di gang kecil yang hanya bisa dilewati dua motor. Bagian kiri dan kanan terdapat rumah berjejer rapat. Brandon memarkir motor di depan kosan yang memiliki pagar tinggi berwarna hitam.

Dia mendongakkan kepala agar bisa melihat ke balik pagar. Tidak ada tanda-tanda ada penghuni yang berkeliaran di lorong antara kamar yang berderet di sebelah kiri dan kanan. Brandon merogoh saku, kemudian mengeluarkan ponsel.

“Kok nggak diangkat sih?” gumamnya cemas ketika tidak mendapat jawaban.

“Apa udah tidur?” Brandon bermonolog sembari mondar-mandir seperti orang gila. Untung ganteng, jadi orang lain berpikir berkali-kali dulu memberikan label gila kepadanya. Haha!

Brandon menengadahkan kepala melihat langit yang ditaburi bintang. Embusan napas panjang meluncur di sela bibir. Keinginan untuk bertemu dengan Arini terpaksa harus dibatalkan. Mustahil jika dia memasuki pagar di malam hari seperti ini.

Saat ingin menyalakan motor, ia melihat sepasang manusia sedang melangkah sembari tertawa di ujung gang. Begitu jarak terpangkas, Brandon bisa memandang dengan jelas siapa itu?

“Iin?” bisiknya pada diri sendiri. Tilikan netra sayu itu berpindah ke samping kiri. “Bang Fahmi.”

Snuut!

Melihat bagaimana bahagianya Arini sekarang, tentu tidak ada alasan lagi buat Brandon untuk khawatir. Itulah yang diinginkan pria tersebut, melihat senyum menghias wajah sahabatnya. Dan orang yang bisa membuat wanita itu bahagia adalah Fahmi.

Gue akan kasih kalian jalan, In. Siapapun itu asal lo bahagia, gue ikhlas, batin Brandon tanpa ragu.

Tanpa menunggu lagi, Brandon cepat-cepat memutar balik motor berniat pergi dari sana. Dia tidak ingin mengganggu sepasang manusia yang mungkin sedang pendekatan alias PDKT itu.

“Bran!!” panggil Arini terdengar cukup keras, mampu membuat Brandon menekan rem kiri dan kanan bersamaan.

Brandon menoleh ke belakang dan melihat Arini berjarak satu meter di belakang motornya.

“Kok nggak telepon mau ke sini? Udah lama?” tanyanya dengan napas yang sedikit sesak, karena berlari begitu tahu Brandon ada di sana.

“Cek handphone lo deh!” ketus pria itu singkat.

Kening Arini berkerut bingung saat menurunkan tas ransel. Dia meletakkan ponsel di saku paling kecil di sana. Raut bersalah terpancar di parasnya ketika membaca tulisan dua panggilan tak terjawab dan satu pesan dari Brandon.

Sorry, Bran. Gue nggak tahu kalau ada telepon masuk,” ucap Arini sungguh-sungguh.

“Pasti lagi asyik ngobrol sama Bang Fahmi ya?” balas Brandon mengerling ke arah Fahmi yang ternyata masih berdiri di depan pagar kosannya.

Arini menggelengkan kepala, sehingga rambut yang dikuncir itu bergoyang. “Tadi gue sama Bang Fahmi makan aja kok.”

Brandon menurunkan pandangan ke arah perut yang keroncongan. Salah satu niatnya datang ke sini karena ingin mengajak Arini makan.

“Oh ya udah. Gue balik dulu,” ujar Brandon bersiap pergi dari sana.

“Bran,” henti Arini memegang tangan Brandon. Dia memiringkan kepala dan memperhatikan raut wajah sahabatnya lekat. “Kenapa sih?”

“Siapa?”

“Lo.”

“Gue nggak kenapa-napa.”

“Yakin?”

Brandon memejamkan mata menyadari keanehan sikapnya terhadap Arini. Tidak seharusnya ia ketus seperti ini.

“Gue lagi lapar aja. Tadi sih pengin ajak lo makan, ternyata udah makan.” Akhirnya bibir yang sedikit tipis di bagian atas itu tertarik ke samping. “Masuk gih. Tidur. Lo pasti capek.”

Arini menggelengkan kepala, kemudian naik ke atas motor Brandon. “Gue temenin lo makan lagi deh,” katanya setelah duduk di jok belakang.

Brandon tersenyum lebar menyadari tidak ada yang berubah dari Arini. Wanita itu paling mengerti dengan dirinya dan tidak bisa membuatnya marah.

“Maaf ya.” Brandon menoleh ke belakang sebelum menarik gas.

“Maaf kenapa?” Arini kembali memiringkan kepala, agar bisa melihat Bran dengan benar.

“Karena udah sensi. Ternyata orang kalau lapar bisa sensitif ya,” canda Brandon disambut pukulan di bahu.

“Jalan gih. Biar balik nggak kemaleman.”

Brandon mengangguk singkat. Dalam hitungan detik motor sudah bergerak menuju jalan keluar yang terhubung dengan jalan Tanah Abang IV.

“Nggak bawa helm, Bran?” teriak Arini dari belakang, agar bisa terdengar karena mereka sudah memasuki area jalan raya.

“Ada nih.” Brandon menepuk helm yang menggantung di sela kaki. “Nggak pake juga nggak pa-pa, In. Malam ini.”

Semenjak tahu Arini bekerja di perusahaan yang sama, Brandon selalu membawa dua helm ketika sif mereka berdekatan. Sudah bisa ditebak apa alasannya bukan? Haha!

“Bener juga ya.” Arini berpegangan ke pinggang Brandon seperti biasa.

“Mau makan ke mana sih?” tanya Arini memastikan.

“KFC Cideng aja. Biar deket,” jawab Brandon mengeraskan suara, “biar lo bisa makan burger atau apa kek.”

“Emang masih buka?”

“Ya ampun, In. Lo lupa kalau KFC itu buka 24 jam?!”

“Astaga bener juga ya. Kok gue bisa lupa.”

Brandon menarik napas panjang ketika sedih menyelinap ke relung hati. Dia tidak menyangka apa yang telah menimpa Arini memberi dampak besar kepada wanita cerdas itu.

Tak lama kemudian motor yang dikendarai Brandon berhenti di depan gedung junk food ayam goreng terkenal di seantero dunia. Eh, benar tidak? Ah lupakan saja.

Setelah masuk, Brandon langsung bergerak menuju tempat pemesanan. Dia memilih menu paket nasi, dada ayam dan minuman soda diganti dengan air mineral, karena ia tidak suka soda. Plus satu burger untuk Arini.

“Duduk di sana yuk, In. Biar enak ngobrol,” ajak Brandon mengerling ke pojokan dengan tangan memegang nampan.

Mereka berjalan beriringan ke tempat yang dituju, kemudian mengambil tempat duduk masing-masing.

“Ini buat si Kutilang Dara,” kata Brandon tersenyum tengil.

“Sialan lo!” sungut Arini berdecak pelan.

“Dasar kunyuk dekil,” cibirnya lagi.

Keduanya tertawa dengan saling berbagi pandang.

“Gitu dong senyum. Gue senang lihat lo bahagia, In.” Brandon menumpu dagu di punggung tangan seraya menatap lekat sahabatnya.

“Emang gue bahagia.”

Brandon menggelengkan kepala. “Sejak bertemu lagi lo beda banget. Nggak kayak Arini yang gue kenal.”

Arini mengalihkan pandangan ke tempat lain. Dia memang tidak bisa berbohong kepada Brandon. Berpura-pura bahagia juga tidak akan berhasil.

“Apapun yang bisa bikin lo tersenyum lagi, bakal gue dukung.” Brandon meraih tangan Arini yang terkulai di atas meja.

“Gue janji akan berusaha maksimal sebagai sahabat, agar bisa balikin lo kayak dulu lagi.” Brandon menggenggam erat jemari Arini. “Arini yang galak, berani dan nggak kenal takut. Arini yang selalu tersenyum, sampai lesung pipi ini nongol.”

Brandon menempelkan ujung jari telunjuk di tempat lesung pipi Arini sering muncul.

“Bikin Tante Lisa bahagia juga dong, Bran.” Arini masih belum menyerah ternyata. Kali ini ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk menunaikan janji kepada ibu Brandon.

“Lo sayang banget ya sama nyokap gue?”

“Lo udah tahu jawabannya, Bran.”

Terdengar tarikan napas panjang dari sela hidung mancung milik Brandon. Sejak dulu, ia tahu kalau Arini menyayangi Lisa seperti ibu kandung sendiri. Jika ditanya siapa yang lebih disayangi antara Brandon dan Lisa? Maka jawabannya adalah wanita paruh baya yang bersahaja itu.

“Oke. Kalau itu yang bikin lo dan Mama bahagia, gue setuju.” Brandon menegakkan tubuh ketika mengangguk sekali. “Tapi dengan satu syarat.”

“Apa?” Mata Arini menyipit seketika. “Jangan minta yang aneh-aneh lagi deh.”

Brandon menggeleng singkat. “Nggak aneh-aneh kok. Gampang.”

Arini menaikkan dagu sedikit ke atas, pertanda ingin mendengar syarat yang akan diajukan Brandon.

“Kita double date. Gimana?

Kening berukuran sedang milik Arini mengernyit bingung. “Double date?

“Iya. Gue sama anak teman nyokap dan lo sama Bang Fahmi. Gimana?” Sebelah alis Brandon naik ke atas ketika senyum miring tercetak di parasnya.

Bersambung....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   SPECIAL CHAPTER: LISA - SANDY

    LISAAku menatap nanar sesosok tubuh yang kini terbaring lemah di tempat tidur ruangan ICU. Pria yang menjadi cinta dalam hidup dan ayah dari putraku tak sadarkan diri dua minggu belakangan. Mas Sandy pingsan setelah Bran menyerahkan bukti penggelapan dana yang melibatkan istri mudanya, Ayu.Kalian benar, selama enam tahun belakangan diri ini dimadu olehnya. Aku tak pernah mendunga sebelumnya Mas Sandy akan mengkhianati cinta kami dengan menikahi wanita lain yang usianya jauh lebih muda dariku, apalagi seusia dengan putra kami, Brandon.Jangan ditanya lagi betapa hancur hati ini saat tahu dia menikah lagi, tapi ternyata itu tak mampu membuatku membencinya. Rumah tangga yang kami bina selama dua puluh lima tahun dengan penuh cinta mampu membuatku memaafkannya. Ya, aku sangat mencintai pria itu.“Maafkan Mas, Lis. Mas sungguh tidak ingin mengkhianati cinta kita, tapi kejadian itu membuatnya hamil. Mas harus bertanggung jawab,” ucap Mas Sandy ketika aku tahu pengkhianatannya.Ayu, maduku

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   Extra Part 2: Kebahagiaan

    Beberapa bulan kemudianEnam pasang mata melihat sesosok bayi yang sedang tertidur pulas di dalam box yang kini berada di ruang tamu. Keenam orang itu mengelilingi dengan tatapan takjub ke arah Elfarehza, putra pertama Arini dan Brandon.“Aku pengin punya anak juga!” seru Siti sambil bertepuk sekali.“Nikah gih. Udah ada calonnya ini. Tunggu apa lagi?” ledek Edo yang berdiri di sebelah Widya.“Kalian jangan pacaran lama-lama. Buruan nikah,” cetus Arini semangat.Mereka berenam melihat ke arah Arini yang sedang bermain dengan Rezky, putra Moza. Batita itu sangat bahagia bisa bertemu lagi dengannya. Ternyata Arini tipe wanita yang dengan mudah mencuri perhatian anak-anak. Buktinya Rezky dan Farzan langsung lengket dengan perempuan itu.Keenam tamu tersebut mengambil duduk di tempat masing-masing, meninggalkan El—panggilan Elfarehza—yang masih tidur pulas di dalam box.“Bang Edo dan Widya kapan mau nikah?” tanya Arini menyipitkan mata ke arah mereka.Betul sekali, Edo dan Widya menjalin

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   Extra Part 1: Pernikahan Keysa

    Memasuki usia kandungan delapan bulan, Arini mulai diserang gangguan tidur. Posisi tidur terasa tidak nyaman membuatnya sebentar miring ke kiri dan sebentar ke kanan. Ketika telentang, ia kesulitan bernapas. Alhasil pagi ini ia masih mengantuk.Keinginan untuk tidur lagi setelah salat Subuh, tidak bisa terwujudkan. Empat jam lagi, ia akan berangkat ke pesta pernikahan Keysa. Artinya, ini adalah kesempatan Arini bertemu dengan produser idola. Siapa lagi jika bukan Raline Rahardian yang merupakan sahabat karib mantan atasannya tersebut.Keysa yang tidak tahu tentang kehamilan Arini malah memintanya menjadi pagar ayu dan mengirimkan kebaya lima hari lalu. Jelas saja kebaya tersebut tidak muat di tubuh Arini yang sudah melar. Belum lagi kandungan yang membesar. Alhasil, ia harus meminta bantuan Georgio untuk membuat ulang gaun yang sama.“Konyol nggak sih pagar ayu lagi hamil?” celetuk Arini merasa aneh saat Keysa kekeh memintanya jadi pagar ayu, meski sudah tahu ia sedang hamil.“Sekali-

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 100: Menuai Hasil Perbuatan Sendiri

    Pagi harinya, Arini terbangun dengan perasaan masih belum percaya kalau Brandon benar-benar ada di sampingnya. Pria itu tidur dengan rambut gondrong yang tidak diikat. Ternyata apa yang terjadi tadi malam bukanlah mimpi.Arini juga ingat bagaimana mereka melepas kerinduan tadi malam sampai bercinta di kamar mantan pacar Brandon. Jika diingat-ingat malu juga melakukannya di sana. Namun, tiga bulan sepi yang dilalui tidak mengizinkan mereka menunggu sampai tiba di apartemen.Mereka mengisi malam dengan berbagi cerita, termasuk bagaimana Brandon bisa tahu kalau Arini ada di rumah Moza. Barulah Arini tahu, kalau pria itu pernah melihat postingan Moza dan mendengar suaranya ketika menelepon.“Ibu hamil yang gue lihat di Teras Kota, anak kecil usia tiga tahunan, suara Moza waktu gue telepon lo sampai postingan foto hasil USG di IG Moza. Semuanya tuntun gue sampai temukan tempat lo sembunyi, In,” papar Brandon tadi malam.Selesai mandi, Arini dan Brandon langsung pamitan kepada Moza dan Suke

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 99: Mengetahui Kebenaran

    AriniArini tenggelam dalam pikiran sendiri. Dia masih ingat dengan pertemuan yang tidak disengaja tadi siang. Pria itu pasti Brandon, ia tidak mungkin salah mengenali suaminya sendiri. Meski penampilan orang tersebut berbeda dari biasa, tapi Arini yakin kalau sosok yang dilihat tadi adalah Brandon.Hatinya remuk menyaksikan kebahagiaan yang terpampang nyata. Sheila tersenyum lebar, begitu juga Brandon. Mereka tampak seperti pasangan suami istri yang bahagia dan saling mencintai. Apakah itu berarti Brandon sudah benar-benar melupakannya?“Lo harus pastikan dulu, Rin. Jangan berpikiran macam-macam sebelum semuanya jelas.” Begitu kata Moza beberapa jam lalu.“Gimana kalau mereka beneran jatuh cinta, Moz?”“Ya itu risiko. Lo yang biarkan mereka nikah dengan alasan kasihan sama Tante Lisa. Sekarang hadapi, jangan lari,” tegasnya sambil memegang bahu Arini yang rapuh. “Pilihannya ada dua. Tetap berada di samping Brandon apapun yang terjadi atau lo boleh balik lagi ke sini. Gue dengan senan

  • Just For Fun, Gak Boleh Baper! (Trilogi Just, Seri-2)   BAB 98: Petunjuk-petunjuk yang Diabaikan

    BrandonBrandon termenung sepanjang perjalanan kembali ke Jakarta. Entah kenapa, ia terus memikirkan ibu hamil yang dilihat bersama dengan anak kecil tadi. Jelas-jelas itu bukan Arini. Jika benar, siapa anak kecil itu?Dia tahu persis Arini tidak memiliki sanak saudara, apalagi kenalan yang tinggal di daerah itu. Dugaan tersebut langsung dienyahkan Brandon. Mungkin karena sangat merindukan istrinya, sehingga berpikir wanita tadi mirip dengan Arini.Mata sayu itu terpejam ketika kepala bersandar nyaman di kursi belakang kendaraan. Otak Brandon dipaksa berpikir keras di mana istrinya berada. Ke mana lagi ia harus mencari wanita itu? Dia bahkan meminta bantuan detektif swasta untuk mencari, tapi masih belum ada kabar sampai sekarang.Terlalu berisiko jika melaporkan kepada polisi, karena bisa menimbulkan kehebohan di media elektronik dan cetak. Yunus dan Asma akan tahu kalau Arini tidak bersama dengannya sekarang. Asma jelas belum tahu perihal kepergian Arini, karena tidak menghubungi Br

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status