Selepas makan siang, Kanaya tidak kembali lagi ke kantor, dia hanya mengantar Sherin hingga ke depan lobi lalu meluncur pulang meskipun Ferdian berkali-kali menghubungi. Merasa risih, Kanaya pun mengirim pesan kalau dia harus pulang karena ada urusan penting."Mungkin hanya aku satu-satunya pegawai baru yang berani membantah perintah big bos," gumam Kanaya setelah mengirim pesan pada Ferdian lalu tersenyum geli. Selanjutnya dia turun dari mobil karena memang sudah sampai di rumah Kenzie Melewati ruang santai di dekat taman belakang, Kanaya melihat seseorang yang ia kenali tengah duduk sendiri."Mama," sapa Kanaya begitu sudah berada di dekatnya lalu ikut duduk di sebelahnya.Rossa menoleh kemudian tersenyum setelah melihat siapa yang sudah menyapanya. Tanpa banyak bicara, wanita paruh baya itu memeluk Kanaya begitu erat."Mama kangen banget sama kamu. Gimana keadaanmu?" tanya Rossa setelah puas memeluk putri angkatnya."Baik, Ma. Mama udah lama? Mau ketemu siapa?" Rasa penasaran meny
Lagi-lagi Kanaya dibuat tak percaya dengan keputusan dan perkataan Kenzie. Masih terbayang bagaimana murkanya sang kakak jika dirinya membahas tentang Leon walau satu kata saja saat mereka masih di Kanada. Apakah kepala kakaknya itu terbentur sesuatu lalu jadi hilang ingatan? Pikir Kanaya.Akan tetapi, dibalik itu semua Kanaya bersyukur sangat karena sang kakak akhirnya bisa menerima Leon dan keluarga. Terbukti dari diizinkannya Rossa bertemu Arga, dirinya yang bisa bersatu lagi dengan Keanu, ditambah lagi dengan kerjasama antara Leon dan Kenzie untuk membongkar kedok Daniel."Kenapa bengong? Itu 'kan yang kamu mau? Menikah secara sah dengan laki-laki itu?"Suara Kenzie membuyarkan lamunan Kanaya hingga membuat matanya mengerjap beberapa kali lalu menatap lekat sang kakak. "Kaget aja, kenapa Kakak bisa secepat ini berubah? Apakah benar Papa Arga tidak bersalah? Tadi aja Kakak kasih izin Mama Rossa buat ketemu Papa."Menghela nafas panjang kemudian menghembuskannya sekaligus, Kenzie ba
Bugh!"pukulan abang kamu kuat juga." Leon meringis saat Kanaya menekan sudut bibirnya yang berdarah akibat dihajar Kenzie dengan kain yang sudah diolesi alkohol."Lagian Kakak juga iseng banget, sih, godain Kak Ken." Wanita itu mengoleskan obat luka ke bagian bibir yang sobek."Namanya juga pengen deket sama kakak ipar." Leon mendengkus.Kanaya membereskan kembali kotak obat-obatan yang sempat berserakan isinya lalu menyimpannya di atas meja. "Kak Ken itu paling nggak suka kalau kehidupan pribadinya dibahas atau diungkit-ungkit.""Kenapa? Dia masih normal, kan?""Normal lah! Sembarangan kalau ngomong. Kalau Kak Ken denger, bisa-bisa Kakak dihajar lagi ini," sergah Kanaya melotot."Memangnya dia ada masalah apa, sih? Trauma, gitu?" tanya Leon dengan penasaran tingkat tinggi.Kanaya mengangkat bahu. "Nggak tau, nggak pernah bahas."Leon ikut-ikutan mengangkat bahunya. Untuk apa juga mengurusi masalah orang lain, masalah hidupnya saja sudah rumit, begitu pikir Leon.Hari Senin merupakan
Sudah seminggu ini Kanaya dibuat pusing tujuh keliling oleh pernyataan sekaligus pertanyaan dari Ferdian. Bagaimana tidak, bisa-bisanya laki-laki itu langsung mengajaknya menikah tanpa aba-aba lebih dulu. Meskipun sudah tahu seperti apa perasaan Ferdian padanya, tetapi saat menghadapi situasi yang sudah diprediksi akan begitu, tetap saja dia kelabakan mencari jawaban."Kamu kenapa, sih? Dari kemaren-kemaren uring-uringan nggak jelas gini," protes Kenzie saat melihat adiknya mondar mandir di depannya yang sedang menonton TV."Aku bingung harus gimana, Kak," sahut Kanaya bersungut-sungut."Bingung kenapa? Pernikahan kamu 'kan minggu depan. Semuanya sudah beres. Apa lagi?" Kenzie menatap adiknya heran.Merasa lelah, Kanaya mendaratkan bokongnya di sofa sebelah Kenzie. "Ini soal Ferdian, loh.""Kenapa dia?""Seminggu kemarin, dia ngelamar aku. Ah, pusing!" Kanaya berteriak seraya menjambak rambut panjangnya."Terus, udah kamu jawab?"Wanita berusia kepala tiga itu menggeleng. "Dia nggak m
Hentakan kaki terdengar menggema memenuhi ruangan yang baru dimasuki. Seorang pria yang sedang duduk santai di sofa bed merasa terganggu dengan suara itu. Mengalihkan perhatian ke asal suara, dia mendapati empat orang berjalan mendekat."Habis perang dunia kalian?" tanyanya asal melihat dua orang dewasa di antaranya bermuram durja."Naya keterlaluan, Bang!" Leon menjawab, seolah-olah sedang mengadu."Kamu yang nggak ngerti!" sergah Kanaya melotot."Gas, mending kita ke dalam aja. Ini urusan orang dewasa. Kita anak kecil nggak di ajak." Keanu mengajak Bagas menuju kamarnya. Anak remaja itu tak mau masalah keluarganya didengar pihak luar walau sebenarnya dia juga penasaran."Udah berantemnya?" tanya Kenzie menyindir sepasang manusia di depannya itu yang terdiam setelah Keanu dan Bagas berlalu dari ruangan tersebut."Belum, Bang. Aku mau minta penjelasan, kenapa Naya nggak kasih tau aku kalo Ferdian udah ngelamar dia. Katanya Abang juga udah tau, iya?" Merasa diingatkan, Leon mengeluarka
Pagi yang cerah mengawali hari istimewa bagi Kanaya juga Leon. Keduanya akan mengulang ikatan janji suci setelah sebelumnya dibatalkan karena tidak sah.Semua keluarga sudah datang dengan pakaian terbaik mereka. Petugas dari Kantor Urusan Agama pun telah bersiap di tempat yang akan digunakan untuk akad nikah bersama dua saksi, Kenzie sebagai wali dan Leon si calon pengantin laki-laki. Kanaya menunggu di dalam rumah bersama Ayunda dan Sherin.Kanaya akhirnya memberitahu Sherin tentang rencana pernikahannya dengan Leon saat sahabatnya itu datang ke rumah dengan satu syarat, rahasiakan dari Ferdian."Ferdian ngamuk-ngamuk di kantor, Nay. Setiap ada yang bikin kesalahan kecil aja pasti kena marah," ungkap Sherin ketika mendatangi Kanaya dua hari yang lalu. "Pasti karena kamu menghilang tanpa kabar lagi."Menghela nafas berat, Kanaya menyandarkan punggung di sandaran sofa. "Mau sekeras apapun Ferdian berusaha mendekati aku, cuma Leon yang ada di sini," tunjuknya ke arah dada sebelah kiri.
Sherin meringis ketika Kenzie membersihkan luka di tangannya menggunakan alkohol. Beruntung tidak ada pecahan kaca yang menancap, hanya luka gores saja. Namun, tetap saja akan terasa perih jika terkena cairan antiseptik tersebut."Udah, jangan nangis! Gitu aja cengeng." Kenzie terus mengoceh sembari mengoleskan obat di tangan Sherin yang terluka."Siapa yang nangis? Kamu buta?" hardik Sherin mendesis. Sepasang anak manusia tersebut terus saja adu mulut dari pertama bertemu.Kenzie berdecak sebal. Kalau bukan karena adiknya, tidak mau dia melakukan hal yang menurutnya tidak penting tersebut. Sherin bisa mengobati lukanya sendiri tanpa harus dibantu olehnya."Kak, obati luka di tangan Sherin," pinta Kanaya. Dia sampai turun dari pelaminan saat melihat sang sahabat jatuh tersungkur."Kenapa harus Kakak? Di sini banyak orang yang nganggur. Kakak mau makan," tolak Kenzie beralasan."Aku liat sendiri, Kakak sengaja menyenggol Sherin dari belakang. Jadi, Kakak harus bertanggung jawab mengoba
Sherin bak penjahat yang tertangkap dan sedang diinterogasi oleh pihak berwajib di hadapan Ferdian. Kepala tertunduk dengan jari jemari saling bertaut. Keringat dingin membasahi tangan dan pelipisnya."Tidak kusangka selama ini aku memelihara pengkhianat. Kau memang ular!" sentak Ferdian kencang tepat di belakang kepala Sherin.Tubuh Sherin sampai tersentak, telinganya berdengung akibat kencangnya suara Ferdian yang seolah sengaja didekatkan ke kupingnya. Sherin bungkam seribu bahasa. Percuma membantah juga, apalagi dengan kondisi Ferdian yang sedang emosi seperti saat ini."Kenapa kamu sembunyikan pernikahan Naya dari aku, Rin? Kenapa kamu nggak kasih tau aku tentang rencana pernikahannya?""Jawab, Sherin!" hardik Ferdian ketika Sherin tak kunjung membuka mulut setelah beberapa menit berlalu."Naya yang nyuruh," jawab Sherin pada akhirnya. Mau tak mau dia harus menjawabnya. Kalau tidak, pertanyaan itu akan terus diulang."Apa alasannya? Nggak mungkin kamu kayak orang bego nurutin apa