Fragmen di Bawah Hujan

Fragmen di Bawah Hujan

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-12-11
Oleh:  Ey senjaBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 Peringkat. 3 Ulasan-ulasan
52Bab
237Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Hujan selalu menjadi saksi dari segala yang hilang — juga dari kata-kata yang tak sempat diucapkan. Nara, seorang penulis yang kehilangan semangat hidup setelah patah hati dan kegagalan karier, kini menjalani hari-harinya tanpa arah. Di sebuah klinik pemulihan jiwa di kota kecil yang selalu diguyur gerimis, ia bertemu Ravindra — terapis pendiam yang menyembunyikan rahasia kelam di balik tatapan tenangnya. Diam-diam, Ravindra mengumpulkan setiap tulisan yang Nara buang dan merangkainya menjadi satu buku berjudul “Fragmen di Bawah Hujan.” Antara terapi dan perasaan yang tumbuh tanpa mereka sadari, keduanya saling menyembuhkan — tapi juga perlahan menyadari bahwa cinta tak selalu berarti memiliki. Sebuah kisah tentang kehilangan, penyembuhan, dan cinta yang datang seperti hujan — tenang, tapi meninggalkan jejak yang tak mudah hilang.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 3 Tentang Bayangan yang Tertinggal

Aku tidak tidur malam itu. Suara hujan seperti berputar-putar di kepalaku, menolak pergi bersama cahaya. Setiap kali aku memejamkan mata, bayangan Rian muncul di antara percik hujan—mantel abu-abu, tatapan yang tak lagi hidup, dan payung hitam yang ia tinggalkan di bangku kayu dekat stasiun.

Aku menatap benda itu sekarang, tergeletak di lantai kamar. Payung itu kuyup, tapi anehnya tidak berbau apek. Seolah-olah baru saja dijemur di bawah matahari. Aku memungutnya, memutar gagangnya perlahan. Ada inisial kecil terukir di sana: R.K. — Rian Karsa.

Aku teringat dulu, ia sering mencoret-coret inisial itu di mana pun kami duduk bersama. Di meja, di buku catatanku, bahkan di cangkir kopi di tepi danau. Katanya, itu bukan tanda kepemilikan, tapi pengingat bahwa sesuatu pernah ada.

Tapi malam ini, pengingat itu justru terasa seperti kutukan.

Aku menatap jendela. Hujan belum berhenti. Setiap tetes air seperti mengetuk-ngetuk kaca, memanggil dengan suara lirih yang nyaris seperti bisikan. Aku tak tahu kenapa, tapi rasanya aku harus kembali ke sana—ke Stasiun Lama.

Namun kali ini, bukan karena ingin. Tapi karena aku harus tahu.

Pagi datang tanpa cahaya. Kabut turun, menyelimuti kota seperti tirai abu-abu. Lirona di musim hujan selalu tampak rapuh, seolah setiap bangunannya siap runtuh jika disentuh terlalu keras. Aku berjalan menyusuri jalan setapak menuju stasiun.

Langkahku berhenti di dekat kios tua yang sudah tutup bertahun-tahun. Di kaca etalase yang pecah, ada goresan samar seperti tulisan: Kau tidak sendiri, Nara.

Tanganku gemetar. Aku melangkah mundur, menatap tulisan itu dengan jantung berdetak cepat. Tulisan itu baru—masih berembun, seolah ditulis dengan jari seseorang dari luar. Tapi siapa? Tidak ada seorang pun di jalan itu.

Aku berlari menuju peron. Bangku tempat Rian duduk malam tadi kini kosong. Payung yang semalam kutinggalkan sudah tidak ada. Yang tersisa hanya genangan air, memantulkan bayangan kusam dari papan nama stasiun yang nyaris rubuh.

Aku menunduk, dan di genangan itu, sesuatu tampak bergerak. Bayanganku… tapi tidak persis bayanganku. Ia tersenyum, padahal aku tidak.

“Rian… apa kau di sini?” suaraku hampir tenggelam oleh hujan.

Tidak ada jawaban, hanya suara roda kereta yang bergemuruh pelan dari kejauhan. Tapi Lirona tak lagi punya kereta yang lewat sejak dua tahun lalu.

Aku memejamkan mata. Dada terasa sesak. Semua ini tidak masuk akal. Mungkin aku hanya lelah. Mungkin bayangan Rian hanya sisa dari luka yang belum sembuh. Tapi mengapa semua terasa begitu nyata?

Aku berbalik, hendak pergi, namun langkahku terhenti ketika seseorang berdiri di ujung peron.

Bukan Rian.

Seorang lelaki tua dengan jas panjang, wajahnya tersembunyi di balik kabut. Ia menatapku lama, lalu menunjuk ke arah rel yang berkarat.

“Dia tidak pergi sendirian,” katanya lirih.

Aku tertegun. “Apa maksud Anda?”

“Yang menemuinya malam itu bukan hanya hujan.”

Aku ingin bertanya lebih jauh, tapi saat aku berkedip, lelaki itu sudah menghilang bersama kabut.

Aku memeluk tubuhku sendiri, mencoba menahan gemetar. Kata-kata itu bergema di kepala—dia tidak pergi sendirian.

Di perjalanan pulang, aku berhenti di jembatan kecil dekat penginapan. Di bawah sana, air sungai mengalir deras membawa ranting dan daun. Lalu mataku menangkap sesuatu: secarik kertas yang tersangkut di batu. Aku meraih dengan ujung payung, menariknya perlahan.

Tulisan di atasnya samar, tapi masih bisa kubaca:

“Jangan cari aku di tempat lama. Karena di sana, waktu berhenti menunggu.”

Aku menggigit bibir, mencoba menahan perasaan yang tiba-tiba menyesak. Angin berhembus dingin, membawa aroma tanah basah dan sesuatu yang tak asing—aroma parfum Rian yang dulu sering menempel di leherku setiap kali ia memelukku.

Aku tahu aku tidak berhalusinasi. Sesuatu sedang terjadi di Lirona. Sesuatu yang menghubungkan hujan, kenangan, dan kematian yang belum selesai.

Malamnya, aku kembali ke kamar dengan langkah lunglai. Ponselku bergetar di meja, ada pesan masuk tanpa nama pengirim.

Hanya satu kalimat:

“Aku tidak suka kau kembali ke stasiun, Nara.”

Aku terdiam. Jari-jariku membeku di atas layar.

Hujan di luar makin deras.

Kutatap bayangan diriku di jendela yang berembun, dan untuk sesaat, aku melihat sosok lain berdiri di belakangku. Mantel abu-abu. Payung hitam.

Aku menoleh cepat. Tidak ada siapa-siapa.

Hanya kesunyian yang menatap balik.

Dan di tengah kesunyian itu, aku sadar:

Rian tidak sekadar kenangan yang datang bersama hujan. Ia adalah hujan itu sendiri—turun untuk mengingatkan bahwa sesuatu belum selesai di kota ini.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Ulasan-ulasan

Radika Abid
Radika Abid
saya tertarik meski alur kisahnya belum habis kulihat
2025-11-01 13:40:37
0
0
Sang pengembara
Sang pengembara
lanjut autor
2025-10-28 11:00:00
1
0
Khamid Ridwan
Khamid Ridwan
Novel cukup menarik ceritanya, hatur nuhun
2025-10-28 10:56:58
1
0
52 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status