Share

Restu

last update Dernière mise à jour: 2021-09-08 15:31:11

Setelah Ayah Setya, pulang dari puskesmas, tempatnya bertugas, Setya akan mengutarakan niatnya pada Ayah dan Ibunya, nanti seusai melaksanakan sholat maghrib.

Ba'da maghrib, Ayah dan Ibu Setya nampak sedang duduk bersantai diruang keluarga, sambil menonton televisi. Keluarga mereka tampak begitu hangat. Tak satupun yang terlihat memegang gawai, saat sedang berkumpul bersama. 

Setya terlihat sedikit tegang, ketika akan berbicara pada Ibu dan Ayahnya. Meski tekad nya sudah bulat, dan pasti Ibu dan Ayahnya akan setuju jika ia menikah dengan Kamila, tapi Setya tak begitu yakin jika Ibu dan Ayahnya akan mengizinkannya menikah dalam waktu yang terbilang singkat. Dibarengi, dengan pendidikannya, yang sebentar lagi juga akan berakhir. Ibu dan Ayahnya, pasti menyarankan agar Setya menikah usai wisuda. Dan dia, tak akan sabar lagi menunggu waktu itu. Dia sudah banyak melihat penderitaan Kamila, meski gadis itu selalu menyembunyikannya.

"Bunda, Ayah, asik banget nonton nya." Setya yang baru saja keluar dari kamar, menghampiri Ibu dan Ayahnya, sembari diikuti oleh senyuman hangat kedua orang tuanya itu, yang menoleh serentak kearahnya.

"Setya, sudah sholat, Nak?" Tanya Bu Indri padanya.

"Sudah, Bun. Tadi tidak sempat ke surau, jadi Setya sholat dirumah saja." Jawab Setya sopan pada Ibunya.

"Oh. Apa kamu sudah lapar? Bunda siapkan makan, ya." Bu Indri melanjutkan ucapannya.

"Tidak, Bun. Nanti saja. Sebenarnya, ada yang ingin Setya bicarakan pada Bunda dan Ayah." Ujar Setya memulai pembicaraan inti.

"Mau bicara apa toh, Nak? Tentang kuliah kamu, ya?" Ayah Setya berusaha menebak apa yang ingin dikatakan anak tunggalnya itu.

"Bukan, Ayah. Sebenarnya, Setya berniat ingin menikahi Kamila dalam waktu dekat ini." Setya akhirnya memberanikan diri memberi tahu orang tuanya, yang sontak terkagetendengar hal itu. Bahkan, Ayah Setya yang sedang mengunyah camilan, tersedak karena mendengar ucapannya.

"Nak, apa ini tidak terlalu cepat?" Bu Indri yang juga tampak kaget, berusaha tenang, dengam bertanya pada Setya, sembari mengulurkan air putih, pada suaminya. 

"Iya, Setya. Ayah rasa juga ini seperti terburu buru. Ya, Ayah setuju jika Kamila menjadi istri kamu, Nak. Karna dia gadis yang baik dan sholeha. Tapi, selesaikan dulu kuliahmu, Nak. Supaya masa depan kamu serta Kamila terjamin." Pak Wiguna-Ayah Setya, memberi wejangan pada putra semata wayang nya itu, seusai menenggak air putih untuk meredakan tenggorokannya yang tersedak wafer.

Meskipun nantinya, semua harta Pak Wiguna akan jatuh ketangan Setya, namun Pak Wiguna tetap ingin anaknya menjadi pribadi yang mandiri. Yang tidak mengharapkan bantuan dari orang tua setelah menikah. Walau dia tau, bahwa Setya saat ini pun, juga sudah hidup mandiri. Semua biaya kuliah tak lagi ditanggung oleh nya semenjak Setya bekerja paruh waktu dikantor sepupunya itu.

"Ayah, Bunda, Setya mohon. Setya tak tahan lagi melihat penderitaan Kamila. Setya sangat mencintai Kamila, Yah, Bun." Dengan mata berkaca kaca, Setya yang duduk didepan kaki Ibu Ayahnya yang sedang duduk di sofa itu, memohon agar diizinkan menikah dengan Kamila.

Bu Indri dan Pak Wiguna saling bertatapan. Mereka terharu melihat ketulusan hati anak tunggal mereka itu. Mereka tidak menyangka, bahwa Setya kecil mereka, yang sebelum dibawa kekampung ini, adalah anak yang sangat bandal, berubah menjadi seorang pemuda berhati lembut. Dan mereka tentunya menyadari, semua perubahan itu, karna pengaruh dari Kamila, perempuan yang dari kecil berteman dengan Setya.

Ibu dan Ayah Setya terkenang, saat awal mereka pindah ke desa Sukaramai, tidak ada yang mau berteman dengan Setya, anak mereka. Karna Setya, anak introvert yang tak mudah berteman. Juga, jika ada yang dekat dengannya, Setya akan memukul "Calon Temannya" dengan keras. Sebab itulah, tak ada yang mau berteman dengannya.

Hingga akhirnya, Bu Indri melihat Setya berteman akrab dengan Kamila.Setya tampak nyaman bermain dengan gadis yang sejak kecil mengenakan kerudung itu. Jika sesekali Setya ingin memukulnya karna kesal, Kamila akan bicara pelan pada Setya, dan memberi tahu bahwa memukul orang lain itu, bukanlah hal yang baik. 

Sejak saat itulah, Bu Indri senang melihat Setya dan Kamila dekat. Hingga saat ini, seperti yang diketahui, Bu Indri sangat menyayangi Kamila, layaknya anak sendiri. Bu Indri juga yang membantu membelikan seragam sekolah dan buku buku untuk Kamila. Karna, sekolah elit swasta yang memberikan beasiswa pada Kamila dari Sekolah Menengah Pertama hingga Sekolah Menengah Atas, hanya menggratiskan uang bulanan sekolah saja. Seragam dan buku buku, harus dibeli sendiri. Jika Bu Indri tak membantu Kamila, maka gadis itu dulunya akan menolak beasiswa sekolahnya, dan tak melanjutkan pendidikan sampai Sekolah Menengah Atas. 

Kamila merupakan anak yang cerdas. Dia mahir berbahasa Inggris. Kamila juga mendapatkan beasiswa untuk berkuliah ke Taiwan. Namun, karna Nek Sumi jatuh sakit, Kamila tak mengambil beasiswa itu. Dia lebih memilih merawat Neneknya, yang sudah merawat nya dari kecil. Itupun, tanpa sepengetahuan Bu Indri. Jika Bu Indri tahu waktu itu, kalau Kamila mendapatkan beasiswa, pasti Bu Indri akan membujuk Kamila agar mau mengambil beasiswa itu, dan mempercayakan Nek Sumi, padanya.

***

Pak Wiguna dan Bu Indri masih sangat bingung dengan keputusan Setya. Mereka harus menimbangkan matang matang keputusan anaknya.

"Setya, apa kamu betul betul yakin, Nak? " Tanya Pak Wiguna sekali lagi pada putranya, disertai anggukan Bu Indri.

"Jangan mengambil keputusan disaat emosional, Nak. Berfikirlah dulu dengan kepala dingin. Kalian masih sangat muda. Ayah ragu, Nak." Sambungnya sembari mengusap lembut rambut putra yang sangat disayanginya itu.

"Sebaiknya, Setya sholat Istikhoroh terlebih dulu. Minta petunjuk sama Allah, Nak. Jika setelah sholat, hatimu mengatakan, ya, maka Bunda dan Ayah tak bisa mengatakan apa apa lagi. Berarti itulah yang terbaik untuk kalian." Bu Indri yang dikenal religius itu, mengarahkan anaknya agar minta petunjuk pada Allah, sebelum mengambil keputusan dalam hidupnya.

"Baiklah Bun, Setya akan melakukannya." Turut Setya, kemudian memeluk kedua orang tuanya. Butiran halus yang sejak tadi menggenang di kantung matanya, tak lagi dapat dibendung. Hati Setya sangat lemah jika menyangkut tentang Kamila. 

***

Dikamar Nek Sumi, usai menunaikan sholat isya, Kamila semerebahkan badan disamping Neneknya. Tangan kanan nya diletakkan diatas perut Nek Sumi. Kamila menciumi pipi Nenek nya itu. Kamila yang masih menggunakan mukena, menatap lekat pada Neneknya.

"Opo toh, Nduk? Mau mengatakan sesuatu?" Nek Sumi yang sudah sangat hafal dengan tingkah laku cucunya itu, langsung mengerti, bahwa Kamila ingin mengutarakan sesuatu padanya.

Kamila tersenyum menunjukkan lesung pipinya.

"Iya, Nek. Sebenarnya, Setya bilang, ingin menikahi Kamila." Ujarnya malu.

" Sing tenan, Nduk?" Nek Sumi sama kagetnya seperti Kamila, saat tadi Setya menyatakan hal yang sama padanya. 

"Iya, betul, Nek. Setya tadi melihat bekas meeah ditampar Kakek, dipipi Kamila. Setya tak ingin Kamila disakiti lagi oleh Kakek. Maka dari itu, Setya ingin menikahi Kamila. Besok, jika Bu Indri dan Pak Wiguna setuju, mereka akan kesini melamar Mila pada Nenek." Jelas Kamila pada Nek Sumi.

"Masya Allah, Nduk. Nenek tidak menyangka Nduk. Kamu harus terima, Nduk. Setya pemuda yang baik. Keluarganya, pun baik. Tidak usah pikirkan Nenek. Menikahlah, Nduk. Pergilah bersama Setya." Titah Nek Sumi yang menangis haru pada Kamila.

"Nenek, jangan bicara seperti itu. Mana mungkin Kamila tidak memikirkan Nenek." Ujarnya dengan nada sedih, karna mendengar ucapan Nek Sumi.

"Setya sudah berjanji akan membawa Nenek bersama kami, jika kami berdua menikah. Kamila tak akan meninggalkan Nenek disini. Kamila tetap akan berada disamping Nenek." Gadis itu melanjutkan ucapannya, dengan posisinya yang semakin mendekat dengan Nek Sumi.

"Apapun itu, berbahagialah, Nduk. Kamu sudah banyak menelan penderitaan. Kini, waktunya kamu bahagia." Nek Sumi sangat bahagia mendengar kabar yang dibawa oleh Kamila, diikuti anggukan gadis cantik itu.

Nek Sumi hanya berharap, agar tak ada yang mengusik kebahagiaan Kamila. Nek Sumi juga berharap, inilah akhir dari penderitaan Kamila.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Kamila Hermawan

    "T--appi ... kenapa, Paman?" tanya Kamila. Mengapa ia harus begitu waspada, pikirnya. "Nak, ayah Kamila ... bukanlah orang biasa. Beliau dulunya ialah pengusaha besar." Jupri mulai menjelaskan. Kamila mendengarkan dengan seksama. Ia tak ingin terlalu banyak bertanya. Dirinya membiarkan paman Jupri menjelaskan. "Kamila harus mengetahui lebih dulu, jika ayah Kamila, diyakini orang-orang telah meninggal dunia. Namun, yang paman tau ialah, kematian beliau sengaja dipalsukan," lanjut Jupri."Dipalsukan? Jadi maksudnya, suami Ratih itu masih hidup, namun sengaja dibuat seakan-akan sudah meninggal dunia? Begitukah nak Jupri?" Kakek Parmin berusaha meresapi ucapan Jupri. "Betul sekali, Pak. Itu ialah dampak, karna oknum-oknum tersebut tak ingin harta dari ayah Kamila, jatuh ke tangan Ratih masa itu." Jupri menceritakan sebenar-benarnya. Meskipun ia sudah bercerita akan hal ini pada Setua dan Rizki saat itu, namun rasanya akan lebih lega lagi, jika ia juga menceritakan perihal ini pada Ka

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Keresahan mulai sirna

    "Hussshhhh ... hentikan mengatakan hal itu. Kamila tak bersalah akan masa lalu dari orang tua Kamila. Kamila anak yang baik. Buktinya, meskipun telah mengetahui semuanya, Setya serta keluarganya tetap mau menerima Kamila. Benar, kan?" Nenek Sumi semakin meyakinkan Kamila agar tak gegabah membatalkan pernikahannya dan juga Setya begitu saja.Kamila menatap lekat wajah sang nenek. Bagaimana mungkin, ia mengecewakan wanita pengganti sosok ibu baginya itu dengan membatalkan pernikahan. Sedangkan sang neneklah yang paling bahagia saat Kamila mengabarkan jika Setya akan melamarnya."Kamila mengerti, Nek. Kamila akan memikirkannya lagi. Nenek istrirahatlah, ya. Kamila ingin berbicara dengan paman Jupri dan juga kakek," ucap Kamila, lalu ke luar dari kamar. Di ruang tamu, Kamila melihat paman Jupri dan jiga kakeknya sedang mengobrol. Kamila yakin, yang mereka bicarakan tak lain dan tak bukan ialah perihal orang tuanya. "Mil ... sini duduk, Nak." Kakek Parmin meminta Kamila yang berdiri di a

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Berperang dengan batin

    "Tidak usah terlalu dipaksakan, Pak. Kami tau, Kamila pasti sangat terkejut. Biarkan dirinya bertenang dulu." Pak Wiguna meminta kakek Parmin agar tak terlalu mendesak Kamila perihal pernikahan ini."Sekali lagi, Kamila mohon maaf, Ayah, Bunda ... emmm ... Setya." Kamila kembali meminta maaf pada tiga orang yang sangat menyayanginya itu. Mata indahnya menatap ke arah Setya. Tak dipungkiri, hati kecilnya sangat tak ingin mengecewakan Setya dan juga keluarganya.Setya tersenyum tulus ke arah Kamila. Membalas tatap mata kekasih yang sangat dipujanya, "Tidak apa, Kamila. Jangan jadikan beban. Kita jalani saja semua prosesnya. Aku akan bersabar, menunggu apapun keputusanmu," ucapnya kemudian.Meskipun di hati kecilnya sangat mengharapkan persetujuan dari Kamila untuk menikah, namun Setya tak ingin memaksa Kamila. Dia sangat tau, gadisnya itu butuh waktu untuk menerima kenyataan tersebut."Paman, tinggallah di sini. Kamila masih ingin mengobrol dengan paman. Apa paman berkenan?" Dengan nada

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Keraguan

    Pak Jupri meyakinkan diri Kamila, hingga tangis gadis itu perlahan mereda. Entah mengapa, hatinya sangat teriris melihat Kamila menangis. Membuatnya terbayang lagi akan sosok sahabatnya--Ratih. Sahabat yang sangat ia rindukan, kini seperti sedang berada di hadapannya, dengan penampilan yang berbeda. Tak dapat lagi dipungkiri, raut wajah Kamila, sama persis dengan sang ibu. Hidung bangir, kulit putih merona, alis dan bulu mata yang tebal, juga sangat mirip dengan yang dimiliki oleh Ratih. Yang berbeda hanyalah, cara berpakaiannya saja. Jika dulu, Ratih kerap berpenampilan dengan dress selutut, menunjukkan kaki jenjangnya, kini putrinya, menutup seluruh bagian tubuhnya dengan gamis, serta tudung labuh. "Kamila, sayang, jangan terlalu difikirkan, Nak. Semua sudah jelas sekarang. Ayah, Bunda, juga Setya tak pernah mempermasalahkan segalanya. Tenanglah, Nak," ucap bu Indri lagi-lagi. Dirinya tak ingin, Kamila merasa rendah diri. Sebab baginya, Kamila ialah gadis sempurna yang dipilih unt

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Batalkan Saja?

    Bertujuan, agar suasana tak begitu canggung. Juga agar, dirinya bisa mengatakan kenyataan bahwa Kamila ialah putri yang dikandung ibunya, sebelum sah menikah dengan sang ayah biologis. Berat rasanya mengatakan hal tersebut pada gadis yang berhati baik seperti Kamila."Berarti, teman ibu yang sangat baik itu, adalah Paman? Maafkan Kamila, yang tak mengenali paman." Kamila perlahan mengingat sosok Jupri, yang kini duduk di hadapannya. Sosok yang sangat menyayanginya semasa kecil. Sosok yang pernah dianggapnya sebagai sang ayah. Namun sayang, mereka harus terpisah karna rasa tak enak hati dari ibu Kamila sendiri."Iya, Nak. Tak apa. Wajar saja. Sudah belasan tahun berlalu. Wajar, jika Kamila tak lagi mengenali paman." Pak Jupri tersenyum pada Kamila. Memaklumi gadis itu. "Tentang pernikahan, paman datang kemari, untuk meminta persetujuan dari Kamila dan juga dari kakek serta nenek Kamila." Pak Jupri lalu kembali membahas perihal pernikahan Kamila dan juga Setya."Persetujuan apa itu, Na

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Kenyataan Pahit

    "Uang ini Setya berikan kembali pada nek Sumi. Setya ikhlas. Untuk membantu kebutuhan nenek dan juga kakek." Setya lantas memberikan uang itu pada nek Sumi."Nak Setya ..." ucap nek Sumi."Tidak, Nek. Jangan menolaknya lagi. Setya mohon." Bagai tau apa yang akan dikatakan nek Sumi, Setya mencegah lebih dulu untuk nek Sumi menolak pemberiannya."Benar, Bu Sumi. Sudah, simpanlah. Setya memberi dengan sepenuh hatinya. Lagipula, uang itu adalah hasil kerja Setya sendiri," ucap bu Indri kemudian.Mendengarnya, nek Sumi yang masih tak enak hati, menerima pemberian Setya, dan tak memberikan penolakan lagi."Sudah, ya. Semua sudah selesai. Semua sudah saling memaafkan. Kalau begitu, kita kembali ke tujuan awal berkumpul di sini. Benar begitu, Pak Parmin?" Pak Wiguna lalu membuka topik utama yang akan dibicarakan mereka malam ini."Benar sekali, Nak Wiguna." Kakek Parmin mengiyakan.Semua orang mendengarkan dengan seksama. Termasuk Pak Jupri, juga Rizki yang sedari tadi hanya menyimak pembicar

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status