“Kang, apakah semua persyaratannya sudah siap?”“Kalau sudah, coba kumpulkan di depan!”Tap, tap, tap,Tap, tap, tap,Terdengar secara perlahan, suara-suara gaduh dari orang-orang yang muncul secara tiba-tiba entah darimana.Orang-orang itu tampaknya sedang berlarian kesana kemari sibuk mempersiapkan sesuatu, mereka mengobrol satu sama lain dengan nada yang sedikit tergesa-gesa.Aku yang tidak ingat apa yang terjadi hanya bisa mendengar suara-suara itu, sebelum akhirnya aku membuka mata secara perlahan.Nyut,Arggghhh!Aku masih merasakan sakit di belakang kepala ketika aku membuka mata, rasa sakit dari balok kayu yang menghantam belakang kepalaku pada saat itu, sehingga aku langsung tidak sadar dan berakhir di tempat ini.Aku membuka mataku, dan kulihat secara samar-samar…Sebuah ruangan besar dengan obor-obor yang menerangi ruangan tersebut. Ruangan yang besarnya sebesar aula dengan dinding yang masih berupa batuan-batuan kapur yang belum dihaluskan.Namun, di beberapa dinding gua t
Wangi-wangi dari dupa berbagai bentuk dan rupa dinyalakan, ruangan yang tertutup itu kini penuh asap dupa dengan wanginya yang menusuk. Sesajen yang seharusnya dipakai untuk hal-hal baik kini dipakai sebagai persembahan agar NU MAHA AGUNG bisa datang ke hadapan mereka.Kopi hitam, bunga tujuh rupa, kelapa muda, juga rempah-rempah lainnya yang menjadi pelengkap dari sesajen itu sudah mereka sediakan.“Sembelih dan belah jadi dua ayamnya!” kata seseorang yang memimpin ritual tersebut.“Lakukan seperti yang Pak Emen katakan, cepat!”Pak Kades ikut memerintahkan orang-orang yang tertunduk disana agar membantu Pak Emen yang sedang memimpin ritual.Dia mengambil satu ekor ayam yang sudah mereka siapkan, dan memotong kepalanya hingga putus tanpa ada belas kasihan. Darahnya mengucur secara perlahan keluar dan mereka tampung dengan sebuah wadah kecil yang secara perlahan berubah menjadi merah darah.Sedangkan beberapa orang lagi, mengambil ikan mas yang besar yang sudah dipersiapkan. Kemudian
Bapak yang berdiri di tepi jurang yang merupakan pintu masuk kampung terlihat sangat pasrah. Dia sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk hidupnya kini.Dia sadar, ada yang harus dia korbankan, agar kampung ini bisa bertahan di lima puluh tahun kedepan. Pak Kades dengan anak gadis satu-satunya, Mang Ayep dengan anak semata wayangnya yang sengaja dijemput dari kota untuk di korbankan. Mereka semua sudah dikorbankan dengan ritual yang dipimpin oleh Bapak.Ternyata, Bapak adalah orang yang dipercaya untuk melakukan ritual ini, dia sengaja menunggu dan membuatku jauh dari kampung dan tidak tersentuh. Karena dia sadar, kemanapun calon tumbal pergi, mereka akan dicari dan di bawa pulang untuk dikorbankan, layaknya anak Mang Ayep yang sudah pergi dari kampung semenjak SMP.Namun, dengan dipenjaranya aku disana. Para warga lain yang tahu pun tidak bisa membawaku secara paksa, karena itu akan bertentangan dengan hukum yang terjadi di negara ini.Awalnya, para warga tidak tahu siapa tumbal
Waktu semakin larut, entah jam berapa sekarang.Malam terasa panjang ketika kabut merah ini menutupi kampung. Bahkan mungkin saja, kabut merah ini tidak akan berganti lagi sekarang.Rumah-rumah, bangunan juga suasana yang sangat berbeda terlihat sangat menyeramkan. Seperti suasana ini bukanlah suasana dari alam manusia, namun memang alam mereka yang kini meneror para manusia yang terjebak di dalamnya.Memang, para makhluk ini senang untuk mempermainkan manusia, dan para manusia yang tinggal di dalam kampung pun secara tidak sadar dipermainkan oleh mereka.Karena, di satu sisi para warga kampung meminta pertolongan kepada makhluk yang sudah dianggap dewa oleh mereka, dan di sisi lain ada makhluk-makhluk lain yang setia menunggu para manusia itu ketika mereka melakukan kesalahan. Karena ada suatu tugas yang harus mereka lakukan, yaitu melenyapkan mereka semua.Para warga kampung sebenarnya adalah korban, korban dari sebuah ritual yang dilakukan leluhurnya dari zaman dulu. Zaman dimana p
HihihihiHihihihiKakakakakakaMalam yang mencekam dengan banyak sekali warga yang sedang bersembunyi di dalam rumahnya masing-masing pada malam itu kini terasa sangat gaduh, biasanya mereka akan memaksakan dirinya untuk tertidur lelap dan bangun di pagi harinya untuk bertahan hidup karena tidak bisa berkomunikasi ke dunia luar.Namun, kali ini berbeda. Sepertinya rumah mereka sudah berpindah ke alam dimana para makhluk itu bisa merangsak masuk ke dalam rumah. Sepertinya, bapak benar-benar melakukan hal tersebut agar para makhluk bisa masuk dan meneror semua manusia yang sedang bersembunyi di dalam rumah.Banyak suara-suara anak kecil yang berlari di antara jalanan kampung yang dibeton itu, seperti sedang mencari para manusia yang bersembunyi di rumah-rumah yang ada di sekitar mereka, terdengar pula orang-orang yang duduk di pinggir jalan dengan tertawa-tertawa yang menyeramkan. Bahkan beberapa di antaranya banyak menggerak-gerakan pohon-pohon di sekitar rumahnya sehingga suara daun d
Teriakan, demi teriakan menggema di seluruh kampung. Mereka sekarang sudah tidak bisa membedakan lagi alam manusia dan alam gaib yang diliputi oleh kabut merah.Para warga yang seharusnya aman ketika bersembunyi di rumah-rumah mereka, kini tidak bisa kabur kemana-mana lagi. Karena para makhluk yang ada di dalam kabut tersebut sekarang bisa masuk ke dalam rumah-rumah warga dan mencabut nyawa mereka.Suasana tampak sangat kacau, suara berisik dan suara cekikikan terdengar di dalam kabut, bahkan anak-anak yang menangis, yang belum sempat hidup lama di kampung ini pun tak luput dari teror mereka.Parah makhluk yang sudah menunggu setelah beratus-ratus tahun lamanya, kini bisa berpesta pora. Meneror semua manusia yang ada di dalamnya, mencabut nyawa mereka satu persatu dengan cara yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya hingga kondisi mereka terlihat sangat mengenaskan.Terlihat, darah-darah merah merona muncul di antara dinding-dinding rumah, darah itu mengucur secara perlahan dari
Mataku benar-benar terbelalak, itu benar-benar Toni yang muncul di antara suara-suara yang sedang menggebrak pintu di tempat ini pada saat ini.Dia hanya berjalan sendirian dan tanpa ada ekspresi apapun pada saat itu. Sehingga membuat semua orang yang ada disana tiba-tiba terdiam dan menoleh ke arah Toni secara bersamaan. Bahkan, Maman yang dari tadi berlari dengan sekuat tenaga pun heran, karena yang muncul dari arah pintu bukanlah para makhluk yang meneror dirinya, melainkan seseorang yang dia kenal.“Bu, bukannya itu anak Pak Ayi?” kata Pak Emen yang tiba-tiba kaget ketika melihat Toni berjalan ke arah mereka.“Kenapa anaknya Pak Ayi berada disini?”Mereka yang berada disana terheran-heran atas apa yang terjadi kepada Toni pada saat itu. Mungkin saja seorang anak kecil yang tiba-tiba datang di hadapan mereka di tengah-tengah teror yang menakutkan yang mengelilingi mereka.Sontak, Para warga yang mengetahui bahwa anak itu adalah Toni, langsung mendekati Toni yang kini berdiri di dek
Kejadian yang terjadi di Kampung Halimun semakin membuat gempar, bahkan hal itu dirasakan oleh salah satu kampung yang letaknya paling dekat dengan Kampung Halimun, sebuah kampung yang bernama Bale Leutik yang tepat berada di sisi hutan selepas perbatasan dari hutan perbatasan yang menjadi penghubung Kabupaten Bandung dan Cianjur.Sebuah kampung yang sangat besar, karena dilalui oleh jalanan provinsi yang menghubungkan kedua kabupaten sehingga masih banyak orang yang berlalu lalang meskipun malam sudah semakin larut.Mereka merasakan bahwa pada malam ini, terasa sangat berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Hawa dingin pegunungan yang biasanya bisa mereka atasi dengan suhu tubuh mereka yang sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar, kini merasa kedinginan. Bahkan mereka melapis tubuh mereka dengan baju dalam dan jaket tebal serta sarung yang mereka kenakan.Apalagi, malam itu terdengar sangat gaduh, suara-suara dari hewan hutan yang tiba-tiba muncul dan berlarian seperti ketakutan o