Assalamualaikum, Guys, bantu follow akunku ya, subs semua cerbungku, like, komen. Insyaallah akhir bilang nanti ada GA lagi, ya ... sebagai tanda terima kasihku pada kalian yang sudah support aku sampai sejauh ini 🙏 yang belum follow cus follow ☺️🌸🌸🌸“Jangan! Ini milik Kakakku!” teriakan Aldi dari kamar ibu membangunkan tidur siangku.Hari ini aku sudah aktif sekolah. Seperti biasa di hari pertama sekolah belum ada mata pelajaran yang dimulai. Alhasil aku dan teman-teman asyik bercanda ke sana ke mari dan menghias kelas sesuai keinginan kami. Pulang, sampai rumah tepar.“Berisik banget sih, anak kecil! Ini milik Tante Tari bukan milik Alya!” Itu suara Nindi. Ck, bikin ulah apalagi dia siang bolong begini.“Sama aja, milik ibuku berarti milik kami!” Aldi masih membantah ucapan Nindi.Tak tahan dengan teriakan mereka yang saling bersahutan aku segera menghampiri mereka.Begitu melihat kedatanganku Nindi langsung salah tingkah dan memeluk Aldi.“Jangan peluk-peluk aku!” Aldi beront
Brak!Suami Tante Devi tidak terima. Lalu pergi begitu saja.“Jahat kamu, Mas!” umpat Tante Devi.“Cukup, Dev! Cukup sudah aku membantu kamu dan suamimu. Sekarang saatnya suamimu kerja dan menghidupi kalian. Berkemaslah besok kalian harus pulang,” tegas ayah.Malam ini Lusi ke rumah bersama orang tuanya. Mereka membawa Art baru untuk bekerja di sini. Aku memang sebelumnya sudah meminta tolong pada Lusi untuk mencarikan art.Aku memanggilnya Bik Siti, sepupu Mbok Jum art-nya Lusi. Janda muda, malahan masih muda banget katanya sudah janda dua kali padahal umurnya baru 19 tahun. Katanya dia kalau di kampung halamannya sana wanita umur belasan tahun sudah menikah.Bik Siti cantik dan seksi. Aku jadi takut dia akan menggoda ayah. Aku perhatikan dari tadi ayah pun sudah lirik-lirik pada Bi Siti. Dasar ayah mata keranjang.“Bik, tidurnya sama Mbok di belakang. Tugas Bibi beres-beres rumah dan bantu jagain Aldi. Kalau si Mbok tugasnya masak,” kataku.“Iya, Non. Terima kasih ya, Non, sudah ma
Assalamualaikum Guys, bantu follow akunku dong, komen dan likenya, ya?Terima kasih juga ya, untuk yang sudah setia dengan cerbung recehanku. Selamat datang para pembaca baru. I love you all💕🌸🌸🌸🌸“Allahukabar, Ayah!” teriakku kaget melihat ayah yang sedang mencekik Tante Anin.Wajah Tante Anin sudah merah hitam dia sudah mulai kehabisan oksigen. Beruntung aku memergoki aksi bejat ayah.Brak!Tubuh ramping Tante Anin didorong ayah membentur pintu kamar Aldi. Tante Anin terkulai lemas.Siang ini rumah kenapa begitu sepi. Biasanya mbok dan Bik Siti ada. Aldi juga biasanya sudah pulang sekolah.“Ayah, ini tindakan kriminal!” Ayah pun sepertinya enggan berdebat denganku. Beliau pergi begitu saja entah mau ke mana.Aku lari ke dapur mengambil air minum untuk Tante Anin dan juga memberikan pertolongan pertama padanya. Aku takut sekali Tante Anin kenapa-napa. Meskipun Tante Anin jahat sudah menjadi duri dalam rumah tangga ibuku, tapi aku tidak mau Tante Anin meninggal di tangan ayah.“T
“Sepertinya tahu. Aku yakin sekali anak Hendra bukan gadis cilik yg bod*h. Tidak mungkin dia tidak tahu penyebab kematian ibunya. Kalau kita tidak gerak cepat anak itu yang akan lebih dulu membunuh kita seperti tikus hama.” Suara Tante Anin makin terdengar menjauh. Duh, jangan-jangan Tante Anin masuk kamar mandi.“Alya! Al!” Suara bariton ayah mengangetkanku. Untung saja aku tidak sedang menempelkan kupingku ke pintu kamar ini.Aku gegas lari menuju sumber suara. Ayah tergeletak di lantai teras samping rumah dekat kolam ikan. Kakinya berdarah. Ya Allah ada apa lagi ini.“Ayah!” seruku. “Kenapa bisa berdarah begini, Yah?” tanyaku khawatir.“Ini yang Ayah tidak mengerti kenapa di dekat kolam sini banyak sekali pecahan piring dan gelas?” Aku melongo mendengar pengakuan ayah.“Ah masa, sih?” Aku sangat tidak percaya dengan pengakuan ayah pasalnya semalam aku dari sana juga.“Lihat sendiri sana, kalau tidak percaya!” bentak ayah.“ Ini, kaki Ayah yang sudah jadi korbannya.” Aku diam saja ti
Assalamualaikum ... bantu follow akunku ya, Guys☺️ 🙏😀🌸🌸🌸🌸Di mana ponselku. Aku benar-benar ceroboh. Mereka bisa tahu aku di rumah.Benar kan, ponselku berdering. Gawat!“Alya! Al?” panggil oma.Klek!Pintu kamar sengaja aku buka sedikit saja, takut mereka khilaf dan menyerangku.“Kamu enggak sekolah?” tanya oma sedikit terkejut.“Aku tidak enak badan, Oma,” jawabku asal. Oma terlihat menyelidik pasti beliau tidak percaya.“Em ... itu tadi?”“Aku mau ambil minum, tapi kunci pintu ini susah dibuka sepertinya macet. Entah deh, enggak ngerti. Kok, di ruang keluarga ada rame suara orang?” kataku memotong ucapan oma. Aku tahu pasti beliau mau tanya kenapa aku mengintip.“Em itu ... ada Tante Devi,” jawab oma.“Tante Devi? Ada apa ke sini pagi-pagi?” tanyaku pura-pura terkejut.“Main aja, kangen sama Oma katanya.”“Oh, permisi dong Oma, aku mau keluar.” Oma menggeser posisi berdirinya dan aku segera keluar.“Jadi ini yang Tante lakuin kalau aku enggak ada di rumah?” tanyaku kesal sek
“Apa! Kenapa bisa begitu! Apa yang suamimu lakukan! Dasar br3ng53k!” umpat ayah saat menerima panggilan telepon.“Ada apa, Hend?” tanya opa.“Rudi ditangkap polisi,” jawab ayah kacau. Beliau berkali-kali mengacak rambutnya.“Po—polisi? Bagaimana bisa?” tanya Tante Anin.“Entah, aku pun belum jelas kenapa dia ditangkap. Devi memberitahu sambil menangis,” jawab ayah.“Polisi? Kok bisa ....”“Entah, Bu. Aku pun tidak tahu kita tunggu Devi, dia sedang dalam perjalanan ke sini.”Aku senang sekali Om Rudi ditangkap polisi pasti itu atas laporan kakek. Kalau sudah begini Tante Anin pun akan terseret. Kulihat Tante Anin pun sangat gelisah.“Kenapa Rudi bisa ditangkap polisi siapa yang melaporkan. Ibu benar-benar heran,” ucap oma“Menantu tidak tahu diuntung! Sudah bagus hidup enak tidak perlu capek-capek kerja aku masih bisa menerimanya sebagai menantu ini malah buat ulah!” umpat opa.“Kita suruh Devi pisahan saja. Aku tidak mau anak kita ikut terlibat, Pak. Kalau Devi sampai masuk penjara
🌸🌸🌸🌸“Nah, ini dia sudah pulang. Kenapa kamu lama sekali, sih!” ucap Nindi saat aku baru saja membuka pintu rumah.“Eh, bisu ya! Itu mulut kenapa diam saja!” serunya lagi.Aku malas menanggapi ucapan Nindi kuayunkan kaki menuju tempat makan rasanya aku lapar sekali padahal tadi aku sudah makan di kantin.“Mbok, aku mau makan!” teriakku saat kudapati tidak ada satu asisten pun di rumah ini. Mendengar teriakanku justru Nindi tertawa terbahak-bahak.“Mau kamu teriak sampai tenggorokanmu rusak tidak akan ada yang menyahut. Mereka sudah dipecat Om Hendra. Pekerjaan rumah kamu yang kerjakan sendiri.” Sebenarnya aku terkejut mendengar pengakuanku Nindi, tapi berusaha untuk biasa saja. Aku tahu sifatnya, dia akan sangat puas jika lawan bicaranya kalah.“Kamu akan jadi Upik abu di istanamu sendiri, Al. Duh, kasihan deh!” ejeknya.“Kamu berisik banget sih, sudah seperti kaleng rombeng. Pergi sana aku mau makan!” Usirku.“Heh, Upik abu. Kamu enggak usah berlagak Nyonya lagi ya, di sini. Seka
~K~U🌸🌸🌸Sejak Perdebatanku dengan ayah kemarin membuat keluarga ayah pun ikut diam. Ha, baguslah. Nindi pun banyak diam.“Aaa sakit! Ampun!” Mendengar teriakan Bik Siti, kami gegas menuju kamarnya.Tante Anin sedang menjambak rambut Bik Siti. Ayah segera melarai ke duanya.Plak!Tante Anin menampar ayah. Aku senang sekali melihat mereka bertengkar. Aku memang sengaja membuat kekacauan ini. Aku sengaja mengirimkan pesan romantis ke nomor ayah dari ponsel Bik Siti untuk menggoda ayah dan itu berhasil. Dasar ayah juga mata keranjang. Mereka masuk perangkapku tanpa aku bersusah payah action.“Ada apa, Bik?” tanyaku sok polos.“Itu Non, Bu Anin menuduhku menggoda Tuan,” jawab Bik Siti terbata.“Menuduh kamu bilang? Heh, babu! Aku tahu sendiri ya, tadi kalian di dapur saling menggoda. Dan kamu, Mas! Apa tidak cukup punya aku, hah!” Tante Anin menuding wajah ayah.“Jangan asal menuduh!” Ayah tidak terima dipermalukan oleh Tante Anin. Ayah balik menampar Tante Anin.“Sudah malam jangan ber