Share

BAB 3

"Rencana, apa Non? Bapak jadi takut, apalagi Pak Syamsul tidak boleh tahu." Pak Danu bertanya padaku, tentang rencanaku itu.

Aku pun memberitahu, Pak Danu sedetail mungkin, semua yang menjadi rencanaku. Pak Danu mendengarkan, sambil manggut-manggut tanda mengerti. Setelah aku beritahu semuanya, Pak Danu pun menyetujui rencanaku dan akan membantuku.

"Oh, jadi begitu, ya Non. Baiklah, Bapak bersedia membantumu, walaupun harus tanpa sepengetahuan Papamu." ucap Pak Danu.

"Terima kasih, Pak, saya sangat bersyukur, kalau Bapak mau bantu saya." sahutku.

"Iya sama-sama, Non," ujarnya

"Ya sudah, saya permisi dulu ya Pak! Saya takut mengganggu kerjaannya, nanti Bapak di marahin Papa, gara-gara saya." Aku pamit, kepada Pak Danu karena sudah cukup lama aku di sana. Takut mengganggu kerjaannya juga.

"Assalamualaikum," ucapku, setelah mencium punggung tangannya Pak Danu.

"Waalaikumsalam, hati-hati ya, Non." sahutnya.

Aku pun segera pergi, dari ruangannya Pak  Danu menuju parkiran. Untung Papa sedang tidak ada di kantor, ia sedang ada miring di luar kantor. Sehingga ia tidak tahu aku menemui Pak Danu.

*****

Satu bulan telah berlalu, dari kejadian yang membuatku syok, saat di kantor waktu itu. Saat ini keluargaku, sedang sibuk-sibuknya, untuk mempersiapkan hari esok. Hari dimana acara sakral akan dilakukan, yaitu acara pernikahanku, dengan Mas Bagas.

Sanak-saudara dan handai taulan pun datang, untuk menyaksikanku menjadi seorang pengantin. Dari semenjak seminggu ini, aku dipingit. Aku tidak diperbolehkan kemana-mana, hanya berdiam diri di rumah.

Aku pun turun, dan melangkah dengan anggun, untuk menuju tempat ijab kobul. Disana, sudah terdapat Mas Bagas, beserta keluarganya berada. Begitupun dengan keluargaku, serta para tamu undangan, yang meliputi para koleganya Papa.

"Masya Allah, cantiknya!" Aku mendengar mereka memuji kecantikanku, semua merasa terpukau, karena aku tidak lagi menggunakan kaca mata tebal seperti biasa.

"Anisa! Apa benar kamu ini Anisa?" Ratna bertanya kepadaku. Ia pun seperti tidak mengenaliku.

"Iya, Ratna, aku ini Anisa ... temanmu! Masa iya, kamu enggak ngenalin aku. Padahal, kita 'kan udah sahabatan sejak SMP," kataku. Aku, menghentikan langkahku, di hadapan Ratna dan menjawab pertanyaan darinya. Setelah itu aku kembali berjalan, untuk menghampiri tempat ijab kobul tersebut.

Mata Mas Bagas pun tidak berkedip, terus saja melihat ke arahku. Membuat aku risih, saat diperhatikan olehnya. Beda dengan dulu sebelum aku tahu, kalau cintanya itu palsu. Aku akan tersipu malu dan jantung ini berdetak kencang, saat dilihat seperti itu oleh Mas Bagas. Walaupun aku tahu, kalau dia adalah wanita ular. Tetapi aku harus tetap menjaga sopan santunku, apalagi aku sekarang sedang menjadi pusat perhatian. Aku tidak boleh berbuat semauku. tidak  mau, jika mereka semua mengecap, aku seorang wanita yang kasar, dan temperamen.

"Ya ampun Nis, kamu cantik banget. Aku pangling banget liat kamu," ujarnya.

"Terima kasih, ya Rat. Tapi Maaf, nanti lagi ngobrolnya, soalnya acaranya akan segera di mulai." Aku mengakhiri pembicaraan, antara  aku dan Ratna.

"Iya, Nis, silakan. Semoga lancar ya, acara pernikahannya dan menjadi keluarga samawa." ucap Ratna lagi.

Ia pun mendoakan pernikahanku, supaya berjalan lancar dan menjadi keluarga yang samawa. Tapi aku tahu, ucapannya itu bukan dari dalam sanubarinya. Justru ia ingin, membuat hudupku berantakan.

"Terima kasih, doanya, Ratna," ujarku.

Setelah selesai berbicara, dengan Ratna. Aku pun kembali melangkahkan kaki, menuju tempat dimana acara ijab kobul akan dilaksanakan. Jujur aku sebenarnya ingin menyumpal mulut Ratna, saat bicara tadi. Tetapi hari ini, aku harus menjadi Anisa yang anggun.

*****

Sesampainya di tempat ijab kobul, aku tidak segera duduk, tetapi aku mengedarkan pandangan terlebih dulu ke semua penjuru hotel. Aku ingin tahu, keadaannya yang sebenarnya. Apakah semuanya telah sesuai, dengan apa yang aku inginkan, atau belum.

Ternyata, para tamu undangan pun telah hadir, termasuk semua relasinya Papa. Tetapi, ada satu orang, yang mencuri perhatianku. Ia berada di antara para tamu undangan tersebut.

'Lho kok, ada dia! Padahal aku kan tidak mengundangnya,' gumamku. Aku merasa heran saat aku melihatnya, ternyata ia pun sedang menatapku. Sehingga, kontak mata pun tidak bisa dihindari. Aku pun memalingkan wajahku karena tidak mampu, mengalahkan pandangan matanyanya yang tajam.

"Nis, ada apa? Kok, malah bengong aja. Ayo, duduk dong, sayang!" Tante Marina menegurku. Ia mengingatkanku, supaya aku segera duduk.

"Sayang, ada apa? Kamu sedang mencari siapa? Kok celingukan begitu?" tanya Mas Bagas.

"Gak lagi mencari siapa-siapa, kok, Mas. Aku cuma penasaran aja, mau melihat siapa saja yang hadir, di acara kita ini." sahutku.

"Mas. Rupanya banyak juga, ya Mas, yang datang di acara kita ini. Bahkan, semuanya juga sudah bersiap, mereka ingin segera  menyaksikan acara sakral kita. Bahkan, hampir semua tamu undangan sudah pada datang." timpalku lagi. Aku berkata bohong kepada Mas Bagas, supaya Mas Bagas  tidak menaruh curiga padaku.

"Oh, begitu. Ya sudah, sekarang, kamu duduk ya, Sayang! Sini dekat Mas," ucap Mas Bagas, sambil menepuk sofa disampingnya.

Kalau saja, aku bukan sedang bersandiwara. Sudah pasti, aku tidak mau untuk duduk berdampingan, dengan si br*ngs*k Bagas. Ingin rasanya aku menampol mukanya, yang sok lugu itu.

Ia pintar sekali bersandiwara, sama persis dengan kekasih tercintanya, yaitu si Ratna.

Aku pun segera duduk mengikuti arahan dari Tante Marina, dan juga si Bagas.

"Nis, kamu cantik sekali. Kalau tahu, kamu secantik ini, tidak mungkin mas akan ...,"

"Akan apa, Mas?" tanyaku, kepada Mas Bagas karena dia menggantung ucapannya.

"Maksudnya, tidak akan selama ini, menunggu untuk menghalalkanmu." ucap Mas Bagas menggodaku. 

"Jadi maksud, Mas, kalau aku jelek. Mas, akan menggantung pernikahannya, gitu!" sahutku sewot.

"Tidak gitu juga lah, Nis. Tadi itu, Mas, hanya ingin merayumu." ungkapnya.

Aku tidak menghiraukan  ucapannya Mas Bagas. Justru kini aku malah kepikiran  sama seseorang, yang tadi aku lihat, dan bersitatap dengannya.

'Kenapa bisa, si Manusia Harimau hadir di acara ini? Padahal, aku sudah meminta papa, supaya tidak mengundangnya. Tetapi kenyataannya, saat ini ia berada di sini. Ini semua pasti kerjaan Papa.' gumamku dalam hati.

Manusia Harimau adalah sebutanku, untuk rekan bisnis Papah yang bernama Andre. Walaupun ia rekan bisnis Papah, tetapi usianya masih sangat muda, ia baru saja berusia dua puluh delapan tahun. Cuma beda satu tahun denganku, tetapi ia telah menjadi orang besar di usia mudanya.

Aku tidak suka padanya karena ia selalu bilang, kalau aku anak manja. Aku anak Papa, yang tidakk bisa mandiri, tanpa bantuan Papa. Ia juga bilang, aku masih berada di bawah ketiak Papa. Padahal kenyataanya tidak seperti itu.

Papa bilang, "untuk siapa semua harta ini, kalau bukan untukmu. Papa bersusah payah banting tulang, demi untuk membahagiakanmu. Papa gak mau kamu terlalu mengutamakan karier, yang penting kamu segera berikan Papa cucu."

Makanya, aku bukannya tidak mau mencari uang sendiri, tetapi demi menjaga perasaan Papa. Aku hapus, semua keinginanku itu dan berusaha memberikan, apa yang diinginkan Papa. Tapi sayang, lelaki yang mau menikahiku, bukanlah orang yang tepat untukku.

*****

Acara pun akan segera digelar, pembawa acara meminta kepada semua yang hadir, supaya menempati kursi yang telah tersedia. Acara Pernikahan ini digelar, di ballroom hotel berbintang milik Papa.

"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh. Ibu-ibu, Bapak-bapak yang telah hadir di acara ini, dikarenakan kedua mempelai telah hadir di hadapan kita, mari kita langsung saja ke acara inti yaitu ijab kobul. Karena, Bapak Penghulu masih ada acara di tempat yang lain. Kepada Bapak Penghulu, silakan dimulai saja acaranya." sambutan dari Pembawa acara, meminta supaya ijab kobul segera dilaksanakan.

"Baik, terima kasih kepada Bapak pembawa acara. Assalamualaikum warrahmatullahi wabarokatuh. Kepada kedua mempelai, apakah kalian berdua sudah siap, untuk melakukan ijab kobul?" Pak Penghulu bertanya kepadaku dan juga Mas Bagas.

"Kami sudah siap, Pak!" Kami pun menjawabnya, hampir serempak.

"Alhamdulillah kalau begitu, mari semuanya  kita saksikan ke acara inti kita, yaitu acara ijab kobul. Silakan, para saksi untuk maju kedepan!" perintah Pak Penghulu, sambil menyiapkan buku nikah untuk kami.

"Silakan, pak Syamsul, anda mulai mengucapkan ijab, seperti yang telah saya ajarkan tadi. Kemudian, nanti langsung di susul, oleh  Nak Bagas, mengucapkan kobul. Ucapannya sama, seperti apa yang sudah Bapak ajarkan, kepada nak Bagas." ucap Pak penghulu, mempersilakan Papa dan Mas Bagas, untuk megucapkan ijab kobul.

"Kalian berdua sudah siap?" tanya Pak penghulu lagi.

"Siap Pak," jawab Papa.

"Saya juga sudah siap, Pak Penghulu." Mas Bagas pun menjawab, pertanyaan dari Pak penghulu.

"Baik kalau begitu, silakan Pak Syamsul, nanti di susul Nak Bagas, ya!" Pak penghulu mempersilakan Papa untuk memulai. Papa pun menjabat tangan Mas Bagas, kemudian beliau mengucapkan ijab.

"Ananda Bagas Permana, bin Baskoro. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau, dengan Anisa Larasati binti Syamsul Prakoso, dengan mas kawin cincin berlian 5 karat tunai." Papa mengucapkan lafal ijab, kemudian di susul ucapan kobul, oleh Mas Bagas.

"Saya terima Nikah dan Ka ..."

"Tunggu," ucap Pak Danu, menghentikan acara ijab kobul Ia merupakan salah seorang tangan kanan Papa, yang telah kuminta bantuan.

Bersambung ...

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Agunk Putra
berbelit belit banget sih kaya kunyuk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status