"Rencana, apa Non? Bapak jadi takut, apalagi Pak Syamsul tidak boleh tahu." Pak Danu bertanya padaku, tentang rencanaku itu.
Aku pun memberitahu, Pak Danu sedetail mungkin, semua yang menjadi rencanaku. Pak Danu mendengarkan, sambil manggut-manggut tanda mengerti. Setelah aku beritahu semuanya, Pak Danu pun menyetujui rencanaku dan akan membantuku.
"Oh, jadi begitu, ya Non. Baiklah, Bapak bersedia membantumu, walaupun harus tanpa sepengetahuan Papamu." ucap Pak Danu.
"Terima kasih, Pak, saya sangat bersyukur, kalau Bapak mau bantu saya." sahutku.
"Iya sama-sama, Non," ujarnya
"Ya sudah, saya permisi dulu ya Pak! Saya takut mengganggu kerjaannya, nanti Bapak di marahin Papa, gara-gara saya." Aku pamit, kepada Pak Danu karena sudah cukup lama aku di sana. Takut mengganggu kerjaannya juga.
"Assalamualaikum," ucapku, setelah mencium punggung tangannya Pak Danu.
"Waalaikumsalam, hati-hati ya, Non." sahutnya.
Aku pun segera pergi, dari ruangannya Pak Danu menuju parkiran. Untung Papa sedang tidak ada di kantor, ia sedang ada miring di luar kantor. Sehingga ia tidak tahu aku menemui Pak Danu.
*****
Satu bulan telah berlalu, dari kejadian yang membuatku syok, saat di kantor waktu itu. Saat ini keluargaku, sedang sibuk-sibuknya, untuk mempersiapkan hari esok. Hari dimana acara sakral akan dilakukan, yaitu acara pernikahanku, dengan Mas Bagas.Sanak-saudara dan handai taulan pun datang, untuk menyaksikanku menjadi seorang pengantin. Dari semenjak seminggu ini, aku dipingit. Aku tidak diperbolehkan kemana-mana, hanya berdiam diri di rumah.
Aku pun turun, dan melangkah dengan anggun, untuk menuju tempat ijab kobul. Disana, sudah terdapat Mas Bagas, beserta keluarganya berada. Begitupun dengan keluargaku, serta para tamu undangan, yang meliputi para koleganya Papa.
"Masya Allah, cantiknya!" Aku mendengar mereka memuji kecantikanku, semua merasa terpukau, karena aku tidak lagi menggunakan kaca mata tebal seperti biasa.
"Anisa! Apa benar kamu ini Anisa?" Ratna bertanya kepadaku. Ia pun seperti tidak mengenaliku.
"Iya, Ratna, aku ini Anisa ... temanmu! Masa iya, kamu enggak ngenalin aku. Padahal, kita 'kan udah sahabatan sejak SMP," kataku. Aku, menghentikan langkahku, di hadapan Ratna dan menjawab pertanyaan darinya. Setelah itu aku kembali berjalan, untuk menghampiri tempat ijab kobul tersebut.
Mata Mas Bagas pun tidak berkedip, terus saja melihat ke arahku. Membuat aku risih, saat diperhatikan olehnya. Beda dengan dulu sebelum aku tahu, kalau cintanya itu palsu. Aku akan tersipu malu dan jantung ini berdetak kencang, saat dilihat seperti itu oleh Mas Bagas. Walaupun aku tahu, kalau dia adalah wanita ular. Tetapi aku harus tetap menjaga sopan santunku, apalagi aku sekarang sedang menjadi pusat perhatian. Aku tidak boleh berbuat semauku. tidak mau, jika mereka semua mengecap, aku seorang wanita yang kasar, dan temperamen.
"Ya ampun Nis, kamu cantik banget. Aku pangling banget liat kamu," ujarnya.
"Terima kasih, ya Rat. Tapi Maaf, nanti lagi ngobrolnya, soalnya acaranya akan segera di mulai." Aku mengakhiri pembicaraan, antara aku dan Ratna.
"Iya, Nis, silakan. Semoga lancar ya, acara pernikahannya dan menjadi keluarga samawa." ucap Ratna lagi.
Ia pun mendoakan pernikahanku, supaya berjalan lancar dan menjadi keluarga yang samawa. Tapi aku tahu, ucapannya itu bukan dari dalam sanubarinya. Justru ia ingin, membuat hudupku berantakan.
"Terima kasih, doanya, Ratna," ujarku.
Setelah selesai berbicara, dengan Ratna. Aku pun kembali melangkahkan kaki, menuju tempat dimana acara ijab kobul akan dilaksanakan. Jujur aku sebenarnya ingin menyumpal mulut Ratna, saat bicara tadi. Tetapi hari ini, aku harus menjadi Anisa yang anggun.
*****
Sesampainya di tempat ijab kobul, aku tidak segera duduk, tetapi aku mengedarkan pandangan terlebih dulu ke semua penjuru hotel. Aku ingin tahu, keadaannya yang sebenarnya. Apakah semuanya telah sesuai, dengan apa yang aku inginkan, atau belum.
Ternyata, para tamu undangan pun telah hadir, termasuk semua relasinya Papa. Tetapi, ada satu orang, yang mencuri perhatianku. Ia berada di antara para tamu undangan tersebut.
'Lho kok, ada dia! Padahal aku kan tidak mengundangnya,' gumamku. Aku merasa heran saat aku melihatnya, ternyata ia pun sedang menatapku. Sehingga, kontak mata pun tidak bisa dihindari. Aku pun memalingkan wajahku karena tidak mampu, mengalahkan pandangan matanyanya yang tajam.
"Nis, ada apa? Kok, malah bengong aja. Ayo, duduk dong, sayang!" Tante Marina menegurku. Ia mengingatkanku, supaya aku segera duduk.
"Sayang, ada apa? Kamu sedang mencari siapa? Kok celingukan begitu?" tanya Mas Bagas.
"Gak lagi mencari siapa-siapa, kok, Mas. Aku cuma penasaran aja, mau melihat siapa saja yang hadir, di acara kita ini." sahutku.
"Mas. Rupanya banyak juga, ya Mas, yang datang di acara kita ini. Bahkan, semuanya juga sudah bersiap, mereka ingin segera menyaksikan acara sakral kita. Bahkan, hampir semua tamu undangan sudah pada datang." timpalku lagi. Aku berkata bohong kepada Mas Bagas, supaya Mas Bagas tidak menaruh curiga padaku.
"Oh, begitu. Ya sudah, sekarang, kamu duduk ya, Sayang! Sini dekat Mas," ucap Mas Bagas, sambil menepuk sofa disampingnya.
Kalau saja, aku bukan sedang bersandiwara. Sudah pasti, aku tidak mau untuk duduk berdampingan, dengan si br*ngs*k Bagas. Ingin rasanya aku menampol mukanya, yang sok lugu itu.
Ia pintar sekali bersandiwara, sama persis dengan kekasih tercintanya, yaitu si Ratna.
Aku pun segera duduk mengikuti arahan dari Tante Marina, dan juga si Bagas."Nis, kamu cantik sekali. Kalau tahu, kamu secantik ini, tidak mungkin mas akan ...,"
"Akan apa, Mas?" tanyaku, kepada Mas Bagas karena dia menggantung ucapannya.
"Maksudnya, tidak akan selama ini, menunggu untuk menghalalkanmu." ucap Mas Bagas menggodaku.
"Jadi maksud, Mas, kalau aku jelek. Mas, akan menggantung pernikahannya, gitu!" sahutku sewot.
"Tidak gitu juga lah, Nis. Tadi itu, Mas, hanya ingin merayumu." ungkapnya.
Aku tidak menghiraukan ucapannya Mas Bagas. Justru kini aku malah kepikiran sama seseorang, yang tadi aku lihat, dan bersitatap dengannya.
'Kenapa bisa, si Manusia Harimau hadir di acara ini? Padahal, aku sudah meminta papa, supaya tidak mengundangnya. Tetapi kenyataannya, saat ini ia berada di sini. Ini semua pasti kerjaan Papa.' gumamku dalam hati.
Manusia Harimau adalah sebutanku, untuk rekan bisnis Papah yang bernama Andre. Walaupun ia rekan bisnis Papah, tetapi usianya masih sangat muda, ia baru saja berusia dua puluh delapan tahun. Cuma beda satu tahun denganku, tetapi ia telah menjadi orang besar di usia mudanya.
Aku tidak suka padanya karena ia selalu bilang, kalau aku anak manja. Aku anak Papa, yang tidakk bisa mandiri, tanpa bantuan Papa. Ia juga bilang, aku masih berada di bawah ketiak Papa. Padahal kenyataanya tidak seperti itu.
Papa bilang, "untuk siapa semua harta ini, kalau bukan untukmu. Papa bersusah payah banting tulang, demi untuk membahagiakanmu. Papa gak mau kamu terlalu mengutamakan karier, yang penting kamu segera berikan Papa cucu."
Makanya, aku bukannya tidak mau mencari uang sendiri, tetapi demi menjaga perasaan Papa. Aku hapus, semua keinginanku itu dan berusaha memberikan, apa yang diinginkan Papa. Tapi sayang, lelaki yang mau menikahiku, bukanlah orang yang tepat untukku.
*****
Acara pun akan segera digelar, pembawa acara meminta kepada semua yang hadir, supaya menempati kursi yang telah tersedia. Acara Pernikahan ini digelar, di ballroom hotel berbintang milik Papa.
"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh. Ibu-ibu, Bapak-bapak yang telah hadir di acara ini, dikarenakan kedua mempelai telah hadir di hadapan kita, mari kita langsung saja ke acara inti yaitu ijab kobul. Karena, Bapak Penghulu masih ada acara di tempat yang lain. Kepada Bapak Penghulu, silakan dimulai saja acaranya." sambutan dari Pembawa acara, meminta supaya ijab kobul segera dilaksanakan.
"Baik, terima kasih kepada Bapak pembawa acara. Assalamualaikum warrahmatullahi wabarokatuh. Kepada kedua mempelai, apakah kalian berdua sudah siap, untuk melakukan ijab kobul?" Pak Penghulu bertanya kepadaku dan juga Mas Bagas.
"Kami sudah siap, Pak!" Kami pun menjawabnya, hampir serempak.
"Alhamdulillah kalau begitu, mari semuanya kita saksikan ke acara inti kita, yaitu acara ijab kobul. Silakan, para saksi untuk maju kedepan!" perintah Pak Penghulu, sambil menyiapkan buku nikah untuk kami.
"Silakan, pak Syamsul, anda mulai mengucapkan ijab, seperti yang telah saya ajarkan tadi. Kemudian, nanti langsung di susul, oleh Nak Bagas, mengucapkan kobul. Ucapannya sama, seperti apa yang sudah Bapak ajarkan, kepada nak Bagas." ucap Pak penghulu, mempersilakan Papa dan Mas Bagas, untuk megucapkan ijab kobul.
"Kalian berdua sudah siap?" tanya Pak penghulu lagi.
"Siap Pak," jawab Papa.
"Saya juga sudah siap, Pak Penghulu." Mas Bagas pun menjawab, pertanyaan dari Pak penghulu.
"Baik kalau begitu, silakan Pak Syamsul, nanti di susul Nak Bagas, ya!" Pak penghulu mempersilakan Papa untuk memulai. Papa pun menjabat tangan Mas Bagas, kemudian beliau mengucapkan ijab.
"Ananda Bagas Permana, bin Baskoro. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau, dengan Anisa Larasati binti Syamsul Prakoso, dengan mas kawin cincin berlian 5 karat tunai." Papa mengucapkan lafal ijab, kemudian di susul ucapan kobul, oleh Mas Bagas.
"Saya terima Nikah dan Ka ..."
"Tunggu," ucap Pak Danu, menghentikan acara ijab kobul Ia merupakan salah seorang tangan kanan Papa, yang telah kuminta bantuan.
Bersambung ...
"Ada apa, Pak Danu?" tanya Papa heran. Raut muka Papa mengkerut, sebab ia tidak mengerti maksud Pak Danu, menghentikan acara ijab kobul tersebut."Maafkan saya, Pak Syamsul. Saya, tidak bermaksud apa-apa. Lebih baik, Bapak saksikan Vidio ini dulu, sebelum Bapak menyesal." Pak Danu meminta Papa, supaya melihat sebuah vidio terlebih dulu."Apa-apaan ini Pak Danu, maksud ucapan Bapak itu apa? Apa, yang akan di sesali oleh calon mertua saya, kalau pernikahannya berlangsung? Vidio apa, maksudnya Pak Danu, tolong jelaskan sama saya! Jangan malah membuat masalah, di acara sakral ini." Mas Bagas memberondong pertanyaan, kepada Pak Danu. Mas Bagas, kelihatannya sangat jengkel, mungkin karena merasa terganggu. Pak Danu, yang merupakan tangan kanan Papa, telah berani menghentikan ijab kobul tersebut. Membuat rencana, yang telah disusunnya beserta kekasihnya Ratna harus menunggu. Pak Danu pun kemudian melanjutkan
"Ya sudah, kalau begitu, ayo ungkap saja. Siapa sebenarnya, yang telah membikin vidio ini?" Mereka semua berteriak, seakan sudah tidak sabar mengetahui siapa sebenarnya yang melakukannya."Baiklah, sebenarnya, yang telah membikin vidio itu, adalah ... aku sendiri!" Aku mengakui, kalau akulah yang sebenarnya membuat vidio itu. Mereka yang hadir pun langsung melongo, seakan tidak percaya, dengan apa yang mereka dengar. Namun ada pula yang geleng-geleng kepala, serta menghujat Mas Bagas serta Ratna. Setelah apa yang aku utarakan, Mas Bagas dan Ratna malah saling pandang. Mereka mungkin tak percaya, dengan apa yang aku ucapkan. Mereka mungkin berpikir, dari mana aku mendapat Vidio, tentang mereka berdua."Baiklah, akan aku beritahu alasanya, bagaimana aku sampai membuat Vidio ini." Aku menghela napas terlebih dulu, kemudian melanjutkan ceritaku."Saat itu aku dat
"Ada apa, Anisa, sayang? Apa kamu sudah berubah pikiran?" tanya Mas Bagas.Mas Bagas, sudah kegeeran karena aku menghentikan mereka. Mas Bagas mengira, kalau aku menyuruh mereka berhenti karena aku telah berubah pikiran. I am sorry, Mas Bro, itu tidak akan pernah lagi terjadi padaku. Karena aku sudah tidak sudi jika harus terus bersama dengannya."Nisa, maafin semua kesalahan, Mas, ya! Mas, berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Mas, menyesal, Anisa. Jika kamu meminta kepada, Mas, supaya Mas memutuskan Ratna. Mas akan lakukan semua permintaanmu itu, Nisa. Asalkan kamu bisa kembali lagi kepada, Mas." Mas Bagas memelas meminta maaf kepadaku, kalau ternyata ia tidak mau putus denganku.Dia bahkan berkata, kalau dia rela meninggalkan Ratna hanya demi aku. Padahal dulu dia jelas-jelas menghinaku, di hadapan kekasihnya itu. Mas Bagas berharap, kalau aku akan memintanya kembali. Padahal, bermimpi kembali padanya pun, aku sudah tid
"Ya sudahlah, Mas, ayo kita pergi! Nggak ada gunanya lagi, kita berlama-lama disini. " Ratna mengajak Mas Bagas untuk pergi.Tetapi sebelum mereka benar-benar pergi, aku segera menyuruhnya untuk tetap di tempat semula. Aku masih belum selesai bicara, masih ada hal yang ingin aku sampaikan lagi kepada mereka."Tunggu, kalian jangan pergi dulu! Aku belum selesai bicara, dasar pasangan tidak tahu etika! Kalian, jangan pernah meninggalkan tempat ini, sebelum aku perintahkan! Kalian berdua paham?" tanyaku. Aku meminta mereka, supaya tetap di tempat. Karena aku masih ada pembicaraan yang belum selesai."Apalagi sih, Anisa? Bukannya tadi kamu, yang menyuruh kami untuk segera pergi? Kenapa sekarang kamu malah melarang kami pergi?" Ratna bertanya kepadaku, ia juga malah membalikan semua ucapanku.Ratna, sekarang berubah menjadi sangat sinis, jika sedang berbicara denganku. Sangat berbeda dari biasanya, dulu ia selalu lemah lembut dala
"Kenapa kamu bilang begitu, Anisa? Apa kamu tidak menyukaiku? Padahal aku ini pria baik-baik lho, Nia. Berbeda sekali dengan mantan pacarmu tadi," ujar Mas Andre."Iya, Nis, kenapa kamu menolak Nak Andre? Apa alasan kamu menolak dia?" tanya Papa."Karena Mas Andre galak, Pah. Pasti kalau nanti kami sampai menikah, setiap hari aku akan dikasarin terus sama dia, Pah! Makanya, Anisa nggak mau nikah sama, Mas Andre. Pah, nggak usah dilanjut ya nikahnya! Biar nanti, Anisa sendiri yang mencari calon suami buat Anisa." Aku menolak keinginan Papa, aku pun meminta Papa, supaya membatalkan niatnya itu.Aku tidak mau, kalau sampai nanti setelah menikah. Rumah tangga kami berdua, hanya akan dihiasi dengan pertengkaran. Karena tidak didasari rasa cinta, yang tumbuh di dalam hati sanubari kami berdua."Anisa, sudah sejak lama Papa mau menjodohkanmu dengan Nak Andre, tetapi waktu itu kamu bilang sudah ada, Bagas. Makanya, Papa menurut
"Sah ...," ucap mereka serempak."Alhamdulillah," ucap Pak Penghulu. Kemudian, beliau melanjutkannya, dengan doa.Setelah itu, Mas Andre membaca sighat taklik pernikahan. Kemudian dilanjutkan dengan acara yang lainnya, serta di susul dengan acara resepsi pernikahan. Alhamdulillah, acara pernikahanku pun berlangsung khidmat dan lancar. Rupanya, mas kawin yang diberikan Mas Andre kepadaku. Tadinya untuk kado untukku, tetapi sekarang ia alih fungsikan, dengan menjadikan sebagai mas kawin untukku. Acara resepsi pernikahan, yang digelar pun dengan begitu mewah dan meriah. Walaupun kini berganti mempelai pria, tetapi semuanya tetap berjalan dengan lancar."Bu Anisa, Pak Andre selamat ya. Semoga kalian berdua, menjadi keluarga yang samawa." Mirna, mengucapkan selamat, kepadaku, saat acara resepsi berlangsung."Iya, Mirna, terima kasih ya," sahutku."Iya, Bu. Maafkan saya ya, Bu! Karena, saya telah menutupi kejahat
Saking capeknya, sehingga rasa kantuk datang begitu cepat. Tidak terasa aku pun terlelap, walaupun hanya tidur di sofa.Saat dalam tidur, aku bermimpi. Aku bertemu dengan seorang pangeran berkuda. Ia menjadikanku istrinya, aku diperlakukan seperti seorang putri raja. Ia begitu lembut, memperlakukanku. Sang Pangeran, meletakkanku ke atas kasur, yang sangat empuk dan juga indah . Ia pun mengecup keningku, hati ini merasa bahagia mendapat perlakuan romantis dari sang pangeran. Berbeda sekali, dengan kenyataannya. Aku, malah bersuamikan Mas Andre, yang menurutku paling jutek di dunia. Dia tidak memberikan keromantisan untukku, seperti yang Pangeran kakukan dalam mimpiku.*****"Aa ... aa ... a," jeritku, saat aku membuka mata saking kagetnya.Bugh!"Aduh," kataku. Aku mengaduh, saat sebuah bantal
"Maaf ya, Mas, kalau membuatku menunggu lama," sahutku.Kemudian, kami pun shalat subuh berjamaah. Ternyata, Papa memang tidak salah dalam memilihkanku suami. Ia, seorang yang taat akan agamanya, walaupun sifatnya selalu jutek padaku. Mungkin semuanya ini butuh proses untuk kami, supaya kami bisa menjadi suami istri yang romantis. *****"Mas, aku izin sama kamu, aku mau pergi ke kamar Papa dulu ya! Aku mau bangunin Papa, barangkali saja Papa masih tidur karena kecapekan." Aku meminta izin kepada Mas Andre untuk membangunkan Papa."Nisa, kenapa kamu mesti nyamperin ke kamar, Papa? Kenapa, nggak bangunin Papa lewat telepon aja? Kamu mah segalanya di bikin ribet," ucap Mas Andre, ia juga bertanya alasannya kenapa aku mesti nyamperin Papa kekamarnya."Nggak, Mas, lebih baik aku s