Share

BAB 2

last update Last Updated: 2022-02-15 13:31:21

"Iya, dong sayang. Si Anisa memang harus digituin, tidak selamanya uang, dapat membeli segalanya. Termasuk cintanya, Mas," sahut Mas Bagas lagi.

"Betul, Mas, yang penting kita sebentar lagi, akan mendapatkan apa yang kita mau. Setelah kamu berhasil menikahi si Anisa, kamu kuras harta benda Papanya. Kamu ganti semuanya, dengan atas nama kamu." Cerocos Ratna.

"Iya, sayang, iya. Kamu tenang aja, semua skenariomu, Mas sudah hapal diluar kepala." Mas Bagas menyahuti ucapan Ratna, sembari tangannya tidak diam. Menggasak semua aset, yang ada di tubuh Ratna.

Setelah berkata seperti itu, mereka pun tertawa bersama, seolah apa yang sedang mereka bicarakan adalah lelucon semata. Mereka sepertinya sangat menikmati, dengan apa yang sedang mereka bahas.

Ternyata, mereka berdua merupakan pasangan kekasih, yang dengan sengaja melakukan hal ini. Demi untuk menggerogoti harta Papaku.

'Dasar sahabat, dan pacar benalu. Seenaknya saja kalian ingin hidup enak, tanpa mau bersusah payah. Kalian pikir dengan melakukan jalan pintas, kalian akan hidup bahagia?' geramku.

"Jujur ya, Mas, aku tuh sebenarnya takut. Takut kalau kamu bakal jatuh cinta, sama Anisa. Sebab si Anisa itu sebenarnya cantik, namun ia tidak pandai merawat diri." Ratna berbicara, kepada Mas Bagas.

Ratna, mengungkapkan semua isi hatinya, kepada kekasihnya itu. Rupanya ia memiliki  ketakutan, jika Mas Bagas akan jatuh hati padaku.

"Tidak bakalan lah, sayang. Mas mau nikahin si Anisa,  juga buat nyenengin kamu. Jika nanti  Mas jadi nikah sama dia, otomatis Mas bakal jadi menantunya Pak Syamsul. Setelah itu, Mas akan minta sama Anisa, supaya Papanya  naikin jabatan lagi." terang Mas Bagas.

"Syukur-syukur, kalau nanti, Mas bisa dikasih wewenang, buat memimpin perusahaan. Itu adalah impian, Mas selama ini, sayang.  Setelah semuanya terpenuhi, Mas akan lebih gampang, buat menguasai semua harta keluarganya," imbuh Mas Bagas lagi.

Mas Bagas berkhayal, kalau Papa akan memintanya memimpin perusahaan. Jangan berharapbanyak, kamu Mas. Apalagi sudah ketahuan seperti ini.

"Iya sih, Mas. Cuma aku khawatir saja, kalau sampai kamu kebablasan cinta sama dia." ujar Ratna lagi.

"Kamu tenang saja, jangan khawatir. Cintaku hanya terpatri untukmu," ungkap Mas Bagas, setelah bercerita panjang lebar.

Ia merangkai skenario, di dalam khayalannya. Semua ucapannya membuat hatiku terluka, saat mendengarnya.

"Ok deh, Mas, kalau memang seperti itu. Aku setuju saja, dengan semua keputusanmu itu. Silakan, Mas menikahi Anisa, aku merestuinya!" Ratna akhirnya menyetujui, dengan keputusan Mas Bagas tersebut.

'Semuanya, tidak akan semudah yang dipikirkan. Mas bro! Aku akan menggagalkan semua rencana jahat kalian. Aku akan membuat kalian membayar, apa yang telah kalian lakukan padaku selama ini.' gumamku dalam hati.

"Gitu dong sayang, lagian kamu ini aneh. Bukankah semua ini, adalah rencanamu? Hingga kamu tega mengorbankanku, supaya mau mendekati si kacamata tebal itu! Kini, setelah selangkah lagi sampai tujuan, kok kamu malah seperti ini sih?" tanya Mas Bagas, kepada Ratna, sambil mencubit kedua pipi Ratna. Sepertinya, ia sangat gemas dengan perempuannya itu. Mas Bagas pun kembali mengecup bibir Ratna, malah kelihatannya semakin mesra.

Kini aku tahu, apa motif Ratna sebenarnya. Ia memperkenalkanku dengan Mas Bagas, yang ternyata adalah kekasihnya. Mereka berdua rupanya bersekongkol, hanya ingin menguasai harta keluargaku saja.

'Namun sayang, Mas. Semua itu tidak akan pernah terjadi, setelah apa yang kudengar dan kulihat barusan. Semuanya itu, telah membukakan mata dan telingaku, yang buta dan tuli karena cinta.' Aku bergumam dalam hati, merasa  kecewa karena telah salah memilih pasangan.

Ternyata, aku berada di depan ruangan Mas Bagas lumayan lama,  hampir dua puluh menit. Untung saja, tidak ada orang, yang melewati ruangan tersebut. Sehingga, saat aku berada di depan pintu Mas Bagas, tidak Ada yang mengetahui, kecuali satu orang, yaitu Mirna. 

Jika saja ada yang lewat, aku pasti sudah ketahuan. Memang pada dasarnya, orang yang berbuat jahat tidak akan selamanya berjaya. Seperti Mas Bagas, dan Ratna ini.

Dengan kecerobohan mereka berdua, saat tidak menutup pintu dengan benar. Membuatku menjadi tahu, dengan kebusukan mereka berdua

Kecerobohan mereka, kini membuatku menjadi memiliki barang bukti, atas ketidak setiaan calon suamiku, beserta temanku itu. Aku sangat bersyukur, karena sebelum semuanya terjadi. Aku telah dibukakan mata telingaku.

Ada manfaatnya juga, aku tidak menelpon Mirna terlebih dulu, sebelum aku akan datang ke kantor. Jika tadi aku menelponnya, pasti semua ini, tidak akan pernah aku saksikan dan aku tidak mengetahui semuanya. Akupun tidak akan memiliki bukti, atas semua perbuatan mereka.

'Lihat saja Mas, apa yang bisa aku lakukan, sama kalian berdua.' Aku berkata dalam hati.

Setelah itu aku pun segera pergi, sambil kembali membawa paper bag yang berisi makanan kesukaan Mas Bagas. Sesampainya ke meja Mirna, aku menghentikan langkahku.

"Mirna, makanan ini untukmu saja. Tapi awas ya, jangan sampai Mas Bagas atau Ratna tau kalau aku hari ini datang ke sini. Jika sampai  bocor, aku gak akan segan-segan, menyuruh Papa, supaya beliau mecat kamu! Camkan itu, Mirna!" Aku_berkata, sambil memberikan paper bag yang berisi makanan.

Untung saja, ruangan Mas Bagas dan Mirna berada di pojok dan terpencil. Jadi lumayan jauh, dari tempat karyawan yang lain. Makanan yang aku beli buat Mas Bagas pun, aku pakai buat menyogok dan mengancam Mirna, supaya ia tidak bilang sama siapa pun kalau aku datang ke kantor.

"Baik Bu," ucapnya. Mirna pun menerima paper bag dariku, dengan tangan gemetar. Rupanya, ia takut dengan ancamanku, sehingga Mirna menyetujui apa yang aku minta. Setelah itu aku bergegas pergi dari kantor tersebut

****

"Pak Danu, ada yang mesti saya bicarakan dengan Bapak." kataku, setelah sampai di kantor pusat Papa dan menemui Pak Danu. Pak Danu, merupakan orang kepercayaannya Papa, atau bahasa kerennya, tangan kanan Papa

"Ada apa, Non Nisa?" tanya Pak Danu.

"Jadi, begini Pak. Saya sedang butuh bantuan dari Bapak untuk melancarkan rencana saya. Tapi saya minta, supaya Papa jangan sampai tau." punya ku, kepada Pak Danu.

"Rencana, apa Non? Bapak jadi takut, apalagi Pak Syamsul tidak boleh tahu." Pak Danu bertanya padaku, tentang rencanaku itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KEJUTAN UNTUK HARI PERNIKAHAN   Bab 163. TAMAT

    "Iya, Nis, aku belum kebeli kasur bayinya. Soalnya, kamu tau sendiri keadaan ekonomiku sekarang ini. Mas Bagas saja bekerjanya baru sebulan, itupun karena dibantu oleh suamimu. Makanya, aku belum ada uang buat membeli perlengkapan anakku. Pakaiannya saja, kebanyakan dari kado teman-teman, serta saudaraku." Ratna panjang lebar menceritakan, tentang keadaannya."Ya sudah, insya Allah nanti aku belikan, buat anakmu ya! Kalau saja aku tau kamu belum punya kasur bayi, tadi pasti aku belikan sekalian." Aku berjanji akan membelikan kasur bayi, buat anaknya Ratna."Terima kasih, ya Nis, kamu memang terbaik. Menyesal, aku telah menyia-nyiakanmu, bahkan telah mengkhianatimu." Ratna menyesali, tentang apa yang telah dia lakukan dulu kepadaku."Iya sama sama, Ratna. Ya sudah, Ratna, maaf ya aku nggak bisa lama-lama, soalnya ini sudah malam. Ini aku bawain kado buat anakmu, semoga kamu suka. Aku permisi ya, assalamualaikum," ucapku pamit.Kami pun pamit, kepada Bu Ani dan juga Ratna. Setelah itu

  • KEJUTAN UNTUK HARI PERNIKAHAN   162

    "Baik, Non. Terima kasih," ucap Bi Ijah."Baiklah, kami pergi cari kado dulu ya. Kalian tunggu di sini, kalau memang tidak mau ikut," pamitku.Aku pamit, serta meminta mereka untuk menungguku. Setelah itu, aku dan Mas Andre pun pergi dari hadapan asisten serta keponakanku. Kami pergi dari resto, yang ada di swalayan ini. Aku dan Mas Bagas, pergi menuju tempat perlengkapan bayi. Aku pun memilih salah satu yang sekiranya cocok untuk aku jadikan kado untuk anaknya Ratna dan Mas Bagas. Setelah menemukan apa yang sesuai, aku segera membayarnya. Aku juga meminta untuk sekalian dibungkusnya dengan kertas kado. Setelah kado untuk anak Ratna selesai di bungkus, kami berdua pun kembali ke tempat Gio dan juga para asistenku berada. Ternyata mereka telah selesai makan dan sedang menunggu kedatangan kami."Tante, Om, kalian sudah sekesai mencari kadonya?" tanya Gio."Sudah, Gio. Bagaimana? Apa kalian juga sudah selesai makannya," tanyaku."Sudah, Tan. Gio, sudah kekenyangan ini," sahut Gio.Gio

  • KEJUTAN UNTUK HARI PERNIKAHAN   Bab 161

    "Waw, ini kamarnya lebih bagus, dari kamar Gio yang kemarin, Om. Terima kasih, ya Om Andre, Tante Anisa, kalian berdua memang is the best." Gio begitu senang, saat melihat kamar baru untuknya."Syukurlah, kalau Gio menyukai kamarnya," ucapku."Iya, Tante, Gio seneng banget," sahutnya.Setelah itu, aku membantu Gio membereskan pakaiannya. Aku memasukan baju Gio ke lemari pakaian, yang ada di kamar itu. Sedangkan, Mas Andre membantu membereskan perabotan dari rumah lamanya, yang akan disimpan di rumah ini. Sedangkan, sebagian perabotannya akan disimpan di apartemen. Seusai membereskan pakaian Gio, aku mengajak Gio makan, kebetulan aku telah memesan makanan. Karena aku kasihan, jika harus menyuruh Bi Ijah dan Bi Asih, buat memasak. Sepertinya mereka juga kecapean, setelah membantu pindahan tadi. Jadi biar kali ini aku memesan masakan dari rumah makan padang untuk makan kami semua."Gio, ayo kita makan dulu," ajakku."Iya, Tan," sahut Gio."Mas, ayo kita makan dulu," ajakku, saat melewa

  • KEJUTAN UNTUK HARI PERNIKAHAN   Bab 160

    "Iya, Den," sahut Bi Asih serta Bi Ijah serempak."Bibi, sini," ajakku.Mereka berdua pun menghampiriku, sedangkan Bi Asih datang menghimpiriku, sambil menarik kopernya."Non, banyak betul orang yang mengangkut barangnya ya." Bi Ijah berkomentar, tentang pengangkut barang."Iya, Bi, Mas Andre bilang, supaya barangnya cepet selesai diangkutnya. Kalau barangnya sudah selesai diangkut, rumahnya mau sekalian dibersihkan, serta dirapikan sama mereka. Soalnya lusa Mas Wira dan keluarganya akan datang untuk menempatinya." Aku menjelaskan kepada Bi Ijah, alasan Mas Andre sampai meminta banyak orang untuk mengangkut barangnya tersebut."Oh, jadi begitu, ya Non," sahut Bi Ijah.Ia baru mengerti, dengan apa yang aku sampaikan."Iya, Bi, seperti itu," sahutku."Pasti rumah ini di kontraknya mahal ya, Non? Soalnya rumahnya saja semewah dan sebesar ini," tanya Bi Asih.Ia menanyakan soal harga sewa rumah orang tua Mas Andre tersebut."Lumayanlah, Bi, buat tabungannya Gio. Mas Wira, mengontak rumah

  • KEJUTAN UNTUK HARI PERNIKAHAN   Bab 159

    "Iya, Om, Gio ikut sama Om Andre saja. Biarkan rumah ini, di tempatin sama Om Wira," sahut Gio, ia menyetujui ajakan Mas Andre.Rumah peninggalan orang tua Mas Andre ini, sudah ada yang mengontrak. Rumah ini di kontrak oleh Mas Wira, ia merupakan rekan kerja Mas Andre. Sedangkan Gio akan di bawa oleh kami, ke Rumah tempat tinggal kami. Karena selain Gio sebatangkara, Gio juga sekarang merupakan anak angkatku."Den, kalau rumah ini, sudah ada yang mengontrak, terus Den Gio dibawa Den Andre, berarti Bibi sekarang sudah tidak dibutuhkan lagi, ya Den. Berarti Bibi harus pulang kampung," ucap Bi Asih."Bi Asih, Bibi tidak perlu khawatir. Biarpun rumah ini sudah ada yang ngontrak, serta Gio dibawa ke rumahku. Bibi tetap boleh bekerja denganku kok, Bibi Asih nanti bisa membantu pekerjaan Bi Ijah di rumahku. Apalagi nanti Anisa mau lahiran, pasti Bi Ijah kerepotan, kalau bekerja sendiri. Jadi Bi Asih bisa bekerja di rumahku bersama dengan Bi ijah, Bibi mau kan bekerja denganku? Biar nanti k

  • KEJUTAN UNTUK HARI PERNIKAHAN   Bab 158

    "Gio sayang, kamu yang sabar ya. Kamu harus ikhlas, dengan apapun yang terjadi. Gio jangan sedih, masih ada Om dan Tante, yang akan merawat serta menyayangi Gio." Mas Andre menenangkan Gio, serta memeluknya erat."Ya sudah, lebih baik sekarang kita pergi ke tempat kejadian, atau langsung ke rumah sakit." Papa memberi saran, supaya kami segera melihat keadaan Mbak Maya."Kita langsung ke rumah sakit saja, Pah. Tadi, polisinya bilang, mereka sudah langsung di bawa ke rumah sakit umum empat lima." Mas Andre memberitahu, rumah sakit tempat Mbak Maya berada. Kami semua pergi, menuju rumah sakit umum empat lima untuk mengurus jenazahnya Mbak Maya. Sepanjang perjalanan, Gio terus menangis. Aku pun sudah mencoba menbujuknya, tetapi tetap saja ya menangis. Sesampainya ke rumah sakit, kami menuju tempat resepsionis rumah sakit. Kami, menanyakan keberadaan Mbak Maya, yang korban kecelakaan tadi. Setelah, mendapatkan informasi, kami segera menuju ruangan, yang di tunjuk oleh resepsionis tadi.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status