Share

Rumah Bibi Lucy

“Naomi, ya Tuhan kau sudah sebesar ini. Apa yang kau lakukan di sini?” tanya seorang wanita berusia sekitar enam puluhan.

“Maaf, apa aku mengenalmu?” Naomi bertanya dengan hati-hati, sambil ekor matanya sesekali menatap Ravena di sisinya.

“Aku Lucy, bibimu. Aku adik ibumu, kau lupa?” ucapnya lagi.

Naomi menunjukkan wajah berpikir sebelum mulutnya mengembang membentuk huruf O yang besar.

“Bibi Lucy! Astaga, aku tidak percaya bisa bertemu denganmu di sini” Naomi yang sudah menemukan kembali ingatannya, dengan cepat menghambur dalam pelukan wanita tua itu.

“Dia siapa?” bibi Lucy menunjuk Ravena yang tampak canggung dengan sudut matanya

“Oh, iya. Kenalkan dia… “

“Aku temannya, Ravena” Ravena memotong cepat ucapan Naomi sembari membungkuk hormat.

Bibi Lucy mengangguk sebelum membawa kedua gadis itu ke sebuah kedai terdekat.

“Aku senang sekali bertemu anggota keluargaku di sini. Terakhir kali kita bertemu itu sudah lama sekali, kan? Aku sampai hampir lupa karena penampilan bibi yang sekarang sangat jauh berbeda” Naomi yang pertama kali membuka percakapan.

“Aku sudah dua puluh tahun berada di sini” jawabnya, ada binar kebahagiaan di wajah wanita tua itu saat menatap Naomi telah tumbuh dengan baik.

“Sungguh? Apa yang bibi lakukan di sini? Atau bibi ikut suami bibi yang memang penduduk asli Helion?” bibi Lucy menggeleng sembari tersenyum mendengar rentetan pertanyaan dari keponakannya itu.

“Aku bekerja sebagai pengasuh di kerajaan” jawabnya jujur, dan sepertinya orang-orang di sana pun mengenal bibi Lucy. Itu terlihat dari bagaimana cara mereka menyapa, bahkan menyajikan makanan untuk wanita itu.

“Hebat! Sepertinya keluarga kita memang ditakdirkan untuk menjadi bagian dari kerajaan”

“Mungkin benar. Kau sendiri, kenapa bisa ada di sini? Bukankah orang tuamu ada di Eldham dan menjadi abdi kerajaan Feyre?” bibi Lucy bertanya lagi.

“Ceritanya sangat panjang, bi. Nanti aku ceritakan kalau perutku sudah kenyang, hehe” jawabnya sebelum melahap pangsit rebus di hadapannya.

“Baiklah, kalian makanlah” bibi Lucy menatap Naomi dan Ravena bergantian dengan wajah teduhnya.

Setelah menyelesaikan makan malam, bibi Lucy membawa kedua gadis itu ke rumahnya, dan menawarkan pada mereka untuk tinggal di sana. Meskipun awalnya agak sungkan, namun akhirnya mereka setuju. 

Semua hal yang ada di sana bernilai tinggi. Sedangkan Ravena tidak punya cukup uang untuk menyewa rumah untuk waktu yang lama. Dia hanya membawa beberapa baju, makanan dan uang yang tidak banyak saat kabur. Saat itu dirinya hanya berpikir bagaimana caranya bisa pergi dari istana secepat mungkin.

“Kalian tinggal saja di sini. Harga rumah di sini berkali lipat lebih mahal dari Feyre, jadi lebih baik kalian simpan saja uang kalian untuk kebutuhan sehari-hari. Lagipula aku jarang sekali pulang, hanya sesekali saja untuk membersihkan” bibi Lucy berbicara dengan hangat, tersenyum dan bergantian menatap Ravena dan Naomi.

“Sungguh? Sebenarnya kami memang kekurangan uang, tapi kami janji akan bekerja dan membayar sewa” ucap Ravena, sejujurnya dia merasa canggung untuk tinggal secara cuma-Cuma, apalagi dia baru kali ini bertemu dengan wanita itu.

Bagaimanapun, rumah itu terlihat sangat layak dan terawat. Setidaknya ada tiga kamar tidur, dua kamar mandi, ruang tamu, ruang tengah, dapur dan juga balkon. Dinding yang dicat putih dengan beberapa gantungan klasik berwarna cokelat berpadu cantik dengan lantai kayu jati. Perapian yang berada di tengah ruangan juga seolah menambah estetika rumah itu.

“Aku senang karena Naomi ada di sini sekarang, karena kau adalah temannya, kau boleh menganggapku sebagai bibimu juga. Bukankah sebagai keluarga tidak boleh perhitungan?” ujarnya ramah, di wajah tuanya, wanita itu terlihat sangat bijaksana dan juga elegan. Sama sekali tidak terlihat seperti seorang pengasuh.

“Dengan senang hati, bi. Terima kasih” Ravena tersenyum dan menggenggap tangan wanita itu.

“Tidak perlu sungkan. Ada tiga kamar di rumah ini, kamar depan adalah milikku. Dua kamar yang lain, kalian bisa atur sendiri” bibi Lucy berjalan mendahului keduanya untuk menunjukkan setiap sisi rumahnya.

“Begini, bi. Ada yang ingin kukatakan” bibi Lucy menaikkan sebelah alisnya mendengar ucapan Naomi yang terdengar ragu-ragu.

“Ada apa?” Naomi memandang Ravena sekilas seolah meminta persetujuan.

“Sebenarnya… itu…” Naomi meremas kedua telapak tangannya bergantian, sembari otaknya masih berpikir untuk mengatakannya itu atau tidak.

Bibi Lucy menatap seksama pada keponakannya. Melihat wajah kebingungan Naomi sekarang, sepertinya itu akan serius.

“Apa boleh aku mengatakannya?” Naomi berbisik di telinga Ravena, yang langsung dibalas dengan gelengan kepala dengan tegas.

“Ayolah” Naomi merengek lagi.

“Katakan saja” bibi Lucy masih menunggu dengan sabar.

“Sebenarnya Ravena ini, dia… bukan—“

Tok tok tok!

Ketiganya menoleh ke arah pintu saat mendengar suara ketukan itu, dan bibi Lucy dengan segera meninggalkan Ravena dan Naomi di ruang tengah untuk melihat siapa tamu yang datang.

Sementara Ravena dan Naomi memilih duduk di sofa di depan perapian sembari menunggu bibi Lucy kembali, sambil sesekali Naomi tampak merengek ingin memberitahu bibinya tentang kebenarannya. Namun Ravena kekeuh menolak. Baginya, semakin sedikit orang yang tahu tentangnya akan semakin baik. 

“Aku harus kembali ke istana, sebenarnya hari ini aku pulang hanya untuk mengambil barang. Tidak apa-apa kan kalau kutinggal?” suara bibi Lucy terdengar di belakang mereka yang sontak membuat keduanya menoleh.

DEG!

Ravena dan juga Naomi tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya saat mereka mengenali seorang pria yang berdiri di belakang bibi Lucy. Pria itu pun tak kalah terkejutnya dengan mereka berdua. Meskipun begitu, dia terlihat lebih pandai menyembunyikan ekspresinya.

“Kau?” Ravena menahan kalimatnya di tenggorokan, mata bahkan nyaris tidak berkedip.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status