“Astaga, kita bahkan baru istirahat sebentar” Naomi mendengus kesal, dan dirinya sudah siap naik ke atas kudanya sebelum Ravena memberi instruksi untuk tetap diam di tempat.
Dari jarak beberapa ratus meter, mereka mendengar beberapa langkah tapak kuda yang semakin mendekat. Benar saja, hanya dalam waktu kurang dari lima menit mereka sudah di kepung. Setidaknya ada sepuluh orang dengan masing-masing menunggangi kuda, dan mereka semua memakai baju yang sama.
“Katakan siapa kalian? Beraninya masuk ke wilayah Caligo secara diam-diam” Ravena mengamati salah satu penunggang kuda yang berbicara padanya.
“Apakah kalian penyusup? Atau gadis penjual diri?” pria lainnya menimpali.
“Apa katamu? Dasar tidak tahu sopan santun” Naomi hampir saja meledak kalau saja Ravena tidak segera menghentikannya, dia melirik dan memberi isyarat pada gadis itu untuk berhenti berbicara.
“Kami sedang melakukan perjalanan dan sedang beristirahat sebentar” ucap Ravena dengan tenang.
Setelah mengamati ke sepuluh orang yang mengepungnya, dia tahu itu bukan orang-orang yang memburunya. Mereka semua mengenakan baju cokelat yang sama dan terlihat seperti seragam militer.
Ravena berasumsi kalau mereka bukan, karena para pemburu yang mengejarnya selama ini selalu mengenakan baju serba hitam dan menggunakan penutup wajah. Meskipun begitu, Ravena harus tetap waspada.
“Benarkah? Apa buktinya?” Ravena diam sejenak lalu merogoh saku di gaun birunya untuk mengambil sebuah pelakat seukuran telapak tangan orang dewasa untuk ditunjukkan pada salah satu dari mereka.
“Kalian hendak pergi ke Helion?” orang pertama tadi kembali berbicara setelah dia mengenali benda yang dibawa oleh Ravena.
“Benar sekali, apa tempatnya masih jauh?” tanya Ravena dengan lembut khas bangsawan.
“Kalian telah berada di wilayah paling Selatan Caligo sekarang ini dan kami adalah tentara yang sedang bertugas menjaga pintu perbatasan”
“Kalau begitu, berapa lama lagi kami bisa tiba di kota?” Ravena bertanya lagi, sama sekali tidak takut saat dirinya menghadapi sepuluh pria berbadan besar itu.
“Kalau berangkat sekarang, kalian akan tiba saat matahari terbenam.”
“Terima kasih, kalau begitu kami akan melanjutkan perjalanan sekarang” Ravena menunduk sebentar untuk menunjukkan sopan santunnya.
“Tunggu!” Ravena menghentikan kegiatannya saat akan melepas ikat tali kudanya.
“Ada apa?”
“Jangan lupa untuk menunjukkan pelakat itu saat pemeriksaan di pintu gerbang utama, dengan begitu kalian baru bisa masuk ke kota” pria pertama tadi memberitahunya dengan ketenangan yang sama.
Nada suaranya juga melembut, sangat berbeda dengan saat pertama kali dia berbicara tadi.
“Baiklah, sekali lagi terima kasih” Ravena memberi kode pada Naomi untuk segera pergi dari tempat itu, meninggalkan orang-orang berkuda yang masih memandangi mereka di kejauhan.
Ravena tahu betul dirinya tidak akan mendapat masalah di Caligo selama memiliki pelakat itu. Dia mencurinya dari ruang baca ayahnya saat hendak pergi dari istana. Benda itu adalah pelakat yang dimiliki oleh raja-raja di seluruh dunia sebagai ‘kunci’ untuk masuk ke wilayah kerajaan Helion.
Mereka menunggangi kuda melewati hutan pinus yang lebat dan gelap meskipun matahari masih bersinar terang di atas sana. Jalanan yang tidak begitu curam itu memudahkan Hiber dan Shiver untuk berlari dengan kecepatan penuh. Kedua kuda itu harus memastikan sang putri dan Naomi tiba di gerbang masuk Helion sebelum malam.
“Tanda pengenal” empat orang penjaga lengkap dengan baju besinya menghentikan Ravena dan Naomi tepat saat mereka tiba di pintu gerbang utama Helion.
Keduanya turun dari kuda dengan penuh percaya diri. Ravena menarik tali kudanya di sisinya, sebelum berhenti tepat di depan empat orang yang sedang berjaga.
"Ini" gadis itu mengeluarkan pelakat dari saku gaunnya lalu menunjukkannya pada salah satu penjaga.
“Kalian datang dari Feyre?” Seorang penjaga mendekati Ravena dan mengamatinya dari atas ke bawah, lalu ke atas lagi.
“Benar” Ravena menjawab dengan tenang, tak menghiraukan saat rambut pirangnya yang panjang terbang tertiup angin.
“Ada keperluan apa kalian datang ke Helion?” tanyanya lagi.
“Itu adalah rahasia” Ravena masih menjaga ketenangannya.
“Bukankah dengan menunjukkan pelakat itu saja, seharusnya kami sudah bisa masuk?” sahut Naomi yang berdiri di belakang Ravena, wajahnya tampak lebih kesal dari Ravena.
Setelah mengonfirmasi keaslian plakat berwarna perak itu, akhirnya para penjaga membukakan gerbang dan mengijinkan Ravena serta Naomi masuk bersama dengan kudanya.
Pemandangan pertama yang mereka dapatkan saat pertama kali menginjakan kaki di kota adalah, Kemegahan! Kota itu terlihat sangat modern dan ramai. Banyak toko dan rumah yang dibangun besar-besar di sana.
“Aku tidak tahu kalau Helion akan seindah ini” ucap Naomi, matanya berbinar dan tanpa henti menelusuri setiap sudut kota yang terlihat sangat menarik.
“Kau senang?” Ravena pun tak kalah terpukau, mata birunya yang cerah memandang kagum pada semua hal mencolok yang ada di depannya.
“Tentu saja” gadis itu tersneyum sumringah, membuat kedua kelopak matanya tertutup sempurna.
Meskipun jauh di dalam lubuk hatinya, Naomi tetap cemas dan takut kalau suatu saat nanti Ravena mengetahui kebenarannya.
Tanpa Ravena sadari, Naomi merutuki dirinya sendiri. Harusnya tadi dia bilang 'tidak' saat Ravena mengatakan akan pergi ke Caligo. Mereka mungkin aman dari kejaran orang-orang suruhan ibu tiri dan adiknya, namun masa depan Ravena di Caligo terutama Helion lebih membuatnya was-was setengah mati.
“Sekarang kita harus cari tempat tinggal lebih dulu” Ravena mulai melihat-lihat penginapan di sekitar mereka.
“Benar, sebentar lagi hari mulai gelap. Hiber dan Shiver juga harus beristirahat.”
“Semoga saja uang kita cukup untuk mendapatkan tempat yang layak”
“Dimanapun tidak masalah asalkan bersamamu, nona” Ravena mengangguk mendengar persetujuan Naomi.
“Naomi, kau Naomi White, kan?” panggilan itu membuat Ravena dan juga Naomi menoleh ke arah sumber suara, kemudian saling menatap satu sama lain.
Seharusnya mereka tidak mengenal siapapun di sana, kan?
***
“Naomi, ya Tuhan kau sudah sebesar ini. Apa yang kau lakukan di sini?” tanya seorang wanita berusia sekitar enam puluhan.“Maaf, apa aku mengenalmu?” Naomi bertanya dengan hati-hati, sambil ekor matanya sesekali menatap Ravena di sisinya.“Aku Lucy, bibimu. Aku adik ibumu, kau lupa?” ucapnya lagi.Naomi menunjukkan wajah berpikir sebelum mulutnya mengembang membentuk huruf O yang besar.“Bibi Lucy! Astaga, aku tidak percaya bisa bertemu denganmu di sini” Naomi yang sudah menemukan kembali ingatannya, dengan cepat menghambur dalam pelukan wanita tua itu.“Dia siapa?” bibi Lucy menunjuk Ravena yang tampak canggung dengan sudut matanya“Oh, iya. Kenalkan dia… ““Aku temannya, Ravena” Ravena memotong cepat ucapan Naomi sembari membungkuk hormat.Bibi Lucy mengangguk sebelum membawa kedua gadis itu ke sebuah kedai terdekat.“Aku senang sekali bertemu anggota keluargaku di sini. Terakhir kali kita bertemu itu sudah lama sekali, kan? Aku sampai hampir lupa karena penampilan bibi yang sekaran
Pria itu menunduk sejenak sebagai bentuk sopan santun. Membuat bibi Lucy memandang mereka dengan penuh tanda tanya. 'Apakah mereka sudah saling mengenal?' Pikirnya. “Kau mengenalnya?” bibi Lucy bertanya pada Naomi sementara jarinya menunjuk pria itu. “Kami bertemu beberapa saat yang lalu” jawab Naomi jujur, yang langsung mendapat anggukan persetujuan dari pria jangkung di depannya. “Tuan ini adalah salah satu dari sepuluh tentara yang menunjukkan jalan menuju kota pada kami” Ravena melanjutkan, matanya masih belum lepas memandangi pria itu. Dia sudah berganti seragam. Kali ini pakaiannya terlihat lebih formal, stelan baju dan celana berwarna putih dengan campuran warna hitam di leher hingga dada, dilengkapi aksesoris khas kerajaan Helion berwarna emas di kedua pergelangan tangannya. Dia juga mengenakan topi yang memiliki warna serupa dengan seragamnya, yang dihiasi sekitar tiga hingga empat helai bulu angsa berwarna bi
“Memangnya kau apa kalau bukan manusia? Merpati? Sana, pergilah ke belakang dan temui temanmu” jawab Naomi asal, membuat Ravena tertawa terbahak-bahak.Ravena senang sekali menjahili gadis itu, karena Naomi memiliki sifat yang blak-blakan dan meledak-ledak, membuatnya mudah sekali untuk diprovokasi.Meski begitu, Naomi adalah orang paling setia yang pernah dia temui, bahkan melebihi keluarganya sendiri. Dia juga rela meninggalkan orang tuanya di Feyre demi kabur bersamanya.“Kenapa menatapku seperti itu?” Naomi bergidik ngeri saat tiba-tiba Ravena menatapnya dengan serius.“Terima kasih karena selalu berada di sisiku” Ravena mengatakannya dengan tulus, tangannya meraih tangan Naomi dan menggenggamnya erat.“Kau sudah mengatakannya seratus kali, tuan putri” Naomi memutar bola matanya, merasa jengah dengan ucapan Ravena yang diulang-ulang.‘Kenapa orang lain bisa begitu bai
Selain ayahnya, Noland adalah orang lain yang tahu tentang keadaannya. Sebagai calon penerus raja, dirinya diharuskan untuk menikah dan memiliki keturunan.Tentu saja itu adalah hal yang mustahil baginya, karena dia tidak akan pernah bisa menyentuh gadis manapun di dunia ini!"Menikah? cih!" pria itu tersenyum sinis.Lalu mengangkat gelas anggur merahnya dan bersulang dalam kesunyian dengan pemandangan di luar sebelum meneguk dan menyesapi sensasi rasa merlot favoritnya.“Pangeran Harvey, sebaiknya anda beristirahat, malam sudah semakin larut dan sepertinya besok akan menjadi hari yang panjang” Noland berusaha mengalihkan pembicaraan, tidak ingin sang pangeran semakin berlarut-larut dalam kesedihannya.Sebagai salah satu orang terdekat pangeran Harvey, dia tahu, sudah bertahun-tahun kutukan itu selalu menjadi mimpi buruk bagi sang pangeran. Dalam hati kecilnya, Noland merasa kasihan dengan nasib pria itu.“
“Jadi, kemana kita hari ini?” Senyum Naomi mengembang saat mereka sudah berada di halaman rumah bibi Lucy, bersiap untuk menjelajah Helion.“Bagaimana kalau kita mulai dengan membeli makanan, lalu beberapa pakaian?” ucap Ravena penuh minat.“Ide bagus!” Naomi melompat kegirangan bak anak kecil yang baru saja dibelikan permen.Mereka mulai keluar rumah dan berjalan-jalan. Menikmati setiap sudut keindahan Helion. Tidak salah kalau selama ini, orang selalu mengatakan kalau Helion adalah sumber kemakmuran. Karena pemadangan yang disuguhkan benar-benar luar biasa.“Semua hal yang ada di sini sungguh jauh berbeda dengan di Feyre, ya” Ravena berjalan dengan penuh kekaguman.Matanya bergerak liar menjelajahi toko-toko pakaian dan pernak pernik di balik dinding kaca yang berjajar rapi di sepanjang jalan, juga kedai-kedai yang menjual berbagai jenis makanan di sisi lainnya.Orang-orang d
“Apa yang kau lakukan di sini? Maksudku, di lingkungan kerajaan?” dalam sepersekian detik, Noland sudah berdiri di depannya.“Ah, aku tidak tahu kalau sudah berjalan sejauh ini” Ravena mengedarkan pandangannya untuk melihat ke sekeliling Helion yang mulai ramai.“Sepertinya kau cukup menyukai Helion.”“Tempat ini bagus dan sangat berbeda dari tempat tinggalku yang dulu. Apa itu terlihat aneh?” Noland menggeleng, menahan senyum atas pertanyaan gadis itu.“Sama sekali tidak, bukan hanya kau. Aku saja yang lahir dan besar di sini masih selalu takjub dengan keindahan Helion, apalagi kau” Ravena mengangguk setuju.Siapapun memang akan dengan mudah terpukau dan jatuh cinta dengan tempat seperti ini. Hampir tidak ada orang-orang yang terlantar di sini. Semua orang hidup dengan makmur dan bahagia.“Sepertinya raja kalian begitu baik dan bijaksana, hingga membuat semua
“Ravena, kau tahu apa yang sedang kau bicarakan?” bibi Lucy menekan kuat kedua bahu Ravena, berusaha membuat gadis itu sadar dari pikiran gilanya.“Aku serius, bi.”“Apa aku lupa bilang kalau kau sudah kuanggap seperti keponakanku sendiri sama seperti Naomi? Kalau aku saja tidak tega menyerahkan Naomi, bagaimana bisa aku melakukannya padamu?”Ravena melihat raut kekhawatiran di wajah tua bibi Lucy, hatinya tidak suka melihat wanita sebaik itu harus merasakan perasaan resah seperti itu.“Bagaimanapun juga, kau tetap harus melakukannya kan, bi. Karena bibi adalah seorang abdi kerajaan dan salah satu orang terdekat pangeran. Kalaupun sekarang Naomi yang berada di sini, mau tidak mau bibi juga akan membawanya pada pangeran.”Ravena mengelus lembut kedua punggung tangan bibi Lucy yang pucat dan keriput, mengusapnya lembut untuk menyalurkan kehangatan dari tangannya.“Kau sungg
Masa kini…Setelah melewati malam yang panjang bersama pangeran, sekarang Ravena tengah sibuk menenangkan Naomi yang ternyata mengetahui apa yang dilakukannya semalam. Dia sangat marah bahkan sampai berani memukul Noland di muka umum.Bersyukur Noland adalah jenis pria yang tenang dan tidak mudah terprovokasi, kalau tidak, mereka pasti sudah terlihat baku hantam sekarang ini.“Naomi, katakan apa maksudmu dengan pria biasa manapun tidak layak untukku?” Ravena menatap Naomi dengan tegas, menuntut jawaban yang memuaskan.“Itu… Aku hanya asal bicara saja tadi. Kau tahu sendiri bagaimana aku kalau sedang kesal” Naomi berusaha menghindari kontak mata dengan Ravena, khas sekali saat dirinya tengah menyembunyikan sesuatu.Tuan putri itu cerdas dan pandai membaca emosi seseorang. Akan berbahaya kalau dirinya ketahuan berbohong.“Bukan hanya sekali ini saja kau mengatakannya, jadi jujur saja