Home / Historical / KEMBALINYA SANG RATU / Bab 2: Di Antara Dua Dunia

Share

Bab 2: Di Antara Dua Dunia

Author: Oceania
last update Last Updated: 2024-11-18 11:26:59

Wakaaka duduk termenung di bawah pohon beringin tua di halaman istana. Cahaya rembulan memantulkan bayangannya yang memanjang di atas tanah. Pikirannya melayang jauh, mengingat kembali semua kejadian yang telah dialaminya. Ia merasa terjebak di antara dua dunia: dunia manusia yang penuh dengan tanggung jawab dan dunia magis yang penuh misteri. Dari atas bukit itu, ia memandang ke arah barat menjelang matahari terbenam.

Sebagai ratu, ia harus menjaga keseimbangan dan keharmonisan di pulau Buton. Namun, sebagai seorang wanita biasa, ia juga memiliki keinginan untuk memahami dirinya sendiri dan kekuatan magis yang dimilikinya. Konflik batin ini membuatnya terasa terombang-ambing.

"Apa yang harus kulakukan?" gumamnya lirih.

Tiba-tiba, ia mendengar suara lembut memanggil namanya. "Wakaaka, jangan terlalu bersantai."

Wakaaka menoleh ke arah suara itu. Seorang wanita tua dengan rambut putih panjang sedang berdiri di belakangnya. Wanita itu memiliki mata yang bersinar terang, seolah-olah menyimpan ribuan rahasia.

"Siapa Anda?" tanya Wakaaka penasaran.

"Aku adalah penjaga pengetahuan kuno," jawab wanita tua itu. "Aku telah mengamati dirimu sejak lama."

Wanita tua itu mengajak Wakaaka untuk melakukan perjalanan spiritual ke dalam dirinya sendiri. Dengan bantuan kekuatan magisnya, Wakaaka memasuki sebuah dunia yang sangat berbeda. Di dunia itu, ia melihat kembali kehidupan masa lalunya, dari saat ia dilahirkan hingga saat ia menjadi ratu. Ia juga melihat masa depan Pulau Buton, yang penuh dengan tantangan dan peluang.

Dalam perjalanan spiritualnya, Wakaaka bertemu dengan berbagai sosok, mulai dari leluhurnya hingga makhluk mistis. Mereka memberikan petunjuk dan nasehat kepadanya. Salah satu pesan yang paling berkesan adalah, "Kekuatanmu adalah anugerah, bukan beban. Gunakanlah untuk kebaikan, tapi jangan biarkan kekuatan itu mengendalikanmu."

Setelah perjalanan spiritual yang panjang dan melelahkan, Wakaaka akhirnya menemukan jawaban yang ia cari. Ia menyadari bahwa ia tidak perlu memilih antara tanggung jawabnya sebagai ratu dan keinginannya untuk mengetahui lebih banyak tentang dirinya. Keduanya dapat berjalan beriringan.

Kembali ke dunia nyata, Wakaaka merasa lebih tenang dan damai. Ia telah menemukan kekuatan dalam dirinya untuk menghadapi segala tantangan yang ada di depannya. Dengan penuh keyakinan, ia berdiri di hadapan rakyatnya dan mengumumkan bahwa ia akan memimpin Pulau Buton menuju masa depan yang lebih cerah.

Gempa bumi yang dahsyat telah mengguncang Pulau Buton, retakan-retakan besar menganga di tanah, dan ombak besar menerjang pantai. Wakaaka berdiri di puncak bukit, mengamati kerusakan yang terjadi dengan hati yang hancur. Ia tahu bahwa ini permulaan baru. Ia kembali terbayang pada peristiwa

Menurut para dukun tua, bencana ini merupakan tanda kebangkitan Naga Laut, makhluk mitos yang konon menghuni kedalaman laut dan memiliki kekuatan untuk menghancurkan dunia. Legenda mengatakan bahwa Naga Laut akan bangkit ketika keseimbangan alam terganggu dan kejahatan merajalela.

"Kita harus menghentikan Naga Laut sebelum terlambat," kata Wakaaka pada para penasihatnya. “Kumpulkan semua prajurit terbaik dan persiapkan diri untuk pertempuran.”

Dengan tekad yang bulat, Wakaaka memimpin pasukannya menuju laut dalam. Mereka membawa senjata tradisional dan jimat-jimat sakti. Perjalanan mereka penuh dengan bahaya, mulai dari badai dahsyat hingga serangan makhluk laut yang ganas.

Akhirnya, mereka sampai di sarang Naga Laut. Sebuah gua bawah laut yang gelap dan menyeramkan. Di dalam gua, mereka melihat Naga Laut sedang tertidur di atas tumpukan harta karun. Tubuhnya sebesar gunung, sisiknya berkilau seperti emas, dan matanya memancarkan cahaya merah menyala.

"Ini saatnya!" seru Wakaaka.

Dengan kekuatan konfrontasi, Wakaaka dan pasukannya menyerang Naga Laut. Mereka menembakkan panah beracun, melemparkan tombak sakti, dan membacakan mantra-mantra sihir. Namun, Naga Laut terlalu kuat. Setiap serangan yang mereka lancarkan dengan mudah dipatahkan.

Saat keadaan mulai putus asa, Wakaaka teringat akan kata-kata bijak dari penjaga pengetahuan kuno. “Kekuatan sejati bukanlah berasal dari senjata atau sihir, tetapi dari hati yang murni dan tekad yang kuat.”

Dengan tekad yang membara, Wakaaka mengarahkan seluruh kekuatan magisnya ke dalam sebuah serangan terakhir. Cahaya terang menyilaukan keluar dari tubuhnya, menghantam Naga Laut dengan dahsyat. Naga Laut meraung kesakitan dan tubuhnya mulai hancur berkeping-keping.

Dengan runtuhnya Naga Laut, bencana alam yang melanda Pulau Buton perlahan-lahan mereda. Laut kembali tenang, dan langit cerah kembali bersinar. Rakyat Buton bersorak menyambut kemenangan Ratu Wakaaka. Wakaaka kembali berpikir untuk mengurung anak keturunan Naga Laut di pulau Ular dekat pulau Siampu. Ia membayangkan bahwa itu akan menjadi legenda peperangannya melawan Naga laut kepada generasi berikutnya.

Setelah kemenangan gemilang melawan Naga Laut, Ratu Wakaaka menyadari bahwa dia tidak hanya sekedar melindungi pulau, tetapi juga menyatukan hati rakyatnya. Bencana yang baru saja terjadi telah meninggalkan luka yang mendalam di hati mereka. Wakaaka bertekad untuk menyembuhkan luka itu dan membangun kembali kepercayaan mereka.

Wakaaka memulai tur ke seluruh desa di Pulau Buton. Ia mendengarkan keluhan dan aspirasi rakyatnya secara langsung. Ia juga membantu mereka dalam membangun kembali rumah dan fasilitas umum yang rusak akibat bencana. Masyarakat menyambut kedatangannya dengan hangat. Mereka merasa diperhatikan dan dihargai oleh ratu mereka.

Selain itu, Wakaaka juga menyelenggarakan festival budaya besar-besaran untuk merayakan kemenangan mereka dan mempersatukan kembali masyarakat. Festival ini menampilkan berbagai macam tarian, musik, dan makanan khas Pulau Buton. Seluruh lapisan masyarakat ikut berpartisipasi dalam acara ini, menciptakan suasana yang meriah dan penuh kegembiraan.

Tidak hanya itu, Wakaaka juga mendirikan sekolah magis untuk mengajarkan ilmu sihir kepada generasi muda. Ia berharap dengan cara ini, kekuatan magis dapat digunakan untuk kebaikan dan kesejahteraan masyarakat. Sekolah ini menjadi pusat pembelajaran dan pengembangan potensi bagi para pemuda Pulau Buton. Ia kemudian bertemu dengan seorang guru, berasal dari negeri jauh, yang mengajarkan ilmu suci, Wakaaka kemudian mempelajari kangkilo atau kitab kangkilo pataanguna, kitab yang akan mengubah jalan hidupnya.

Namun, dalam menjalankannya, Wakaaka juga menghadapi berbagai tantangan. Tidak semua orang setuju dengan kebijakan-kebijakan yang diterapkannya. Beberapa orang masih ragu dan tidak percaya pada kekuatan magis. Selain itu, ancaman dari kekuatan jahat lainnya juga masih mengintai.

Di tengah kesibukannya, Wakaaka juga mulai merasakan kesepian. Ia membutuhkan seseorang yang dapat memahami dirinya sendiri dan berbagi suka duka. Suatu hari, saat sedang berjalan-jalan di hutan, Wakaaka bertemu dengan seorang pemuda bernama Barata. Batara adalah seorang pemuda yang cerdas dan baik hati. Ia sangat mengagumi keberanian dan kepedulian Wakaaka. Konon kabarnya si Batara adalah anak penguasa dari negeri jauh, tanah Majapahit.

Perlahan-lahan, benih-benih cinta tumbuh di antara mereka. Batara memberikan dukungan dan semangat kepada Wakaaka, sementara Wakaaka memberikan kasih sayang dan perhatian kepada Batara. Hubungan mereka semakin erat dan membuat Wakaaka merasa lebih bahagia.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 123 – Di Bawah Bayang Beruang Merah dan Makam Imam Bukhari

    Salju Rusia yang abadi berguguran perlahan di atas landasan sejarah yang terhampar bak naskah kuno. Di jantung negeri yang dikenal dengan julukan “Beruang Merah,” Lintang melangkah penuh pertanyaan, membawa jiwa dari Buton yang telah lama belajar tentang nilai‑nilai Madrasah Langit. Kini, ia ingin menyelami akar peradaban yang telah lama dibingkai oleh bayangan kekuasaan dan keangkuhan, serta menemukan makna sejati di balik wilayah yang terhampar luas di bumi Rusia.Di sebuah pondok tua di pinggiran kota Vladimir, Lintang ditemui oleh guru‑guru kebijaksanaan yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai penjaga kearifan leluhur. Suasana di sekitarnya begitu sunyi, dengan udara dingin yang menusuk namun sekaligus menyegarkan, seperti kata‑kata pujangga yang menenangkan jiwa. Di sana, Lintang duduk bersama seorang lelaki tua berjanggut putih lebat—sensei Ivan Sergeyevich—yang wajahnya terukir oleh alur waktu dan pengalaman."Setiap butir salju ini," ujar Sensei Ivan sambil menatap langi

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 152 – Jaringan Waralaba Rakyat: Ketika Tanah Menjadi Ekonomi Hidup

    Lintang berdiri di atas panggung kayu sederhana di tengah lapangan Desa Lambusango, dikelilingi oleh ribuan wajah dari berbagai suku, bahasa, dan budaya. Angin lembut membawa aroma rerumputan basah dan pembicaraan pelan. Ia menatap horizon, sejenak menenangkan pikirannya sebelum berkata lantang:“Saudara-saudaraku, hari ini kita tidak lagi berbicara hanya tentang pertanian organik, tentang teknologi ramah lingkungan, atau tentang tata kelola adat. Hari ini kita berbicara tentang ekonomi berbasis rakyat, sebuah ekonomi di mana tanah adat, pengetahuan leluhur, dan keterampilan lokal menjadi batu fondasi, bukan sekadar komoditas yang ditukar di pasar.”Suara Lintang bergema di setiap sudut lapangan. Tepuk tangan meriah mengiringi setiap patah kata, seolah memberi dukungan penuh pada gagasan barunya: membangun jaringan waralaba rakyat yang menghubungkan usaha-usaha kecil masyarakat adat di seluruh dunia menjadi satu kesatuan ekonomi yang tangguh.Ia melanjutkan, “Bayangkan, kopi luwak but

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 151 – Politeknik Langit: Menenun Keterampilan, Membuka Pintu Dunia

    Seiring matahari pagi menyembul di ufuk timur Lambusango, udara basah menyambut jemari Lintang yang menorehkan sketsa besar di papan tulis bambu: “Politeknik Madrasah Langit”. Di hadapannya berkumpul perwakilan masyarakat adat dari berbagai penjuru—Sunda, Papua, Tolaki, Mandar, dan Buton—bersama mahasiswa muda dari kota-kota besar, guru Tai Chi, instruktur Balaba, serta para CEO teknologi Tiongkok yang sejak lama menjadi mitra.Sejak menancapkan akar baru, antusiasme kaum adat dan global belum surut. Kini, Madrasah Langit merintis politeknik—lembaga pendidikan terapan yang melangkah jauh melampaui model akademik konvensional. Lintang memaparkan gagasannya mengenai upayanya untuk mendekatkan masyarakat adat dengan universitas; ia malah menawarkan satu gagasan mengenai sebuah universitas. Ia ingin membangun peradaban. Ia memperkenalkan satu gagasan Politeknik Langit. Ia mulai menawarkan konsepnya dalam seminar internasional yang dihadiri berbagai pihak. Politeknik Langit diharapkan dapa

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 150 – Harmoni Gerak, Resonansi Langit

    Lintang terbangun sebelum fajar.Meski tubuhnya letih, hatinya terasa lega.Malam tadi, ia kembali menelusuri mimpi alam bawah sadarnya—bertemu Sang Ratu Wakaaka, membisikkan ajaran kebaikan abadi, saling memelihara, menyayangi, melindungi, dan menghormati sebagai akar peradaban. Seolah Sang Ratu menyadarkannya:“Lintang, kekuatan sejati bukanlah gesekan kekerasan,tapi harmoni gerak yang meredam amarah,dan menyatukan manusia dengan alam semesta.”Kata-kata itu kembali bergaung di kepala Lintang ketika ia bersiap memulai hari baru di Madrasah Langit.Di aula beratap anyaman daun nipah, puluhan relawan lokal merakit panel surya, drone pertanian, dan alat ukur kualitas tanah.Madrasah Langit kini berfungsi sebagai laboratorium hidup—mengawinkan kearifan lokal dan teknologi canggih.Anak-anak desa belajar menenun bambu sambil memahami prinsip elektronika dasar untuk sensor kelembapan.Guru Tai Chi mengajari gerakan lambat yang menstimulasi aliran energi, menenangkan pikiran, dan menyelara

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 149 — Dalam Sunyi, Bertemu Ratu Wakaaka

    Lintang duduk sendiri di tepi danau tua yang tersembunyi di pegunungan tinggi.Ia tidak lagi bicara, tidak lagi menulis, bahkan tidak membuka gawai.Hari-hari yang panjang, penuh ketegangan, ketakutan, dan perlawanan telah menyapih jiwanya dari dirinya sendiri.Ia merasa kosong.Jiwanya seperti tak memiliki tanah—tergantung di udara.Lintang letih.Letih bukan karena pekerjaan, tetapi karena sesuatu yang lebih dalam—karena keterputusan.Ia merasa jauh dari asal muasal dirinya.Malam itu, langit sangat hening.Bintang-bintang berkilau, namun tidak bersuara.Angin seolah memeluk dirinya, membisikkan kata-kata tak terdengar.Di tengah meditasi diamnya, Lintang mulai tertidur.Namun dalam tidurnya, ia tidak bermimpi seperti biasanya.Ia jatuh ke dalam lubang kesadarannya sendiri.Bukan gelap.Melainkan terang…Lembut…Hangat.Ia berdiri di sebuah hutan yang tidak pernah ia kenal, namun terasa begitu dekat.Hutan itu tidak berbicara dengan kata-kata, tetapi berbicara lewat rasa.Pepohonan

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 148 — Perampasan dan Kebangkitan

    Angin pagi membawa aroma tanah basah ke ruang Madrasah Langit.Lintang duduk termenung di bawah pohon tua, menggenggam secangkir kopi pahit. Ia baru saja menerima laporan dari berbagai penjuru dunia.Perjuangan belum selesai.Malah, badai baru sedang bertiup.Oligarki tidak tinggal diam.Dengan kelicikan yang diwariskan dari generasi ke generasi, mereka kini menyusup lewat jalur yang paling berbahaya: hukum.Mereka membiayai oknum pengacara, politisi, dan aparat, menyusun skenario untuk "mengalihkan" hak tanah adat ke tangan-tangan korporasi.Caranya sederhana namun licik:Mereka menghasut sebagian kecil masyarakat untuk mengklaim tanah atas nama pribadi, dengan janji keuntungan besar.Setelah itu, mereka membeli klaim tersebut dalam diam, lalu mendaftarkannya dengan segala dokumen legal yang telah mereka manipulasi.Dengan stempel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status