LOGINGeo mengajak Bianca bepergian. Namun, karena masih menyusui, Sky dan Luna juga ikut serta.Sementara Geo dan Bianca pergi, Taylor yang mengurus perusahaan. Awalnya, Taylor agak canggung. Namun, hari berikutnya ia mulai terbiasa.“Anda masih hebat dalam pendekatan dengan klien, Tuan Taylor.”Taylor mendengus pelan mendengar pujian Josh. “Baru kali ini kamu memujiku.”“Memang. Kala itu saya setuju pada Tuan Geo bahwa anda menyebalkan.”Taylor tergelak. Ia membereskan berkas di meja lalu menyerahkan pada Josh. “Terima kasih untuk hari ini.”Josh mengangguk. “Terima kasih juga, Tuan Taylor. Senang melihat anda kembali ke perusahaan.”Mata Taylor memicing. Kerutan di dahi tampak jelas mendengar pernyataan asisten setia Geo itu.“Kalian bersekongkol untuk mengembalikanku ke perusahaan, ya?” tebaknya.“Hanya memberi anda kesempatan, Tuan. Lagipula, duduk di kursi kebesaran pemimpin lebih baik daripada duduk di kursi restoran dan berhadapan dengan berbagai jenis wanita setiap minggu.”“Sial k
Taylor mengerjap beberapa kali mendengar pernyataan Geo. Tetapi, lelaki itu sudah membalik tubuh dan berjalan cepat ke ruang kerja. Mereka memang akan rapat bersama.Sambil mengekori Geo, Taylor berpikir tentang apa yang baru saja diucapkan Geo. Apa maksud kakaknya itu, ia harus berpacaran dengan Dini?Ternyata di dalam ruang kerja hanya ada mereka berdua. Padahal Taylor berpikir keluarga Willson akan berkumpul semua di sini.“Kita rapat berdua saja?” Penasaran, Taylor bertanya.“Iya.” Geo mengangguk, lalu duduk di sofa.Taylor mengikuti. Ia mengamati Geo yang sedang membuka laptopnya lalu mengucapkan terima kasih pada pelayan yang membawakan minuman dan pergi meninggalkan mereka.“Willson Corporation baik-baik saja, kan? Namamu juga masih ada pada daftar sepuluh bilioner berpengaruh di negara kita.” Taylor membuka percakapan.Geo tertawa kecil. “Sesungguhnya, aku sudah tidak peduli dengan daftar itu.” Ia menutup map di depannya dan menghela napas panjang. “Begini, Tay. Aku butuh bant
“Kenapa nggak menginap saja?” Geo memandang heran Taylor yang bersikeras pulang malam-malam.“Besok aku ke sini lagi kok.”“Justru itu! Ngapain bolak-balik, sih?” Geo mengerutkan kening.“Umm... ada sesuatu yang harus aku lakukan di perkebunan.” Taylor beralasan.Tidak mungkin kan ia bilang kalau ia memaksa pulang malam-malam karena sudah berjanji membawakan tanaman baru untuk Alika. Geo pasti akan menahannya.“Tapi ingat, besok sore, kita ada rapat.”“Iya, aku ingat.” Taylor mengangguk. “Aku berangkat sekarang, ya.”“Tunggu!” Geo menahan langkah Taylor.Lelaki itu bicara dengan ponselnya. Lalu, berkata pada ada Taylor. “Pakai supirku. Biar dia menginap di perkebunan dan besok mengantarmu kembali ke sini.”“Hah? Nggak usah.... “Taylor langsung terdiam saat melihat Geo menatapnya tajam tanda lelaki itu tidak mau dibantah.“Baiklah.” Taylor mengangguk. Dalam hati mendesah bahwa artinya besok Geo akan tau ia membawa banyak tanaman di dalam mobil.“Pergi lah.” Tanpa menunggu balasan Tayl
Akhirnya, Alika sudah diperbolehkan pulang. Meski begitu, anak perempuan manis itu belum bisa banyak beraktifitas. Kepalanya masih diperban dan tangan serta kakinya masih luka baret yang belum kering.Diam-diam, Taylor sering mengunjungi rumah sakit. Ia banyak membantu Dini menjaga Alika. Terutama jika Dini harus mengajar.Seperti hari ini, Taylor sudah datang pagi-pagi sekali untuk menggantikan Dini menemani Alika. Dini sudah siap dengan pakaian kerja.“Sebenarnya kamu nggak usah repot-repot, Taylor. Aku bisa menyewa jasa pengasuh anak dari yayasan terpercaya."“Nggak papa. Aku memang mau temani Alika kok.”“Maaf, ya. Jadi merepotkan. Jatah cuti mengajarku sudah habis.” Dini mengembuskan napas dengan ekspresi sedih.“Sudah kubilang, jangan sungkan begitu.” Taylor mendorong pelan tubuh Dini untuk segera keluar. “Pergi lah sekarang. Jangan sampai terkena macet dan terlambat.”Sejak hari kecelakaan itu dan ia mendonorkan darahnya apa Alika, Taylor tak lagi bisa bersikap acuh.Setiap kal
“Maaf.” Dini mengurai pelukan dan menunduk santun pada Bianca. “Sepertinya saya terlalu emosional.”“Itu wajar.” Bianca mengambilkan selembar tisu untuk Dini.Alika masih tertidur pulas dengan boneka kelinci pemberian Bianca di pelukannya. Dini mengamatinya dengn senyum lembut di wajah.“Akhirnya saya bisa duduk tenang hari ini,” ujar Dini sambil tersenyum lelah. “Tiga hari terakhir benar-benar terasa panjang.”“Anak-anak memang bisa membuat dunia kita jungkir balik,” sahutnya ringan. “Tapi… mereka juga alasan kita kuat.”Dini tertawa kecil. “Betul sekali. Alika itu... seperti matahari buat saya. Dia suka bangun pagi, lalu langsung ke dapur minta sarapan pancake — padahal saya cuma bisa masak seadanya.”Nada suaranya penuh kasih saat bercerita. “Dia suka warna ungu, suka menggambar bunga matahari, dan... kalau hujan, selalu nyanyi lagu yang sama. ‘Rain, rain, go away.’”Bianca tersenyum, menatap Alika dengan penuh lembut. “Lucu sekali. Blue juga suka menggambar, tapi lebih sering robo
“Kamu boleh tidur di sini.” Bianca berkata setelah keluar dari kamar mandi.Geo tersenyum senang. “Oke.”“Jangan senang dulu. Aku masih kesal. Kamu boleh di sini karena siapa tau aku membutuhkan bantuan.” Bianca merengut dan naik ke ranjang.“Mengerti.” Geo mengangguk.Bianca tidur memunggungi Geo. Meski istrinya masih dingin, Geo tetap bersyukur. Ia tidur menghadap Bianca.“Sayang, mau aku pijetin pinggangnya?”Bianca tidak menjawab, tetapi Geo melihat kepala Bianca mengangguk. Lelaki itu bergeser mendekati tubuh sang istri.Geo mulai memijat pinggang Bianca. “Segini cukup atau perlu lebih keras lagi?”“Cukup.”“Oke.”Saat Geo melihat Bianca sudah kembali tidur pulas, ia baru berhenti memijat. Lengannya melingkari pinggang dan mengelus-elus perut sang istri. Bianca biasanya merasa mulas saat menstruasi dan ia mencoba menenangkan bagian tersebut.Akhirnya Geo merasa ngantuk juga. Ia tertidur sambil memeluk tubuh Bianca dan berharap besok pagi sang istri sudah tidak marah lagi.Esoknya







