LOGINGeo keluar dengan wajah memberengut. Persis anak kecil yang baru kena omel ibunya. Di depan pintu kamar, ia terpaku sejenak, bingung mau ke mana.Ke kamar Blue dan Grey tidak mungkin. Dua anak jenius itu pasti bertanya dan bisa langsung menyimpulkan bahwa orang tuanya bertengkar. Dan yang pasti, si kembar sulung akan membela mommy-nya.Kamar Sky dan Luna juga tidak bisa karena setiap dua jam sekali, akan ada suster yang masuk dan memeriksa keadaan Sky dan Luna.Kamar tamu? Geo menggeleng. Pelayan akan mengadu ke Mommy Marissa bahwa ia minta disiapkan kamar. Sudah pasti, Mommy dan Daddy jadi tau bahwa Bianca tidak mau tidur dengannya malam ini.Akhirnya Geo melangkah ke ruang kerja. Paling tidak ada sofa di sana. Ia akan mengunci pintu seolah sedang bekerja lembur.“Kak Geo?”Geo berhenti. Taylor mendekatinya dengan wajah bingung. “Mau ke mana, Kak?”“Mau tidur di ruang kerja.” Geo membalas lemah.Taylor menaikkan alis. “Kakakku diusir dari kamar sendiri?” tanyanya sambil menahan tawa.
Geo sampai menyewa suster pribadi untuk membantu Dini. Paling tidak ada yang menemani wanita yang terlihat masih shock itu. Juga agar Geo dapat membawa pulang Taylor.“Aku di sini saja, Kak.” Taylor masih tampak enggan pergi.“Pulang!” Geo menyahut tegas. “Kita bicarakan di mansion.”Akhirnya Taylor berpamitan pada Dini. Dengan langkah berat, lelaki itu mengikuti Geo yang mempercepat langkah ke mobil.Keluarga Willson duduk melingkar di ruang keluarga, suasananya menegang meski lampu chandelier memancarkan cahaya lembut. Taylor duduk di hadapan mereka, masih dengan pakaian kencan yang agak berantakan.“Aku kebetulan sedang jalan-jalan setelah makan malam dengan Denita. Ada kerumunan orang di pinggir jalan, pikirku cuma keributan biasa. Tapi waktu dengar ada anak kecil jadi korban tabrak lari, aku ikut lari ke sana. Baru sadar kalau itu Alika setelah melihat wajahnya.”“Dan kamu langsung bantu bawa ke rumah sakit?” tanya Marissa.Taylor mengangguk. “Ya. Dokternya bilang dia kehilangan
Taylor keluar dari restoran dan memilih berjalan-jalan. Di sekitarnya ada banyak pertokoan mewah dengan brand-brand internasional. Karena ingin membeli perlengkapan mandi, Taylor masuk ke salah satu tokoTak butuh lama, Taylor menemukan produk yang biasa ia gunakan. Tetapi, kemudian ia melihat lorong perlengkapan mandi anak-anak.“Aku beli untuk keponakan-keponakan sekalian aja untuk mereka mandi di pondok.” Taylor memfoto produk-produk di rak pada Geo karena tidak tau yang mana yang cocok untuk Blue, Grey, Sky dan Luna.Saat sedang berbalas pesan, di luar terdengar suara keramaian. Orang-orang tampak berkerumun di sisi jalan, dan lampu mobil yang berhenti berderet membuat suasananya tampak kacau.“Ada apa?” Salah satu pelayan toko bertanya pada orang yang lewat.“Tabrak lari. Kasihan, korbannya anak kecil.”Jantung Taylor mencelos. Awalnya ia berniat tak ikut campur. Sudah banyak orang di sana, pikirnya.Tapi kalimat anak kecil membuat langkahnya tak bisa berhenti. Entah mengapa, hat
“Jalani saja apa yang ada sekarang.”Kalimat itu yang menjadi senjata Taylor jika keluarga Willson menyinggung tentang hubungannya dengan wanita. Selalu tersenyum tipis dan tampak pasrah. Sama sekali tidak ada rasa kesal dengan pertanyaan tersebut.Taylor sendiri mengaku sangat ingin berumahtangga. Terutama jika melihat dan berinteraksi dengan keponakan-keponakannya. Membayangkan ada yang menemani berkebun, pasti menyenangkan.“Tapi, wanita modern mana yang suka dengan lelaki yang lebih memilih menjadi petani ketimbang duduk di kursi pimpinan? Apalagi dengan masa lalu rumit sepertiku ini.”Jawaban itu membuat keluarga hanya bisa menarik napas panjang. Tetapi tentu saja mereka tidak menyerah.Lalu, Marissa mulai rutin membuat pertemuan untuk Taylor. Wanita mulai dari selebriti, influencer, model, pekerja kantoran hingga guru, ia pasangkan dengan putra angkatnya.Setiap minggu, Taylor wajib datang ke mansion. Marissa akan mendandani dan mengantar ke tempat pertemuan dengan salah satu an
“Kamu ngobrol apa sama Nina, Sayang? Kayanya tegang banget?” Geo bertanya kala mereka sudah berada di mobil.“Ngomongin Taylor.”“Terus? Apa ada kemungkinan mereka berbaikan?”Bianca menggeleng. “Mungkin selama ini, Nina itu hidupnya lurus banget kali, ya. Tidak pernah ada masalah berat hingga mendengar kisah Taylor, dia jadi shock berat.”Geo mendengus. “Gimana kalo dia dengar kisahmu? Bisa pingsan kali. Tapi, aku yakin setiap orang yang memiliki masa kecil berat, saat dewasa bisa lebih matang pemikirannya.”Mereka terdiam sejenak. Bianca memainkan cincin pemberian Geo di jari manisnya. Geo benar, kalau dipikir-pikir, masa lalunya sangat berat dan ia ternyata bisa melewatinya.“Oh ya, terus Nina kaya kaget gitu pas aku bilang keluarga Willson mau jodohin Taylor sama seseorang.”Geo tergelak. “Gimana sih Nina itu. Jelas masih suka tapi baperan banget.”“Iya. Ribet sih kalau diterusin.”Selama perjalanan pulang, Geo sering kali menoleh menatap Bianca dan tersenyum. Sesekali, tangannya
Bianca menutup berkas di mejanya. Ia mengangguk puas pada tim yang bekerja. Matanya berkaca-kaca terharu melihat perkembangan perusahaannya sendiri.“Teman-teman,” ucapnya sambil menatap seluruh ruangan. “Tahun ini kita berhasil menutup kontrak dengan tiga perusahaan besar, termasuk salah satu jaringan ritel internasional.”Tepuk tangan langsung menggema. Beberapa karyawan saling melakukan tos, yang lain bersorak pelan dengan raut bangga.Bianca melanjutkan dengan suara bergetar lembut. “Usaha ini awalnya aku lakukan sendiri. Tidak kusangka bisa berkembang seperti sekarang. Semua karena kerja keras kalian juga. Terima kasih, ya.”Ia lalu mengambil beberapa amplop putih dari meja. “Mulai bulan ini, seluruh tim akan menerima bonus performa — dan ini bukan yang terakhir. Aku ingin Blue and Grey Consultant jadi tempat di mana kerja dan prestasi setiap orang dihargai.”Sorakan semakin riuh. Salah satu karyawan, bahkan meneteskan air mata.Bianca tersenyum, matanya ikut berkaca. “Selamat me







