_Beberapa jam sebelumnya_
Kinasih tersentak mendengar suara di telepon, matanya terbelalak. Ia merasa syok, pantas saja ia merasa dekat. Tentu, karena bayi itu adalah cucunya sendiri.
"Di CCTV itu pak David yang masuk ke dalam kamar Liliana. Setelah itu sampai pagi baru dia keluar, Nyonya."
"Yakin? Tidak ada yang dimanipulasi, kan?"
"Yakin, Nyonya. Jadi, jika memang Nyonya mencari siapa ayah dari bayi yang menantu Nyonya kandung itu adalah anak Nyonya sendiri. Hallo ... Nyonya Kinasih ...."
***
"Mama membayar orang untuk mencari tau. Dan ternyata ... Dave, kau yang melakukan itu pada Lili? Anak ini benar cucu mama?" tanya Kinasih dengan suara bergetar menahan air mata.
"Iy-iya, Ma. Ini cucu Mama, anak Mas David," jawab Liliana perlahan.
Tangis Kinasih pun pecah, ia menarik tangan Liliana dan m
Malam itu Sanjaya benar-benar merasa kesal setengah mati. Hilang sudah harapannya untuk bisa merebut kekayaan Arnold melalui putrinya."Jadi, apa kau mau membantu rencanaku itu?" tanya Sanjaya. Dirga tertawa kecil, "Maaf, Om. Sebelumnya mungkin saya harus mengingatkan Om, saya ini dokter kandungan. Saya bukan dokter kecantikan yang paham soal kecantikan dan sebangsanya. Om salah jika menghubungi saya," kata Dirga dengan santai. Sanjaya memicingkan matanya, "Kau tidak mencintai Nadine lagi?" tanyanya. Dirga menggelengkan kepala sambil mengusap wajahnya perlahan."Saya terlalu mencintai anak Om. Jika saya tidak mencintainya, tidak mungkin saya mau berjuang dan terus menunggu dia. Sampai hari ini saya selalu mencintai Nadine. Banyak gadis lain di luar sana yang mengejar cinta saya. Tapi, yang ada di hati saya hanya satu, yaitu anak Om. Sayang, Om tidak pernah memberi saya kesempatan dan juga merestui kami.
"Silakan, Pak," kata pria berwajah sangar itu kepada Sanjaya. Pria itu segera keluar dari kamar dan meninggalkan Sanjaya bersama seorang gadis yang sedang meringkuk ketakutan."Siapa namamu?" tanya Sanjaya."An-Andiini, Om." Sanjaya hanya tertawa kecil melihat gadis yang tampak ketakutan itu. Ia yakin sekali jika ia langsung ke menu utama gadis itu pasti akan melawan sekuat tenaga. Dan, malam ini Sanjaya sudah tidak ingin mendapat perlawanan dalam bentuk apa pun. Cukup anaknya yang sudah melawan dan juga Dirga yang sudah membuatnya jengkel setengah mati. Ia pun melangkah mendekati telepon di atas nakas dan menelepon layanan kamar. Ia memesan sebotol cointreaudan sebotol minuman soda, batu es, juga jeruk nipis dan sedikit garam. Tak lama, pesanannya tiba. Ia pun segera meracik minumannya. Pertama-tama, ia membasahi b
Nadine membaca pesan dari Dirga tak percaya. Papinya benar-benar mengajak Dirga bertemu dan menawarkan hal yang Nadine sama sekali tidak setuju. Nadine pun segera menelepon Dirga."Kau di mana, Mas?" tanya Nadine saat panggilannya tersambung."Aku di rumah sakit, sayang, kenapa?""Kita harus bertemu, Mas. Papi tidak menyakitimu, kan?" tanya Nadine cemas. Di seberang sana Dirga hanya tersenyum. "Aku baik-baik saja, sayang. Sabar, ya. Kita akan hadapi semua bersama-sama. Aku janji kita akan bahagia.""Aku sudah tidak kuat lagi dengan sikap papi. Aku hanya ingin bercerai dengan David. Apa aku nekad saja?" tanya Nadine."Jangan melakukan apa pun yang bisa membahayakan dirimu. Aku melihat papimu terlalu berambisi juga memilliki dendam sendiri kepada David dan keluarganya. Jadi, kau harus berhati-hati.""Baiklah, mulai sekarang aku akan selalu bicara kepadamu dulu, Mas.""Iya,
Pagi itu baik Sanjaya mau pun Nadila tidak banyak bicara. Mereka menikmati sarapannya dalam diam. Meski penasaran, Nadila tidak berniat untuk bertanya. Ia ingin Sanjaya sendiri yang nanti menceritakan segalanya."Aku ke kantor dulu. Hari ini kau datanglah ke rumah Nadine. Lihat keadaannya dan katakan jika aku sangat marah kepadanya. Katakan untuk tidak pulang ke rumah ini sampai emosiku reda," kata Sanjaya. Nadila hanya mengangguk mengiyakan dan membiarkan Sanjaya berlalu dari ruangan itu. Setelah suara kendaraan terdengar menjauh barulah Nadila memanggil asisten tumah tangganya."Mbok Asih!" panggilnya. Tak lama seorang wanita berusia sekitar 50 tahunan muncul. Dia adalah pekerja yang paling lama di rumah Nadila. Ia bekerja sejak Nadine masih kecil. Mbok Asih janda tidak memiliki anak karena memang tidak bisa hamil akibat kanker rahim. Ia pun
Nadila terisak, tak tahan rasanya melihat darah daging yang ia lahirkan menderita."Mami tidak bisa melihat kau begini terus. Tapi, mami tidak bisa membantumu. Papimu ....""Biarkan aku pergi saja, Mami. Aku tidak cemburu karena David menikah lagi dengan Liliana. Tapi, demi TUhan aku hanya mencintai Dirga saja, Mami.""Kita akan cari cara, ya. Mami janji akan membuatmu dan Dirga bersatu," kata Nadila."Mami serius?""Iya, mami janji. Ya sudah, kita ke bawah saja. Mami mau bertemu dengan mertua dan madumu. Tenang saja, mami tidak akan membuat keributan. Mami hanya ingin bicara baik-baik,kok." Nadine menghela napas panjang, "Aku lelah mendengar pertengkaran, Mami.""Mami tau, mami juga tidak akan membuatmu serba salah di rumah ini."Mereka pun berjalan bersama menuju halaman samping. Tampak Kinasih sedang asik berbincang dengan Liliana sambil melihat ka
Liliana menggenggam tangan Nadine dan menatapnya lembut."Mbak, aku akan membantumu. Tapi, tidak seperti cara tante Nadila dan Om Sanjaya menyuruh mas David menceraikan aku. Aku akan bicara baik-baik dengan mas David.""Tapi, jangan katakan jika aku mempunyai kekasih. Aku takut papi akan melakukan hal yang aneh-aneh. Tolong aku, Lili," ujar Nadine."Iya, Mbak. Aku akan membantu sebisaku. Mulai hari ini tidak ada perselisihan di antara kita, ya?" kata Liliana, "Walau bagaimana, Mbak sudah menyelamatkan hidupku. Jika Mbak tidak datang tepat waktu tempo hari, mungkin saat ini aku hanya tinggal nama saja," lanjutnya. Nadine menghela napas panjang, sejak awal memang dia tidak pernah merasa benci kepada Liliana. Entah apa yang terlintas dalam benaknya saat ia berlaku kasar kepada wanita yang sudah menjadi madunya itu."Sejak awal bertemu denganmu aku selalu menganggapmu adikku, Li. Tapi, entahlah mengap
"Selamat ulang tahun, sayang!" seru Dirga sambil melangkah mendekati Nadine dan membawa cake dengan taburan coklat dan strawberry favorit Nadine. Nadine berdiri terpaku, ia tadi begitu khawatir karena Dirga mengatakan bahwa dirinya sedang sakit dan muntah-muntah. Tetapi, saat ia datang, ruangan sudah dihias sedemikian rupa. Lengkap dengan tulisan 'HAPPY BIRTHDAY 28 NADINE' Nadine benar-benar tidak tau harus berkata apa lagi. Ia menatap Dirga penuh keharuan, lelaki yang sudah mengisi hatinya selama 11 tahun itu. Bagaimana bisa ia melupakan hari lahirnya sendiri. Bahkan kedua orangtuanya pun sama sekali tidak mengingat jika ini adalah hari yang istimewa bagi Nadine. Air mata pun menetes tanpa dapat dicegah lagi. Melihat kekasihnya menangis, Dirga langsung meletakkan kue di atas meja."Hei, kenapa? Kok malah menangis? Maaf jika aku berbohong dengan mengatakan aku sakit. Aku hanya ingin memberi
Tidak seperti biasanya, hari ini Liliana merasakan lemas dan tidak enak badan. Padahal biasanya ia memasak dan melakukan hal lain dengan penuh semangat. Setelah makan siang, ia pun memutuskan untuk tidur siang karena merasa lemas. Tanpa terasa Liliana tertidur hingga David pulang dari kantor. Lelaki gagah itu pun tentu saja langsung merasa cemas mendengar laporan dari Tuti dan Imas yang mengatakan Liliana tidak keluar kamar sejak siang. Perlahan ia menghampiri sang istri yang tampak pulas tertidur dan menepuk pipinya perlahan."Sayang ... Li, kau baik-baik saja?" tanya David dengan lembut. Liliana menggeliat dan membuka mata. Ia tampak terkejut saat melihat David sudah pulang."Ya Allah, Mas kok sudah pulang? Maafkan aku, Mas. Seharian ini entah mengapa aku merasa lemas sekali. Beberapa kali aku juga merasakan mual. Jadi, aku-""Stttt, sudahla