Seperti sedang deja vu. Seorang pria dengan pakaian tertutup berdiri di depan pandangan Aghata, sementara Glen memeluknya sampai terasa cengkeraman baju yang kuat. Terbesit satu ingatan di kepala Aghata, yaitu saat Andi memeluknya untuk menjadi perisai ketika Aghata ingin ditikam. Posisi yang hampir sama tapi dengan orang yang berbeda terjadi saat ini.
Aghata masih tercengang melihat pria di depannya dengan jarak yang hanya satu setengah meter. Dia tersadar akan pria itu yang semakin mundur. Matanya melirik ke bawah dengan ragu, melekat di tangan pria itu sebuah pisau yang sudah berlumuran darah.
“Ahk!” rintih Glen tiba-tiba.
Aghata tersentak. Tangannya perlahan meraba punggung Glen. Basah dan likat. Mata Aghata terbelalak melihat simbah darah di tangannya. Firasat Aghata berkata benar, bahwa Glen mengorbankan dirinya agar pisau itu tidak mengenainya. Tubuh
Terdengar ledakan dari dalam bangunan tempat Clarista disekap. Ledakan itu menyemburkan bara api dari atap. Perlahan Si Jago Merah melahap seisi bangunan itu hingga luar. Kris dan pengawalnya terkejut melihat api sudah menyala besar, begitu juga dengan Andi. Dia masih tercengang sampai kayu penyanggah atap di luar mulai roboh. “Aghata!” gumam Andi yang hampir melupakannya di dalam sana. Andi berlari menuju kobaran api yang semakin besar, namun Kris dengan cepat menahan Andi. Baru tersadar mengapa Aghata menyuruh Andi meminta semua orang menjauh dari bangunan itu, ternyata Aghata berniat meledakkan bangunan itu. Lalu bagaimana dengan Aghata sendiri? Apakah dia masih terjebak di dalam? Andi tak bisa hanya berdiam diri. Dia terus meronta agar bisa lepas dari cengkeraman Kris. Tapi tak lama ada bayangan seseorang keluar dari asap tebal yang menutupi bangunan itu. Soro
Hello everyone ... Setelah 4 bulan aku males-malesan dan sakit selama seminggu, akhirnya cerita KILLER MASK selesai ... horeee >< Aku selaku penulis cerita KILLER MASK mengucapkan banyak terima kasih kepada para pembaca dan yang udah support ceritaku sampai selesai. Mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan maupun typo dalam cerita. Aku harap kalian bisa ikut terbawa dalam suasana dalam cerita, tapi kekerasan di dalam cerita tidak untuk dicontoh yaaa ... Dan buat yang belum selesai baca silahkan dilanjutkan, ga baik baca setengah-setengah apalagi buat perawan, nanti dapet suami yang brewokan loh ... tapi kalo dapet sugar daddy lain cerita yaa bund wkwkwk Pantau terus akunku yaa, siapa tahu bakal ada cerita baru :) Salam, Degitarius.
Di sepetak ruangan yang gelap, terdapat sebuah meja berbentuk lingkaran. Meja itu berukuran besar dan hanya diterangi oleh cahaya yang berwarna kekuningan, berasal dari langit-langit atap. Beberapa lembar kartu poker dan tumpukan uang senilai 5 juta tergeletak di atas meja. Seorang pria berkumis tebal mengenakan trench coat hitam dan topi fedora berjenis homburg, duduk menyilangkan kaki di depan seorang wanita dengan jarak 3 meter. Iris mata tajam dimiliki oleh wanita yang menatap pria berkumis tebal, jaket kulit berwarna hitam pekat dan topi baseball hitam membalut tubuhnya. Wanita kelahiran 5 Januari 2001 itu bernama Aghata Yudistira. Ia mempunyai karakter yang jenius, pemberani, tenang, dan tak pandang bulu dalam hal apa pun. Kegeniusan yang dimiliki membuat Aghata lihai dalam segala hal termasuk meretas. Dibalik nama Aghata yang indah, terdapat arti yang mendalam. Kata Aghata diam
Celah pintu kamar mandi terbuka lebar, Aghata keluar sambil mengeringkan rambut yang basah dengan handuk. Kening Aghata berkerut, ia melihat Andi sedang terpaku sambil memegang sepatu miliknya. Andi tergegap-gegap saat Aghata menghampirinya. “K-kamu sudah ... selesai?” tanya Andi. Jari telunjuknya yang terkena darah di sembunyikan di belakang punggung, ia melihat ke arah lain. Aghata menyipitkan matanya melihat Andi yang bertingkah aneh, tapi kemudian ia acuh tak acuh. “Aku baru saja selesai, tapi aku akan pergi lagi keluar membeli sesuatu.” Aghata meraih jaketnya yang disampirkan di bahu kursi. Ia langsung merampas sepatu miliknya di tangan Andi dan segera pergi tanpa sepatah kata. Setelah memakan waktu untuk berpikir, Andi memutuskan untuk mengikuti Aghata secara diam-diam. Ia langsung mengenakan jaket dan topi menyusul Aghata sambil berlari.
Kerutan di kening Aghata mulai menghilang, wajahnya menjadi pucat pasi sedikit gugup. “Aku apa?” tanya Aghata. Apa kamu ada kaitannya dengan kasus malam ini? Seharusnya Andi bertanya hal itu, tapi dipendam kembali dalam hati dan menukarnya dengan sebuah tawaran. “Apa kamu ingin ke rumah sakit? Aku takut lukanya lebih parah dari dugaanmu,” saran Andi. Diam-diam Aghata menghela napasnya, ia pikir Andi akan menanyakan hal yang penting karena wajahnya mendadak jadi sangat serius. Keringat bahkan turun membasahi pelipis Aghata. Jika dilihat dari berbagai sudut, luka di lengan Aghata akan membuat orang lain salah paham, dan mengira ia terlibat dalam kasus pembunuhan malam ini. “Aghata! Kenapa diam saja? Apa lukanya semakin sakit?” Tangan Andi melambai-lambai di depan wajah Aghata. “Tidak terlalu sakit, kita pulang sekarang! Aku akan m
Pria bertubuh besar dan wanita itu langsung berpaling melihat seorang pria di belakang pria bertubuh besar. Dan tentunya benar! Nama dari wanita bertopeng adalah Aghata. Kini bertambah satu orang lagi yang mengetahui identitas Aghata sebagai wanita bertopeng. Mata Aghata dan pria itu bertemu, beradu dengan mulut yang membisu. Tatkala kegelisahan datang, Aghata berkata, “Andi?” Tepat sekali! Pria yang berdiri terpaku di belakang pria bertubuh besar adalah Andi, seseorang yang dianggap sebagai keluarga oleh Aghata. Andi tak bisa berkata-kata, lidahnya terasa kelu dan tenggorokan terasa kering. Dibanding dengan rasa takut ketika dikepung, Aghata lebih takut jika identitasnya diketahui, terlebih lagi oleh orang yang berharga bagi dirinya. Sementara pria berkumis tipis di belakang Aghata bangkit, mengambil pisau yang tergeletak di lantai. Ujung pisau yang tajam melayan
“Jangan bicara sekarang! Bisa saja ruangan ini sudah disadap seseorang,” sela Andi membuat Aghata berhenti bicara. “Aku memang tidak berniat menjelaskan di sini.” Aghata menjawab dengan dingin. Andi berdecak sambil menatap Aghata dengan tajam. Tiba-tiba Andi merasakan rasa sakit yang menjulur ke seluruh tubuhnya, ketika berusaha mengingat saat tertikam dan jatuh di pangkuan Aghata. Dan untuk pertama kali Andi bisa melihat tatapan hangat dari sosok Aghata yang lebih cenderung bersikap dingin. Berapa banyak lagi kepingan misteri yang Aghata sembunyikan? Wanita yang cantik di depannya, bukanlah wanita yang hanya memikirkan percintaan. Akan tetapi di mata Andi, Aghata adalah wanita yang mempunyai banyak rahasia. “Aku akan pesankan makanan untukmu, karena aku tahu makanan rumah sakit sangatlah tidak enak rasanya.” Aghata beranjak dari kursi sambil merapihkan rambutnya.
Sesekali Andi menyapu helai rambut dengan sela-sela jari, menarik rambutnya sedikit melepas rasa pening di kepala. Dengus napas kerap terdengar berat, Andi tak bisa berkata-kata mendengar semua kebenaran tentang Aghata. Mengingat berapa banyak orang yang Aghata bunuh, tubuh Andi bergetar tanpa perintah. “Apa kamu merasa takut padaku sekarang?” tanya Aghata menatap Andi. Andi berdeham saat Aghata mengetahui keadaannya sekarang. “Ke-kenapa kamu tanya hal itu? Bukan bertanya aku kecewa atau tidak padamu?” tanya Andi sedikit gugup. “Daripada kecewa sepertinya kamu menjadi takut padaku, sejak aku menyelimutimu saat di rumah sakit,” ucap Aghata membuat Andi tertegun. Andi memalingkan wajahnya, kemudian melihat Aghata kembali. “Lalu apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?” Aghata beranjak dari kursi.