Seorang wanita hamil kerap berada di restoran milik suamiku. Ia juga berlaku selayaknya nyonya di sana. Jiwa detektifku seketika meronta, ingin menyelidikinya. Sebenarnya, apa yang disembunyikan suamiku? Apa pria itu lupa bahwa restoran yang dikelolanya saat ini adalah warisan dari ayahku supaya dia bisa menafkahiku dengan baik?
View MoreSepanjang perjalanan pulang, Allisya dan Azka hanya saling diam. Sesekali saling melirik canggung, hingga deheman kecil seolah pertanda kegugupan begitu menyiksa. Tiba di halaman rumah Nadia, orang tua Allisya yang baru pertama kali Azka datangi. Pria jangkung itu pun berlari memutari mobil Allisya, lantas membukakan pintu untuk pemiliknya."Silakan, Bu," ucapnya pelan."Terima kasih. Emm ... Pak Azka, silakan masuk," tawar Allisya. Sebetulnya ia sadar, Azka tidak akan mungkin mau menerima tawarannya untuk singgah meski sebentar saja. Selain hari sudah malam, Azka juga bukan tipe orang yang suka basa-basi."Terima kasih," balas Azka, tanpa diduga. Lelaki berperawakan sedang itu seolah mengisyaratkan agar Allisya berjalan lebih dulu.Karena tak percaya bercampur canggung, Allisya diam terpaku menatap lelaki yang kini berstatus karyawannya. "Maksudnya ... Pak Azka mau mampir?" tanya Allisya meyakinkan.Tanpa kata, Azka Hamam mengangguk pasti.Entah apa yang Allisya rasakan, yang jelas,
"Jadi, Papa yang bebasin Khia?" ulang Nadia, usai mendengar penjelasan Emir, suaminya.Sejak beberapa waktu lalu, Emir masih terus menelusuri kasus-kasus yang berkaitan dengan keluarganya, terumata Khiara. Khiara terbukti tidak bersalah sebab tidak memiliki bukti kepemilikan atas usaha gelap yang diturunkan oleh Diniarti dan Irwan. Usaha tersebut masih jelas atas nama Diniarti, sehingga Khiara bisa mendapatkan remisi karena memang tak cukup bukti untuk menahannya."Papa akan bantu bebaskan kamu, Khia. Tapi papa mohon, berhenti berbuat jahat, apalagi pada mama dan Allisya. Mama sangat menyayangimu, Khia. Meski kamu tidak lahir dari rahimnya, tapi mama begitu tulus menyayangimu." Emir memohon dengan sangat kala itu, sebab semua demi kebahagiaan sang istri di sisa masa tuanya."Khiara sudah sadar, Pa. Khiara tau, bahkan Khiara sudah bertekad akan menjadi Khiara versi terbaik setelah bebas nanti. Dan asal Papa tahu, Khiara bahkan rela mendekam selamanya di dalam sini asalkan mama bahagia,
Satu bulan berlalu ...Maula Azka Hamam tampak gagah dengan setelan kemeja dan celana warna hitamnya. Lengan baju yang sedikit digulung, membawa kesan santai namun tak sedikitpun mengurangi kewibawaannya.Seorang gadis cantik tersenyum memerhatikan dari luar restoran. Rupanya,p pilihan asal-asalannya tempo hari tidak salah. Azka berhasil menjadi manager yang bisa diandalkan di restoran yang dipegang gadis itu. Benar, dia adalah Allisya sang pemilik baru restoran yang berpuluh tahun dibangun oleh kakeknya.Azka melirik ke luar bangunan restoran, melihat Allisya duduk di kursi pengunjung paling dekat dengan jalan. Ia pun bergegas menghampiri dengan gaya dingin seperti biasa."Ibu di sini? Sejak kapan?" tanya Maula Azka Hamam, membuat Allisya seketika membuang pandang ke jalanan."Plis, Pak Azka, jangan panggil saya Ibu." Sambil mengembalikan pandangan ke arah Azka, Allisya memprotes.Sejak menerima tawaran Allisya sebulan lalu, Azka memang melunak dan tak pernah lagi melarang Allisya m
Sebuah TawaranAllisya tersenyum bahagia ketika tangan lembutnya menyentuh wajah kecil milik Ziya. Gadis kecil yang berhasil mencuri hatinya, pun merasakan hal yang sama. Seolah rindu telah menemukan muaranya. Keduanya saling menatap penuh gembira."Akhirnya, Ziya bisa ketemu sama Kakak cantik lagi. Ziya takut banget gak bisa ketemu Kakak lagi, karena ayah ..." Seketika wajah mungil Ziya merunduk sendu."Jangan sedih, dong. Yang penting sekarang kakak ada di sini, di dekat Ziya. Ya, walaupun kita harus sembunyi-sembunyi seperti ini. Maafkan kakak, ya, Zi." Lagi, tangan halusnya menyentuh bagian puncak kepala Ziya."Apa menurut Kakak, sebaiknya ayah dirawat di rumah sakit saja?" tanya Ziya, menatap wajah Allisya hingga mendongak sebab dirinya terlalu kecil untuk sejajar dengan lawan bicaranya.Gadis cantik bermata indah itu tak lantas menjawab, melainkan merangkul anak kecil di pangkuannya. Butuh perjuangan besar baginya untuk bisa bertemu dengan Ziya.Ketika dirinya tak menemukan Ziya
Tekad Allisya"Ada apa, anak kecil cantik?" tanya Emir, setelah berdiri di belakang putri sambungnya yang saat ini tengah memandangi air mancur kecil di belakang rumahnya."Eh, Papa. Allisya menoleh sejenak, mengulas senyuman singkat dan kembali pada tatapan awalnya. "Udaranya sejuk. Aku suka," kata Allisya kemudian."Ada yang kamu pikirkan?" Emir bertanya dan berdiri mensejajari Allisya.Allisya hanya menggeleng tanpa menghapus jejak senyuman di wajahnya. Kedua tangannya saling bertaut, mencoba tetap tenang dalam gundah yang melanda. Ada perasaan aneh di dalam hatinya, seolah diri ingin selalu berada di tengah-tengah keluarga yang baru saja dikenalnya."Mama sudah cerita semuanya. Kalau boleh, Papa mau bertemu dengan Maula." Suara Emir terdengar pelan, namun sukses membuat jantung Allisya bertalu lebih keras."Maula Azka Hamam?" ulang Allisya dengan kedua alis saling bertaut."Ya. Papa rasa, dia tidak seburuk yang kamu lihat dan mama ceritakan. Papa merasa, memang ada sesuatu yang me
Masuklah ke Hatinyapov 3Allisya melamun di kursi ruangan khusus pemilik restoran yang terletak tak jauh dari area dapur. Pikirannya terus teralihkan pada Ziya, bocah kecil yang baru kemarin ia kenal namun sudah berhasil membuatnya selalu rindu.Kejadian siang tadi di rumah Ziya, menambah besar rasa ingin dekat dan melindungi gadis kecil itu."Maksud Ibu? Ibu membawa dia untuk menggantikan posisi Adinda? Tidak akan, Bu!" Ucapan Azka tak kalah santer terngiang di telinganya."Bu--bukan begitu, Nak. Ibu cuma mau, Ziya punya teman. Nak Allisya ini baik, cocok dengan Ziya.""Enggak ada yang cocok berteman dengan keluarga kita. Ziya tidak boleh dekat dengan perempuan mana pun, selain bundanya," kata Azka, tadi. Allisya mengusap wajah tatkala mengingat ucapan-ucapan Azka tadi. 'Azka ini terlalu bucin atau memang gi_la? Segitunya mengekang anak sendiri, sampai-sampai anaknya enggak punya teman,' batin Allisya."Ayah jangan begitu. Oke, Ziya tidak akan berteman dengan siapa pun dan dekat de
Cerita Bu AniyahDemi mengusir rasa penasarannya, Allisya terus merayu gadis kecil itu agar mau diantarkannya. Lambat laun, Ziya pun luluh dan mau menemui neneknya dengan Allisya."Lho, Nak Allisya? Kenapa ke sini lagi? Apa Nak Al kerja di sekitar sini?" tanya Bu Aniyah, merasa heran dengan kedatangan Allisya di tempat yang sama seperti kemarin."Emm, kebetulan lewat sini, Bu. Kalau boleh, saya mau antar kalian." Dengan ragu Allisya mengutarakan."Jangan, Nak, enggak usah. Biar kami jalan kaki saja, lebih aman." Bu Aniyah menolak dengan halus, seperti yang sudah-sudah."Bu, siapa bilang jalan kaki lebih aman? Yang punya kehendak atas segala musibah yang terjadi pada manusia itu, hanya Allah. Semua sudah menjadi kehendakNYA, bahkan sejak kita masih di dalam kandungan. Begitu, menurut Ustadz yang sering saya dengar." Allisya terpaksa harus menceramahi.Pasalnya, peraturan di rumah Ziya terdengar terlalu berlebihan. Semua hal yang berhubungan dengan kendaraan, seolah sangat dihindarkan.
Maula Azka HamamAllisya menghentikan langkah. Ia menoleh ke arah tiga orang detektif itu yang sedang mencari-cari petunjuk tentang korban Dareen pada kecelakaan 3 tahun lalu."Ini, Pak. Kabar terakhir yang kami dengar, suami korban mengalami depresi."Tertarik dengan berita yang didengarnya, Allisya pun mendekati ayah sambungnya untuk melihat ponsel yang milik salah satu dari mereka."Azka?" Allisya merasa sangat mengenal lelaki itu, meski pot ongan rambut dan gayanya berbeda dengan Azka yang hari ini baru dia kenali."Azka, siapa, Nak?" tanya Emir, penasaran."Mirip aja, apa iya, ya? Coba lihat," pinta Allinya, meminjam ponsel itu untuk memperbesar gambar lelaki itu.Emir tak lagi bertanya, memahami jika sang anak sedang menelisik lebih dekat gambar pria di ponsel detektif sewaannya."Gimana, Nak? Apa Al kenal sama suami korban?" tanya Nadia, yang sejak tadi hanya diam menyimak. Wajah berkerutnya kini ditambah dengan gurat penasaran."Ini Azka," kata Allisya, menoleh pada kedua oran
Detektif Gadungan Kah?Aku menegang manakala salah seorang detektif sewaan Papa Emir menunjuk wajah Dareen. Apa benar, 3 tahun lalu Dareen menjadi tersangka atas sebuah kecelakaan lalu lintas?"Emm, sorry. Saya kenal pria ini sudah hampir 4 tahun. Bagaimana mungkin saya tidak tahu tentang kecelakaan itu. Pasti anda salah orang," belaku. Ah, bukan. Aku bukan sedang membela Dareen, hanya ingin memastikan saja bahwa selama ini dia tidak pernah membohongiku, kecuali soal Khiara."Baik. Sebentar." Teman lelaki yang menuduh Dareen, mengeluarkan ponsel dalam saku jaketnya. Terlihat dia sedang mengotak-atik benda itu, lalu menunjukkannya padaku."Silakan.""Dicari! Pria ini telah membu nuh istriku yang sedang hamil. Dia pelaku balapan liar yang hari itu, kabarnya sedang diburu polisi. Dia menab rak istriku dengan sangat ganas. Saya tunggu itikad baiknya untuk bertanggung jawab."Tubuhku seketika melemas. Foto besertakan tulisan dalam postingan 3 tahun lalu itu jelas-jelas Dareen. Ya, aku tid
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments