“Siapa orangnya?” Riley dengan cepat bertanya karena saking penasaran.“Bukan Bibi Yara. Sementara perempuan yang aku kenal hanya dua orang.”Riley menyetop jalannya. Dia terpaku dalam diam, dipaksa berpikir sendiri padahal dia pun tahu siapa orangnya. Namun, dia tak merespons.Melihat Riley berhenti, Brockley pun turut berhenti. Dia membalik badannya lalu berkata, “Ada apa Kak Riley?”Riley menunduk malu sambil menggeleng pelan. “Tidak ada apa-apa. Ayo kita lanjutkan perjalanan.”Melihat ekspresi canggung di wajah Riley, Brockley tak mau membuat perempuan itu terus terkurung dalam suasan hati yang menggelisahkan. Brockley mulai paham bagaimana cara mengubah suasana yang tegang agar menjadi cair. Jangan sampai perjalanan panjang ini tampak membosankan.“Kau adalah perempuannya, Kak Riley.”Untuk menepis kegelisahannya, Riley pun memaksakan diri memanggil Brockley dengan panggilan berbeda, “Nak, kau tidak boleh bercanda!”Tiba-tiba Brockley berhenti dan tercenung. “Kapan terakhir kau m
Satu yang lainnya berteriak dengan pandangan licik. “Ngapain kalian berdua di tengah hutan he? Kalian berdua mau mesum? Apa kalian sudah menikah? Kalian tidak mungkin suami istri karena untuk apa kalian mesum di sini!? Kau juga terlalu muda untuk ibu-ibu itu, Anak muda!” Si botak itu terus mencerocos, nanya sendiri jawab sendiri.Si rambut gondrong menatap kejam. “Anak muda, kau akan kami biarkan mesum di sini, lalu setelah itu pergilah, tapi tinggalkan semua apa yang kalian bawa!” Lelaki itu mengawasi dua karung besar dan satu kantong kecil. Mereka berdua pikir, sepertinya lelaki dan perempuan ini cukup kaya kalau dilihat dari apa yang dibawa. Sepertinya mereka akan menjadi kaya hari ini. Karena sudah lebih dari lima hari ini belum dapat mangsa, ketika melihat korban yang sepertinya lemah, maka dua orang itu tampak semangat sekali.Si botak kembali menebas-nebaskan dahan-dahan di dekatnya, bermaksud menggertak dan menakut-nakuti. Si pirang mengeluarkan pisau kecil dan cambuk lalu mem
Butuh waktu perjalanan selama setengah hari untuk bisa sampai di pasar. Selama dalam perjalanan, ada banyak hal yang mereka bahas. Untuk menghilangkan bayang-bayang dua mayat barusan, Brockley coba menghibur Riley yang masih saja keringat dingin tubuhnya.“Aku harap di pasar nanti ada yang menjual sayap. Hm, dalam karya penyair ternama, katanya bidadari itu bersayap.” Kemudian dia memperhatikan sekujur tubuh Riley dengan mimik wajah yang menghibur. “Riley, mana sayapmu? Apa transaparan?” Brockley mengerutkan alisnya sambil menyunggingkan senyum halus.Wajah yang tegang itu lambat laun mulai mendatar, tanpa ekspresi. Ketika Brokley terus mencecar dengan berbagai gombalan, akhirnya senyum manis pun terbit dari wajah manis Riley. Tapi dia malu memperlihatkan senyumnya. Terpaksa dia membuang pandangannya ke arah pepohonan rimbun. Tanpa berkata apa-apa.Deg!Brockley berusaha bijak. “Kepahitan hidup mengajarkan kita akan banyak hal. Akan tetapi, kenikm
Setelah mendirikan sebuah kemah untuk mereka beristirahat, Brockley menghidupkan api unggun untuk memberikan kehangatan di sekitar sana. Dia akan tidur di luar sementara Riley tidur di dalam.Namun, Riley tidak bisa tidur. Dia duduk di samping Brockley sambil melihat api di hadapan mereka. “Aku mau ngobrol sama kau, Brockley. Aku heran, kenapa kau bisa sangat peduli dengan dua pengemis tadi?”Brockley meneguk air hangatnya lalu berkata, “Walaupun aku belum pernah merasakan apa yang mereka rasakan, tapi aku berusaha untuk merasakannya. Sungguh pedih. Aku pastikan mereka merasakan pedih di hatinya ketika dicaci, dihina, ditertawakan, diusir. Aku membayangkan jika aku di posisi mereka. Maka dari itu, aku tidak tega melihat orang dizalimi.”Setelah hening beberapa saat, dia melanjutkan, “Dan aku lebih tidak suka dengan para penjaga pasar itu. Seandainya mereka sudah keterlaluan, bisa jadi aku berekelahi dengan mereka. Aku sudah banyak membaca kisah-kisah pembu
Seiring berjalannya waktu, mereka pun sampai di sebuah desa yang terkenal sebagai tempat penghasil biji besi terbesar. Desa itu bernama Desa Ferro. Sebagian besar biji besi dari sini dikirim ke kota dan desa lain untuk kemudian diolah menjadi berbagai macam keperluan, seperti senjata, baju zirah, kendaraan, perabot, dan lainnya.Ketika dalam perjalanan, Riley menderita sakit yang cukup parah, dikarenakan sudah lama tidak menempuh perjalanan jauh dan berhari-hari. Dengan terpaksa Brockley mencarikan tempat pengobatan yang berada di Desa Ferro. Setelah bertanya dengan warga sekitar, akhirnya dia pun sampai di sebuah rumah yang dinding dan pagarnya dari besi.Mereka berdua mesti menunggu dan antre bersama pasien lain yang berada di sekitar pekarangan rumah. Masih ada lima pasien lagi sebelum giliran Riley tiba. Karena tabib Saxon merupakan satu-satunya orang yang ahli medis dan pengobatan di sini, maka seluruh warga desa kalau sedang sakit dan terluka, pasti bakal dil
Begitu obrolan mereka usai, Brockley pun segera beranjak dan kembali masuk ke kursi anteran. Dia duduk pas di samping Riley.Rombongan meninggalkan tempat pengobatan, menuju kediaman rumah Kepala Desa, dan membicarakan apa yang akan mereka bicarakan selanjutnya.Pada saat menunggu, Brockley mengorek informasi lagi kepada orang-orang di sekitar.Banyak mereka berkomentar:“Kepala Desa kami penjilat dan mata duitan.”“Kami tidak suka dengan gaya kepemimpinanya yang lambat dan tidak tegas.”“Kalau kita menganut demokrasi, seharusnya Kepala Desa sudah turun dari jabatannya karena sebagian besar masyarakat desa sepakat agar dia berhenti menjabat. Sayangnya, kita patuh dengan perintah raja.”Brockley sedikit terperanjat. Dia bertanya dengan sangat penasaran. “Raja, ataukah orang-orang di sekitarnya yang dekat dengan Kepala Desa kalian?”Seseorang dari mereka pun menjawab, “Kami rasa bukan Raja Glory, tapi orang-orang
Begitu Brockley dan Riley telah sampai di rumah Kepala Desa yang diantarkan oleh satu orang warga, mereka berdua berpapasan dengan orang-orang kerajaan, di antara mereka ada Jenderal Muda Hopkin. Selusin pengawal kerajaan yang berseragam militer menempel ketat sang Jenderal, pandangan mereka sangat awas, dan selalu sigap.Semua rombongan itu meninggalkan rumah Kepala Desa. Suara keteplak ladam kuda dari mereka semua terdengar jelas sepanjang jalan. Debu bertebaran dan tertiup angin, menyisakan pertanyaan besar di benak Brockley. ‘Kenapa mereka ke sini?’ Dan pertanyaan besar itu akan terjawab di dalam rumah mewah ini, sebentar lagi.“Salam hormat, Kepala Desa,” sapa Brockley ramah. “Aku Fric dan ini kekasihku Rose. Kami pendatang dari utara dan hendak menuju Gloriston. Kami sedang melakukan perjalanan ke sana. Sebelum melanjutkan perjalanan, ada banyak informasi yang kami butuhkan. Apakah Tuan berkenan menjadikan kami sebagai tamu?”Kepala Desa Ferro memper
Informasi kali ini sangat penting. Bila perlu Brockley mengeluarkan semua uangnya hanya untuk mendapatkan informasi tersebut. Mengingat Kepala Desa memang punya kedekatan dengan orang-orang di istana dan punya wawasan luas tentang apa saja di sana, maka Brockley harus memanfaatkan kesempatan yang ada.Brockley menegakkan bahunya, menatap mata Kepala Desa lurus-lurus, lalu bertanya, “Apa maksud kedatangan Jenderal Muda Hopkin barusan?” Brockley mengaparkan dua keping perak di atas meja.Hal itu membuat Kepala Desa sedikit bersemangat. “Ada sesuatu yang penting.”“Soal binatang yang bakal dibasmi?”“Ya. Kami menemui tabib Saxon untuk membeli ramuan pembunuh binatang dan hama. Saat ini, Jenderal dan keluarganya sedang membutuhkannya.”Brockley menajamkan pandangannya. “Siapa binatang itu?”Kepala Desa malah tersenyum pahit. “Anak muda, kau adalah pendatang dan mau merantau ke Gloriston, aku rasa tidak perlu mengetahui hal semacam it