Bab 40Penasaran"Adi, kamu kirim pesan sama Mas Mu! Tanya Nanda kapan pulang?"Ibu langsung meminta Adi segera menanyakan kapan menantunya itu kembali. Padahal baru saja ia turun dari motor."Baru juga nyampe, Bu. Mbak Nanda mau pulang kapan ya terserah dia tho, Bu! Namanya juga baru kehilangan keluarga. Ya … wajar kalau agak lama." Adi menaruh helm-nya di kaca spion.Bu Partini yang mendengar jawaban dari Adi, langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Memang Adi itu gak tahu atau gak pengertian? Karena maksud pertanyaan ibunya, ya dia kepo tentang warisan yang didapat Nanda. Berapa juta atau berapa hektar sawah yang diberikan untuknya?******Hari ini Nanda kembali ke Wonogiri setelah sepuluh hari lebih dia tinggal di Klaten.Untuk menyambut kedatangan menantu yang dipikir akan membawa uang banyak, Bu Partini sengaja ke warung membeli kebutuhan dapur dan juga membeli beberapa makanan. Itung-itung menyambut sang menantu dengan baik agar kecipratan warisan."Wah … ini yang baru menerima
Bab 41Numpang hidup"Nanda, kamu itu ya bener-bener kelewatan!" sungut Ibu yang tiba-tiba berapi-api."Ada apa tho, Bu? Tiba-tiba kok marah-marah gak jelas?" Aku seketika terkejut mendengar ucapan Ibu yang tiba-tiba meninggi."Kamu itu numpang ya disini! Inget itu, jadi setiap kamu ada uang sebaiknya bantu-bantu membeli kebutuhan rumah! Jangan sampai punya uang buat sendiri!""Ibu ngomong apa sih? Lagian aku juga kemarin sudah beli beras dan lainnya, masih kurang?" Aku kembali menjahit dan sedikit tak memperhatikan Ibu yang masih berdiri di hadapanku."Ini pasti Rina yang ngajarin kamu seperti ini, ngajari ngelawan sama mertua!" Wanita tua itu mengalihkan pandangannya ke arah Bude Rina."Woo … Ibu mu ini bener-bener kelewatan, Nanda. Asal bicara, gak ada sopan-sopannya! Menuduh yang tidak-tidak!" Bude Rina yang semula duduk kini berdiri dan menatap ibu dengan seksama."Sudah, Bu. Jangan seperti itu, Bude Rina gak ada sangkut pautnya sama Nanda!" Aku langsung mematikan mesin jahitku d
Bab 42Kepergian Nanda dan HawaPOV Bu PartiniDarahku mendidih karena hingga sampai detik ini Nanda tak juga memberikan aku uang sepeser pun. Entah dia mendapatkan sejumlah uang atau sawah yang luas itu?Yang tambah membuatku naik pitam, dia masih saja mengerjakan jahitannya. Yang suara jahitannya membuatku pusing tujuh keliling.Sepulang dari tetangga, melihat Nanda seakan amarah ku sudah berada di ubun-ubun.Terlebih ada sosok Rina yang pasti akan bicara yang tidak-tidak mengenaiku kepada tetangga.Hingga akhirnya aku meluapkan semuanya kepadanya.Hingga membuat dia angkat kaki dari rumah ini, syukur-syukur dia tidak akan pernah kembali. Entah mengapa kebencian ku terhadapnya tak pernah padam. Meskipun dia sudah membayar semua hutang-hutangku.Melihatnya pergi dengan membawa tas di tangan dan juga Hawa dalam gendongan tak lantas membuatku trenyuh. Aku malah berharap dia hilang selamanya.Setelah aku selesai membuat Nanda menangis. Aku berniat pergi ke kamar mandi, untuk sekedar men
Bab 43Bu Partini stroke Kemudian suamiku membukanya perlahan.Adi dan juga Wawan, akhirnya mereka datang."Wann… Adii." Kupanggil mereka agar segera menghampiriku."Iya, Bu. Bagaimana kondisi ibu sekarang? Apa yang masih dirasakan?" tanya Adi pada Ibu. "Nanda dan Hawa kemana, Bu? Dirumah sepi tidak ada orang? Aku pikir mereka ada disini?"Wawan menatapku lantas melempar pandangannya ke arah suamiku.Aku diam, nyali ku menciut tatkala mendengar kata Nanda. Ada sesal tapi sudah terlanjur.Suamiku mengajak Wawan keluar. Entah apa yang mereka bicarakan. Yang pasti tentang Nanda, aku belum menjelaskan secara rinci perihal Nanda kepada lelaki halalku itu. Tapi sepertinya dia sudah bisa menyimpulkannya sendiri. Mungkin sudah hafal betul dengan sikapku yang terlalu kentara ketidaksukaan pada Nanda. Dan setelah cukup lama.Suamiku terlihat masuk seorang diri."Mas Wawan mana, Pak?" "Bapak suruh menjemput Nanda!""Lha memang Mbak Nanda kemana?" tanya Adi yang masih terlihat bingung."Sudah
Bab 44Nanda si keras kepalaWawan terlihat mencoba menghubungi istrinya, tapi lagi-lagi Nanda mengacuhkannya. Tak pernah diangkatnya.Tak berapa lama mobil pick up memasuki pekarangan rumah Wawan.Dan diikuti motor matic berboncengan. Sepertinya Nanda dan juga seorang teman.Wawan yang mengetahui mobil berhenti didepan rumah langsung berdiri dan menghampiri." Siapa ya, Mas?" Belum sempat si sopir menjawab Wawan melihat sosok Nanda berjalan menghampirinya."Nanda?" Wawan terlihat senyum sumringah. "Mas," Nanda terlihat tersenyum menegur Wawan yang masih berdiri di dekat mobil."Ayo … masuk!" ajak Wawan mendahului langkah. Apakah Nanda kembali? Bukankah tadi dia menolak?Semua yang melihat Nanda dan juga Hawa datang, langsung tersenyum sumringah. Ada kesempatan untuk mereka merubah sesuatu hal yang pernah ada."Nanda, ayo masuk! Ibu ada di kamar, dia selalu menanyakan kamu! Ayo …." ajak Bapak mertua yang dengan suka rela mengantar Nanda ke tempat ibunya terbaring.Entah mengapa mer
Bab 45Apakah Nanda bercerai?"Kamu bicara apa sih, Mbak?" Nanda terlihat bingung mendengar pertanyaan dari sang kakak ipar."Satu kampung itu lagi rame tau, mereka bilang sebentar lagi kamu mau jadi janda! Jangan cerai, Nan. Keluarga kita gak ada istilah bercerai, kamu jangan sampai malu-maluin keluarga ya! Cukup hamil diluar nikah saja, aib yang pernah kamu lakukan.""Astagfirullahaladzim," celetuk Ratna yang terkejut mendengar ucapan Mbak Ari.Nanda terlihat biasa saja, mungkin dia sudah terlalu sering difitnah dan dicaci. Sehingga urusan begini dia tak ambil pusing."Kamu kok diem aja sih, Nan? Jawab Mbak dong, Nanda! Jangan bikin Mbak tambah penasaran!" Mbak Ari masih menunggu Nanda menjawab, berdiri di samping mesin jahit dan menatap dengan seksama.Nanda tersenyum."Siapa yang bilang Nanda cerai, Mbak? Memang untuk saat ini Nanda belum bercerai!""Berarti kamu ada rencana mau cerai, Nan?" sahut Ratna yang terkejut mendengar ucapan Nanda."Iya bener, kamu mau punya rencana berce
Bab 46Kedatangan Paklek dan juga Jasmin"Ada apa, Bulek? Gak usah teriak-teriak, Nanda denger kok!" jawabku santai sambil memandikan Hawa."Ini kenapa lemarinya dikunci? Bulek mau makan, laper!""Nasinya ada kok di magic com!""Nasinya emang ada! Lauknya? Aku mau ngambil lauk!""Bulek, kalau mau makan disini mulai sekarang mesti keluar uang. Kalau gak mau, silahkan Bulek cari makan sendiri di luar!"Sontak Bulek Ami yang mendengar ucapanku langsung menghujaniku dengan ucapan kasar. Sebab selama hampir satu bulan dia tinggal bersamaku, dia tidak pernah mengeluarkan uang untuk makan maupun membeli kebutuhan lain. Kadang nyuci bajupun dia menyuruhku, padahal dia tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah sekali pun.Itu yang membuatku mulai jengah dengan tingkahnya.Malah sekarang dia seperti betah tinggal dirumah ini, bukan tinggal tepatnya numpang. Padahal di awal kedatangannya dia mengatakan akan dijemput anak dan juga suaminya seminggu kemudian tapi apa? Sudah satu bulan dia tinggal b
Bab 47Obat pencaharAku sedang sibuk membenahi gendongan Hawa, karena Hawa tidak mau tidur. Terpaksa aku ke warung mengajak balita ku itu. Untuk membeli sabun dan juga gula. Bulek yang baru saja keluar kamar lantas menyapaku."Mau kemana?" tanya Bulek Ami sembari membawa pakaian kotor."Mau ke warung depan sebentar, beli gula." "Ow …." Bulek terlihat acuh, dan kembali berjalan menuju kamar mandi.Lantas aku segera pergi ke warung, sebelum hari semakin panas. Baru berjalan beberapa meter Lantas aku memutar badan dan kembali pulang. Dengan langkah cepat aku segera masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu.Namun langkahku terhenti di ruang tamu, setelah mendengar percakapan antara Bulek dengan suami dan anaknya."Enak tinggal disini, gak keluar uang banyak! Sudah ada yang belanja kebutuhan dapur. Juga gak mikirin listrik dan sebagainya! Pokoknya kita harus tinggal disini lebih lama lagi, Pah!" ucap Bulek kepada suaminya yang terlihat duduk berjejer membelakangi ku.