SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU

SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU

last updateLast Updated : 2025-06-04
By:  Aisyah AisOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
9 ratings. 9 reviews
117Chapters
8.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

"Mulai besok kalian akan tinggal di rumah ayah kalian! Kalian itu tanggung jawabnya, bukan tanggung jawab Ibu, ataupun Papa Erik. Ibu adalah seorang istri yang ingin berbakti pada suami. Sudah sepatutnya Ibu tidak memberikan beban untuknya!" Perceraian kedua orang tua, selalu menyisakan luka di hati anak-anak. Terlebih, saat keduanya telah memiliki kehidupan baru dengan pasangannya. Namun yang tidak Vina mengerti, sang ibu lebih memilih tinggal bersama suami barunya, dan meninggalkan keempat anaknya yang masih kecil-kecil. Vina, gadis berusia lima belas tahun yang baru lulus SMP itu, terpaksa tidak melanjutkan sekolah dan berjuang keras menghidupi ketiga adiknya. Di tengah keadaan yang menyakitkan, mampukah ia menjadi ayah sekaligus ibu untuk ketiga adiknya? Adakah sang ibu mengingat dirinya dan adik-adiknya?

View More

Chapter 1

Bab 1. Semangkuk Nasi Jatah Bertiga

"Loh, kenapa Fajar dibiarkan menangis, Bu?"

"Biarkan saja! Dia minta nenen terus dari tadi!"

Kulepas tas sekolah yang berada di punggung. Dengan masih memakai seragam sekolah, aku mengambil alih adik bungsuku yang masih menangis di samping Ibu, sedangkan dia duduk berselonjor dengan santai di depan televisi.

Meski perjalanan dari sekolah begitu melelahkan, aku tidak tega melihat adikku menangis begitu kencangnya tanpa ada yang menenangkan. Aku berusaha menenangkannya, tetapi tidak juga berhenti menangis. "Kenapa tidak Ibu susui?"

"Dia itu mau Ibu sapih, Vin. Sudahlah, bawa adikmu main atau ajak beli jajan sana!" titah Ibu. Akhir-akhir ini, aku sering melihat Ibu agak berbeda. Sering marah dan tidak mau mengurusi Fajar.

Sejak tinggal bersama suami barunya, Ibu jadi sering bersikap kasar pada kami anak-anaknya, tetapi menjadi lembut dan baik pada anak tiri yang begitu mereka manjakan. Sebagai anak kandung, jujur aku merasa tersisihkan, begitupun adik-adikku. Aku kasihan pada mereka.

Setelah perceraian Ayah dan Ibu, kami tinggal bersama Ibu di sebuah rumah kontrakan. Tetapi tidak berselang lama, Ibu menikah lagi dengan Papa Erik yang saat ini menjadi suaminya. Setelah menikah, Ibu mengajak kami tinggal di rumah Papa Erik. Sedangkan Ayah, kudengar dia juga sudah memiliki istri lagi dan sudah memiliki anak kembar dari istri barunya.

Kehidupan di rumah suami baru Ibu, tidak membuat kami bahagia. Karena Papa Erik terlihat tidak begitu menyukai kami, anak-anak Ibu. Ia hanya memikirkan anak kandungnya sendiri. Tapi Ibu juga tidak memedulikan kami. Hanya Alena yang mereka pikirkan.

Bahkan saat makan saja, kami harus menunggu di belakang sampai Alena, Papa Erik dan Ibu selesai makan. Baru setelah itu, kami boleh makan makanan sisa mereka. Karena Papa Erik pun tidak suka dan tidak berselera makan jika ada kami. Meskipun begitu, aku tetap bersyukur karena terkadang Ibu masih menyisihkan lauk yang lain untuk kami.

"Tapi Fajar kan belum genap dua tahun, Bu. Dulu, Andi dan Lani juga Ibu susui sampai hampir tiga tahun, 'kan? Kenapa Fajar mau disapih sedini ini? Kasihan, Bu."

"Sudahlah, Vin. Kamu mana ngerti, sih! Kamu itu masih bau kencur, nggak usah nasehatin Ibu. Ibu tahu mana yang terbaik. Lagi pula, dia harus bisa segera Ibu sapih, agar nanti mudah kalau pisah sama Ibu," jawab ibu, yang membuatku bertanya-tanya.

"Maksud Ibu pisah gimana? Apa Ibu mau pergi kerja?" Aku masih berusaha menenangkan adikku yang masih saja menangis.

"Ya pisah saat nanti kalian ikut tinggal di rumah Ayah kalian," jawab Ibu.

Jadi, Ibu akan memindahkan kami ke rumah Ayah. "Ibu ingin kita tinggal bareng Ayah?" tanyaku.

"Iya! Sudahlah, sana bawa adikmu pergi! Ini buat beliin jajan!" Ibu memberikan uang sepuluh ribu padaku. Aku mematung mencerna ucapan ibu barusan. Sampai bentakan ibu membuat aku bergegas membawa Fajar ke warung yang ada di seberang jalan.

Apa maksud Ibu. Kenapa dia ingin berpisah dari kami. Apakah ini juga keinginan suami barunya? Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam kepalaku. Kalau iya, betapa teganya dia memisahkan kami dengan ibu kandung kami sendiri. Dan Ibu, kenapa lebih rela mendengarkan suami barunya itu tanpa memikirkan perasaan kami.

"Susu kotak empat ribu, sama biskuit dua ribu." Aku menyerahkan selembar pecahan sepuluh ribu yang tadi diberikan Ibu dan menyimpan kembali uang empat ribu kembaliannya.

Untunglah Fajar sudah berhenti menangis setelah mendapatkan susu kotak. Kasihan sekali adikku ini, usianya baru dua puluh bulan, tapi sudah disapih oleh ibu, sementara ibu tidak pergi bekerja. Padahal dulu Andi dan Lani masih ibu susui sampai hampir berumur tiga tahun, meski ibu juga harus bekerja di pabrik.

"Kamu sudah pulang, Ndi? Mana Lani?"

"Iya, Kak, baru sampai. Lani lagi ganti baju di kamar." Andi menaruh sepatunya di rak sepatu. Kulihat, sepatu itu sudah sangat usang dan ada sobek bagian belakangnya. Kata Ibu, Ibu tidak bisa membelikan sepatu karena Papa Eriklah yang bekerja, sementara Papa Erik sudah menanggung biaya makan dan sekolah kami berempat.

Padahal di sekolah kami, tidak ada biaya SPP karena digratiskan oleh pemerintah. Hanya wajib membeli buku pelajaran saja. Dan untuk makan, kami berempat tidaklah seberapa karena kami makan dari sisa mereka.

"Kak, aku lapar," lirih Andi. Aku menengok ke belakang, tidak ada Ibu.

"Tapi belum waktunya makan, Ndi. Papa Erik dan Alena juga belum pulang," ucapku lirih.

Kita tidak boleh makan sebelum mereka selesai makan. Karena itulah, kami sering menahan rasa lapar itu meski ada makanan yang tersedia di meja makan. "Oh, ya, ini beli roti, nanti dibagi sama Lani."

Aku menyerahkan uang dua ribu, kembalian dari warung tadi. Yang dua ribu masih aku simpan lagi, buat jaga-jaga kalau nanti Fajar minta jajan lagi. Kalau minta sama Ibu disaat ada Papa Erik, tentu aku tidak berani. Karena sudah pasti Ibu tidak akan memberikan. Terlebih, aku akan melihat kilatan am4rah dari sorot mata Papa Erik.

Dia sangat tidak suka kalau aku meminta uang meski untuk sekedar beli jajan untuk adikku. Tinggal bersamanya selama tiga bulan, membuatku hafal bagaimana sifatnya.

Andi kembali setelah mendapatkan roti seharga dua ribu. Lani pun keluar dari kamar setelah aku panggil. Mereka berdua membagi rotinya menjadi tiga bagian dan memberikannya padaku satu potong. "Buat kalian berdua aja, Kakak belum lapar," ujarku.

Padahal aku juga merasa lapar karena harus berjalan kaki dari sekolah sampai ke rumah. Tapi tak sampai hati aku ikut memakan roti yang tak seberapa itu. Adik-adikku lebih membutuhkannya. Seharusnya dalam masa pertumbuhan, mereka mendapatkan asupan gizi yang layak.

"Kak Vina nggak usah bohong sama kita. Aku tahu Kakak juga lapar. Ini, Kak!" Andi tetap memberikan potongan roti yang tak seberapa itu padaku. Dia pun tahu kalau aku merasakan lapar seperti dirinya. Setiap pagi, kami hanya makan sedikit, dan tidak membawa uang saku. Sampai rumah pun, tidak boleh makan sebelum mereka selesai makan.

Terpaksa aku menerima potongan roti itu dari adik keduaku. Dia memang masih kecil, tapi sudah seperti orang dewasa. Kalau punya apa-apa, akan ia bagi sama rata dengan kami saudara-saudaranya. Usia kami hanya terpaut tiga tahun. Aku lima belas tahun, dan dia dua belas tahun. Sedangkan Lani, adik ketigaku, dia baru berusia delapan tahun.

"Gimana? Sudah disapih?"

"Sudah, Mas. Meski masih rewel-rewel gitulah, namanya juga baru hari pertama. Nanti juga terbiasa," jawab Ibu.

"Ya sudah, nggak apa-apa. Tapi kamu harus ingat sama janji kamu karena mereka itu tanggung jawab ayahnya, bukan tanggung jawabku! Dan kamu pun tahu, aku menjadikanmu istri agar Alena dapat merasakan kasih sayang seorang ibu, agar dia tidak merasa menjadi anak broken home. Bukan untuk menghidupi anak-anak mantan suamimu! Kalau kamu tidak bisa memenuhi keiinginanku dan merasa keberatan, aku tidak memaksamu. Aku akan mencarikan ibu baru untuk Alena!"

"Iya, Mas. Aku ngerti kok. Aku akan usahakan agar mereka terbiasa tanpa aku, jadi nanti mudah untuk melepas mereka."

Samar-samar, kudengar percakapan Ibu dan Papa Erik. Namun, belum sempat aku mencerna ucapan Ibu, Andi sudah mengagetkanku. "Kak, ayo kita makan! Ibu sudah memanggil," ajak Andi.

Aku membuka mukena dan melipatnya kembali, lalu bergegas menuju meja makan. Di sana masih ada Ibu yang tengah membereskan piring dan sisa makanan. Alena dan Papa Erik sudah tidak terlihat. Mungkin mereka di kamar atau di mana, entahlah.

Ibu menaruh semangkuk nasi dan telur dadar di piring. Terlihat telur itu sudah dipotong, entah menggunakan sendok atau pisau. Kami makan dengan cepat karena aku harus membersihkan piring-piring kotor setelah ini.

Tidak ada perkataan apa pun yang keluar dari mulut ibuku. Ia hanya membawa Fajar yang sudah tertidur dan membawanya ke kamar. Sementara aku dan kedua adikku menyelesaikan makan siang kami yang tidak seberapa itu.

Semangkuk nasi dan telur dadar yang sudah bekurang, untuk makan kami bertiga. Tentulah tidak begitu kenyang, tapi tentu saja, kami harus selalu bersyukur.

"Sudah aku bilang, jangan bawa anak itu ke kamarku! Aku tidak leluasa jika dia di sini! Aku itu butuh istirahat karena capek bekerja, seharusnya kamu bawa dia tidur di kamar lain!"

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Ali
lanjutkan thor...
2025-03-21 02:37:16
0
user avatar
Ali
lanjut up yang banyak thot
2025-03-21 02:37:02
0
user avatar
Ali
masih menunggu novel ini berlanjut. ceritanya bikin sedih, tapi ada banyak pelajaran yg didapat.
2025-03-21 02:28:49
0
user avatar
Nibras Ganteng
seperti kisah hidupku dan ank2 ku.........
2025-02-05 14:32:28
1
user avatar
Ali
harus update terus, karena ini sangat bagus dan tidak seperti novel2 kebanyakan.
2025-02-01 20:41:30
0
user avatar
Ali
bacaan yang bagus.... menyentuh hati dan banyak pelajaran berharga.
2025-02-01 20:40:10
0
user avatar
Aisyah Ais
Selamat Tahun Baru 2025. Semoga hal baik selalu datang pada kita.
2025-01-02 17:23:38
0
user avatar
Aisyah Ais
Selamat membaca, semoga banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini.
2024-11-29 17:22:19
1
user avatar
carsun18106
kisah yg sangat bagus, realistis, menyentuh hati
2024-11-20 14:47:46
1
117 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status