KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU77. Rengga Sakit (Bagian A)Aku berusaha untuk memejamkan mata, namun rasanya begitu sulit sekali. Berusaha menggulingkan tubuhku ke samping kanan, lalu ke samping kiri. Terlentang, tengkurap, bahwa hingga meringkuk. Semua posisi sudah aku coba, tapi tetap saja tak ada posisi yang membuatku nyaman hingga akhirnya tertidur. Aku sungguh memikirkan pesan dari Risa tadi. Meskipun tak ada nama dan hanya sebaris nomor saja, aku bisa tahu dan dengan cepat menebak, bahwa sudah jelas dan pasti itu milik Risa. Siapa lagi memangnya? Jika bukan wanita berulat bulu.Aku menatap langit-langit kamar karena rasanya mataku tak kunjung terpejam. Hingga kemudian aku mendengar suara pintu yang berderit, tak lama tertutup kembali. Meskipun tanpa melihatnya, aku sudah tahu bahwa itu pasti Mas Rengga yang masuk. Benar saja, guncangan lembut terasa di balik punggungku. Suamiku itu sedang berusaha naik ke atas kasur dan menaikkan selimut hingga ke batas dada.Aku pura-pura
78. Rengga Sakit (Bagian B)Kedua mata Mas Rengga pun tak ingin terbuka, masih saja tetap terpejam sembari mengigau. Hal itulah yang membuat aku dan Ibu merasa panik dan ketakutan. "Padahal semalam pun Mas Rengga masih baik-baik saja loh, Bu, tapi tadi waktu Keysa mau bangunin sholat Subuh, tiba-tiba aja Mas Rengga badannya panas dan menggigil. Mengigau terus!" ujarku memberi penjelasan pada Ibu. Ibu hanya diam saja, tak menanggapi perkataanku. Sampai pada akhirnya, aku mendengar suara deru mobil yang semakin mendekat."Itu kayaknya Dokter sudah datang, Bu. Biar Keysa turun ke bawah, Ibu tunggu di sini, ya!" Ibu hanya mengangguk cepat dan aku bergegas turun ke lantai bawah. Seorang Dokter dan wanita muda memakai jas putih mengekor di belakang sang Dokter turun dari mobil. Aku langsung membuka pintu dan mempersilahkannya masuk."Mohon izin, Bu. Ini Pak Rengga drop sekali tubuhnya. Nanti biar saya coba resep kan beberapa vitamin untuk memulihkan tenaga, juga obat penurun demam. Jika
79. Rengga Sakit (Bagian C)"Bu, jika Ibu ingin sarapan, aku sudah belikan Ibu makanan. Ada gado-gado, bubur ayam dan lontong sayur. Terserah Ibu mau sarapan yang mana, ada di bawah semua. Nggak papa kan kali ini Ibu sarapan sendiri? Nggak baik perut Ibu kosong terlalu lama. Biar Mas Rengga, Keysa yang menyuapi dan merawatnya, Bu!" ujarku sembari tersenyum. Aku meletakkan nampan berisi mangkok bubur, segelas air putih dan obat-obatan di atas nakas, di sana lah aku melihat benda pipih Mas Rengga dalam keadaan mati. Sepertinya, lelaki itu mematikan ponsel nya semalam, begitu pikirku. Aku mencoba untuk meng-charger ponselnya dalam posisi mati. Setelahnya, aku bersiap untuk menyuapi suamiku."Oke, Ibu ke bawah dulu. Kalau ada perlu sesuatu, kamu panggil Ibu, ya, Key!" kata Ibu sembari beranjak dari duduknya. Dia berdiri, lalu melangkahkan kakinya, beranjak pergi meninggalkanku."Siap!" Aku mengacungkan jempol dan mulai mengambil semangkuk bubur.Terdengar suara derap langkah kaki Ibu ya
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU80. Ajakan bertemu (Bagian A)"Kamu ini pandai sekali lah dalam membuat Ibu penasaran!" ujar Ibu dengan wajah tak sabaran."Sebentar, Bu. Ini juga sedang Keysa baca!" timpalku seraya membuka pesan yang dikirimkan oleh nomor terduga Risa.Pesan pertama yang terletak di paling atas, dikirim sekitar dini hari. Pukul tiga pagi. Wah, rupanya dia masih terjaga di saat aku sudah berkecimpung dengan mimpi indah.[Mas, aku serius. Aku tak pernah main-main. Bukankah dari awal aku selalu mengatakan bahwa aku mencintaimu? Kenapa kamu berubah saat kembali pulang? Ada apa denganmu? Apa istrimu yang super sibuk dan merasa paling sempurna itu sudah bisa mengalihkan perhatianmu dariku, Mas? Tolong, jawab, Mas! Aku tahu kalau kamu masih terjaga saat ini. Tolong balas!]Begitu lantang dan jelas aku membaca pesan pertama dari nomor asing tersebut. Aku menghela napas sejenak, kemudian melirik Ibu yang sedang menatapku dengan wajah tak karuan."Kurang ajar sekali dia, ngga
81. Ajakan bertemu (Bagian B)Aku tercengang, membaca pesan terakhir dari Risa. Seniat itukah? Maksud aku, apa dia sebegitu terobsesinya kah dengan suamiku? Hingga rela menurunkan harga dirinya sedemikian rupa, hanya untuk mengambil perhatian dari suamiku? Oh, ya, hampir saja aku lupa.Tentu saja dia tak tahu malu, bukankah dia sudah tak mempunyai harga diri lagi? Sungguh, wanita sepertinya tak layak disebut sebagai manusia. Aku geram dibuatnya. Ku lirik Ibu yang berada tak jauh dariku, aku hanya ingin tahu bagaimana reaksinya saat mendengar aku membacakan pesan dari Risa. Apa kira-kira yang akan direncanakan oleh Ibu selanjutnya?"Apa? Dia bilang apa? Keysa, kamu yakin dia mengirimi pesan seperti itu pada ponsel Rengga? Kamu nggak salah baca kamu, Key?" tanya Ibu dengan mata membeliak lebar. Sepertinya dia ingin memastikan, bahwa semua yang aku ucapkan berasal dari pesan-pesan singkat yang sudah dikirimkan oleh nomor asing tersebut."Iya, Bu. Demi apapun, Keysa membaca sesuai denga
82. Ajakan bertemu (Bagian C)Aku hanya diam, tidak. Aku merasa tidak terima karena pesan-pesan itu terus terngiang di kepalaku. Aku pun bingung. Apa lagi rencana yang harus kulakukan?"Kita nggak punya pilihan lain, Bu. Aku rasa, kita harus memancing Risa dengan mengaku sebagai Mas Rengga. Kita harus membalas pesan singkatnya, berpura-pura membalas sebagai Mas Rengga, dengan begitu sedikit banyak kita akan tahu, apa saja yang sudah terjadi di antara mereka. Atau mungkin, lebih singkatnya. Kita bisa menyuruhnya datang ke sini? Sama, dengan dalih Mas Rengga juga, kita akan bilang bahwa ingin memperkenalkan nya pada Ibu dan juga aku, bukankah itu yang dia harapkan? Sebuah pengakuan? Kita akan memancingnya seakan-akan Mas Rengga mau menuruti semua permintaannya dalam pesan singkat tersebut. Ibu setuju kan?" tanyaku dengan penuh harap. Sungguh, aku berharap sekali Ibu akan menyetujui saranku."Tidak, sampai kapan pun aku tidak akan pernah merelakan wanita jahanam itu menginjakkan kaki di
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU83. Bertemu dengan Mas Alif (Bagian A)Aku baru saja berjalan sejauh 7 kilometer, tapi tiba-tiba, mobilku terasa berat sekali dan susah untuk dikendarai. Aku bergegas menepikan ke kiri dan mulai turun dari mobil untuk sekedar memeriksanya. Ah, sialnya lagi karena roda belakang bagian kiri mobilku rupanya kempes. Aku menengok ke kanan dan ke kiri, lalu lintas pagi ini cukup padat. Karena memang bertepatan sekali dengan lalu-lalang orang berangkat bekerja, sekolah, atau mungkin kuliah. Aku sempat panik, karena bingung hendak meminta tolong pada siapa. Mana mungkin aku menelepon Mas Rengga dalam keadaan dia sakit seperti itu? Apalagi, ini posisi yang cukup genting. Aku memutuskan untuk menelpon call center, alias jasa layanan khusus yang disediakan oleh pemerintah kota untuk mengatasi kendala dan aduan apapun dari warganya. Aku segera mengadukan semua kendalaku, serta alamat dan ancer-ancer tempatku berdiri saat ini. Dari sahutan wanita di telepon tad
84. Bertemu dengan Mas Alif (Bagian B)"Cha, Cha. Selalu saja kamu seperti itu. Terlalu keras kepala dan ya, masih saja berusaha untuk mandiri. Nggak berubah banyak! Udah, biar aku antar saja nanti. Nggak papa, aku masih punya banyak waktu luang sebelum ke Rumah Sakit!" kata Mas Alif dengan senyum ramah.Aku menimbang-nimbang, apakah sebaiknya aku mengiyakan saja tawarannya?Asyik memikirkan jawaban, tiba-tiba saja tim petugas yang ku mintai bantuan pun sudah datang. Mereka segera membantuku, meminta nomor telepon, alamat dan juga kartu identitas lainnya. Setelahnya, mereka juga menawarkan, apa aku ikut dengan mereka, atau mereka yang akan mengantarkan mobilku nanti ke rumah setelah selesai? Ah, inilah bangganya aku tinggal di kota ini. Semuanya terasa mudah dan diperlakukan istimewa dengan pelayanan pusat yang ada."Cha, gimana? Mending aku antar lah daripada kamu naik mobil box dengan plat merah begitu?" tunjuk Mas Alif pada kendaraan roda empat yang terparkir tak jauh dari pandang