Share

5. Hamil

KUBUAT KAMU MISKIN, MAS BAG 5. 

**

Aku mematikan gaw*iku, merasa muak pada Mas Alif. Semua masih misteri yang belum di jaw*b. Aku harus cari tahu siapa yang hamil dan ada hubungan apa dia dengan Miranti, karena aku hanya berfokus pada story' w* Miranti tempo hari.

Mas Alif sepertinya belum puas. Dia beberapa kali menghubungi aku. Tetapi aku masih enggan menganggat nya. Lalu dia berkirim pesan padaku. 

[Sand, kamu marah sama aku ya, sayang. Aku salah, Sand. Dia menangis di kaki ku dan berkata sedang susah. Aku kasihan sama dia karena sahabat kamu. Miranti punya nilai bagus dan ku pertimbangkan dia jadi Sekretaris karena dia dekat dengan kamu juga, Sand.] 

Mas Alif mengirimi aku pesan. Entah mengapa aku tak percaya padanya. Dia beberapa kali menghubungi aku. 

"Apa!" 

"Sand, kenapa kamu masih marah sama aku, sayang. Udahlah marahnya, aku janji akan lebih perhatian sama kamu, Sand." 

"Oh, gitu. Aku sedang di kantor dan mengapa keuangan Pabrik anjlok. Kamu gimana sih ngurus Perusahaan peninggalan Papaku. Mas, aku gak akan buka blokiran rekening Perusahaan. Aku akan tunggu bulan depan sampai keuangan Stabil!" 

"Kenapa gitu, Sand. Bagaimana aku bayar gaji karyawan?" 

"Itu urusanku karena aku yang akan pegang Perusahaan sekarang. Mengandalkan kamu percuma bukannya membuat maju malah kamu menghancurkan. Apa motif kamu?" 

"Sand, tega sekali kamu nuduh aku. Aku udah kerja keras dan sebagian juga ku kirim ke rekening kamu keuntungan Perusahaan!" 

"Aku udah cek mutasi kiriman kamu! Kamu mengirim juga dikit. Selebihnya kemana? Ingat, Mas. Perusahaan Papaku itu besar. Kamu mau menipuku!" 

"Kenapa kamu gak pernah bersyukur. Aku kerja untuk kamu!" 

"Kerja untuk aku apa? Kamu menipuku, Mas. Tega kamu melakukan ini. Gak usah banyak omong, Mas. Sekarang aku bos nya. Aku yang pegang kendali di sini!" 

"Kamu sama sekali gak menghargai kerja kerasku, Sand!" 

"Aku gak akan menghargai mu jika kamu terus memperkaya diri, Mas. Kalau kamu gak terima ya udah. Ingat aku sebagai anak bertanggung jawab agar Pabrik Papa pulih lagi dan gak bangkrut!" 

Aku menutup panggilan dengan kasar. Benar-benar gak tahu diri. Dia menganggap ini adalah Pabrik nenek moyangnya. Mas Alif keterlaluan untuk membuatnya bangkrut sesuka hati. Masih numpang hidup sama aku aja dia berani padaku. 

Aku memanggil Saskia melalui interkom di bagian keuangan. Dia berbegas datang setelah menerima panggilan dariku. 

"Masuk!" perintahku saat dia mengetuk pintu. 

"Bu Sandrina? Kapan kembali?" tanya nya. 

"Duduk!" Aku malas berbasa basi. Dia duduk dengan patuh. 

"Saskia, sudah kamu blokir rekening atas rekomendasi ku?" 

"Sudah, Bu." 

"Jangan kamu buka blokiran itu. Aku akan pegang kendali keuangan karena kalau Pabrik ini bangkrut kamu juga terancam di PHK." 

"Baik, sesuai perintah Ibu." 

"Bagaimana pembayaran gaji kalian?" tanya ku penasaran. Karena feeling ku gak enak. 

"Terjadi pemotongan 30%, Bu. Kata Pak Alif, kami harus ikhlas untuk menutup beberapa kerugian produksi dan produk gagal," katanya menghela napas. 

"Kenapa bisa gagal?" tanya ku menggebrak meja. Untuk apa Mas Alif meminta uang banyak-banyak kalau produk yang di produksinya gagal. 

"Saya gak ngerti, Bu. Ibu bisa tanya Pak Arifin di bagian produksi dan Pak Burhan di bagian Pemasaran," katanya takut melihatku. 

"Oke, kamu bisa keluar dan panggil mereka berdua." Aku merasa frustasi jika begini. Untuk sementara desain pakaian ku terpaksa kutinggalkan agar fokus mengembalikan Perusahaan Papa yang nyaris bangkrut. 

"Baik, Bu!" katanya beranjak. 

"Tunggu!" panggilku saat Saskia hendak keluar. 

"Mengapa Miranti bisa bekerja di sini?" tanyaku sebelum dia pergi.

"Tidak tahu, Bu. Itu atas kemauan Pak Alif karena dia yang memilih Sekretarisnya sendiri." 

"Kemana Sekretaris lama?" 

"Di berhentikan karena kata Pak Alif pekerjaannya kurang bagus," kata Saskia. 

"Besok ada sekretaris baru yang akan membantuku. Namanya Damar. Kamu kenalkan?" 

"Oh, Bapak yang kepala keuangan, Bu!" 

"Ya, Mas Alif kenapa pecat dia?" 

"Saya juga gak tahu, Bu. Mungkin Pak Alif marah karena dia beberapa kali tanya tentang dana-dana yang mau di cairkan." 

"Terus kenapa kamu gak banyak tanya kayak dia?" 

"Maaf, Bu. Jangan pecat saya. Saya hanya menjalankan perintah. Saya takut dan minta maaf, Bu!" katanya padaku. Aku menghembuskan napas gusar menatapnya. 

"Baiklah, aku masih kasi kamu kesempatan karena kamu kooperatif!" 

"Terima kasih, Bu." katanya melihatku sambil menunduk. Lalu Saskia keluar. 

Beberapa saat menunggu. Pak Arifin dan Pak Burhan datang. Aku ingin berdiskusi dengan mereka berdua. 

Dari hasil diskusi, Mas Alif membuat produksi dalam jumlah kecil namun dalam laporan jumlahnya banyak sehingga Perusahaan merugi. Intinya dia mengambil untung sebanyaknya untuk masuk ke kantong pribadinya. 

Setelah mereka keluar aku menjadi gusar memikirkan tingkah suamiku. Baru saja pulang aku sudah di hadapkan pada masalah besar. Aku keluar sebentar dari ruangan itu untuk mencari udara segar. Beberapa karyawan menyapaku. Aku melewati kubikel-kubikel. Banyak karyawan sibuk bekerja. 

Aku melihat Miranti sedang berjalan ke arah toilet. Aku tak menyia-nyiakan kesempatan. Aku mengikutinya dengan perlahan. Ketika aku sampai di toilet, Miranti menghidupkan wastafel cuci tangan. 

Dia muntah-muntah seperti wanita hamil. Aku semakin yakin kalau yang hamil adalah dia. Miranti masih terus muntah-muntah. Dia lalu bergegas mengambil minyak angin untuk di letakkan di tengkuknya. 

Netra nya membola saat melihat aku. Miranti lalu kembali menghidupkan wastafel untuk mengurai kegugupannya.

"Mau apa kamu, Sand?" tanya nya. 

"Kamu hamil?" Wajahnya pias saat kutanyakan. 

Bersambung. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status